Minggu, 14 Juni 2015

7 langkah awal membentuk keluarga samara

7 LANGKAH
AWAL
MEMBANGUN
KELUARGA
SAMARA

Bila setiap Muslim atau
Muslimah –bahkan kepada
setiap orang– ditanya,
“Apakah Anda ingin hidup
bahagia? ”, sudah pasti
semuanya akan menjawab,
“Pasti, saya ingin sekali
hidup bahagia!”. Memang
demikianlah realitas
kenyataannya. Setiap hari,
semua orang berpacu,
berpeluh dan berlomba
untuk menggapai
kebahagiaan. Namun
sayangnya, tidak semua
orang memahami rahasia
bahagia tersebut atau tidak
mengetahui kebahagiaan
hakiki apa yang harus
diraihnya!
Kebahagiaan hidup
sesungguhnya ada dalam
setiap aspek kehidupan.
Tetapi secara otomatis dan
spontan, sebagian orang
mengklaim bahwa
kebahagiaan ada dalam
kehidupan keluarga, dengan
menjadi pasangan suami
istri (pasutri). Akhir-akhir
ini, term atau istilah
keluarga bahagia sendiri
dalam kajian Islam
seringkali diungkapkan
dengan keluarga SAMARA
(sakīnah, mawaddah wa
rohmah ), yaitu bertolak dari
firman Alloh berfirman:
﴿“Dan di antara tanda-
tanda kekuasaan-Nya ialah
Dia menciptakan untuk
kalian istri-istri dari jenis
kalian sendiri, supaya kalian
cenderung dan merasa
tenteram (sakīnah)
kepadanya, dan dijadikan-
Nya di antara kalian rasa
kasih (mawaddah) dan
sayang (roh mah).
Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi
kaum yang berfikir.” (QS.
ar-Rūm [31]: 21)
Lantas, bagaimanakah
langkah awal dan titik tolak
utama untuk dapat
mewujudkan dan
membangun keluarga
SAMARA tersebut sesuai
dengan tuntunan Islam?
Berikut tips singkatnya:
1. Berlandaskan Islam.
Maksudnya, dengan
menjadikan Islam sebagai
pandangan hidup tiap
pasutri, karena Alloh
memang telah menjanjikan
kebahagiaan hakiki dalam
syariatnya. Karenanya, tidak
mungkin ada kehidupan
atau tergapainya
kebahagiaan hakiki, kecuali
dengan mengikuti ajaran
Islam yang telah digariskan
Alloh dan diajarkan Rosul-
Nya  serta diserukan kepada
seluruh umat manusia
untuk menitinya.
1. Membiasakan diri atau
hidup dalam religiusitas
Islam.
Artinya, seorang lelaki atau
calon suami idealnya
adalah orang yang sholeh,
dan seorang wanita atau
calon istri seharusnya
menjadi seorang yang
sholehah, sebelum mereka
memantapkan langkah
untuk mengikat pernikahan.
Yaitu lelaki dan wanita yang
dengan tulus ikhlash
merealisasikan dan
mengaktualisasikan ajaran-
ajaran Islam dalam
kehidupan kesehariannya.
Lebih baik lagi, bila jauh-
jauh hari mereka berdua
memang telah menjadi
orang yang sholeh dan
sholehah, bukan hasil
instant karena hendak
menikah!
Alloh berfirman:
“Barangsiapa yang
mengerjakan amal sholeh,
baik laki-laki maupun
perempuan dalam keadaan
beriman, maka
sesungguhnya akan Kami
berikan kepadanya
kehidupan yang baik dan
sesungguhnya akan Kami
beri balasan kepada mereka
dengan pahala yang lebih
baik dari apa yang telah
mereka kerjakan.” (QS. an-
Nahl [16]: 97)
1. Berdoa kepada Alloh .
Yaitu berdoa kepada Alloh
dengan memohon kepada-
Nya agar keluarganya
dibentuk menjadi keluarga
SAMARA, diberikan istri
yang sholehah dan suami
yang sholeh, serta
dianugerahkan anak-
keturunan yang sholeh dan
sholehah pula.
Di antara doanya adalah:
“Dan orang-orang yang
berkata: “Ya Robb kami,
anugerahkanlah kepada
kami istri-istri kami dan
keturunan kami sebagai
penyenang hati (kami), dan
jadikanlah kami imam bagi
orang-orang yang bertakwa.”
(QS. al-Furqōn [25]: 74)
“Wahai Robbku, berilah aku
dari sisi-Mu seorang anak
yang baik. Sesungguhnya
Engkau Maha Pendengar
doa.” (QS. Āli ‘Imrōn [3]:
38)
1. Mengetahui dan
mengkaji karakter utama
keluarga SAMARA.
Secara umum adalah
dengan mempelajari “Fiqih
Rumah Tangga” dalam
Islam yang telah banyak
dikupas oleh para ulama.
Dan spesifiknya adalah
dengan mengetahui
interpretasi atau penafsiran
dari QS. ar-Rūm [31]: 21.
Dalam hal ini, Ibnu Katsir
berkata:
“Sakīnah terealisasi karena
adanya keharmonisan di
antara dua insan
berlawanan jenis kelamin
dari sesama manusia.
Sedangkan mawaddah
berarti kecintaan yang tulus
(mah abbah ), dan rohmah
adalah kelemah-lembutan
(ro’fah ).”
1. Berbekal dengan ilmu.
Selain ilmu tentang
kehidupan berumah tangga
dan hal-hal yang terkait
dengannya –termasuk
tentang keluarga SAMARA–,
namun yang lebih penting
lagi adalah ilmu tentang
trilogi ilmu ( ushūl tsalātsah)
dalam Islam, yaitu
mengenal ( ma’rifah ) Alloh ,
Rosul-Nya  dan ma’rifah
Islam sebagai agamanya.
Ilmu tersebut tiada lain
adalah ilmu yang
bermanfaat yang bersumber
dari al-Qur’an, Sunnah
Rosululloh dan dari
konsensus (ijma’ ) para
Sahabat.
Berbekal ilmu juga berarti
mengikis kebodohan, salah
satunya adalah dengan
bertanya atau
berkonsultasi.
Alloh berfirman:
“…Maka bertanyalah kepada
orang yang mempunyai
pengetahuan jika kalian
tidak mengetahui.” (QS. an-
Nah l [16]: 43)
Rosululloh bersabda:
)) ﺃَﻻَ ﺳَﺄَﻟُﻮْﺍ ﺇِﺫْ ﻟَﻢْ ﻳَﻌْﻠَﻤُﻮْﺍ، ﻓَﺈِﻧَّﻤَﺎ
ﺷِﻔَﺎﺀُ ﺍﻟْﻌَﻲِّ ﺍﻟﺴُّﺆَﺍﻝُ ((
“Mengapa mereka tidak
bertanya jika tidak tahu?
Sesungguhnya obat dari
kebodohan adalah
bertanya!” (HR. Abū Dāwud
dan Ibnu Mājah;
dihasankan al-Albānī)
1. Berhias dengan akhlak
mulia.
Akhlak mulia harus menjadi
landasan utama dalam
menjalin interaksi antara
pasutri dalam mengarungi
bahtera rumah tangga dan
menyelami biduk
kehidupannya.
Alloh berfirman:
“…Dan bergaullah dengan
mereka secara patut….”
(QS. an-Nisa’ [4]: 19)
Tentang penafsiran ayat ini,
Ibnu Katsir  berkata:
“Maksudnya, santunkanlah
ucapan kalian (suami)
kepada mereka (istri) serta
baguskanlah perbuatan dan
tingkah laku kalian sesuai
dengan kesanggupan kalian.
Sebagaimana kalian pun
menyukai bila mendapatkan
(perlakuan baik) itu dari
mereka, maka berlakulah
kalian terhadap mereka
dengan (perlakuan baik)
pula, sebagaimana Alloh
berfirman:
“…Dan para wanita
mempunyai hak yang
seimbang dengan
kewajibannya menurut cara
yang ma’ruf….” (QS. al-
Baqoroh [2]: 228)
Dan sebagaimana sabda
Rosululloh :
)) ﺧَﻴْﺮُﻛُﻢْ ﺧَﻴْﺮُﻛُﻢْ ﻟِﺄَﻫْﻠِﻪِ ﻭَﺃَﻧَﺎ
ﺧَﻴْﺮُﻛُﻢْ ﻟِﺄَﻫْﻠِﻲْ ((
“Sebaik-baik kalian adalah
yang terbaik dalam bersikap
terhadap keluarganya. Dan
aku adalah orang yang
terbaik bagi keluargaku.”
(HR. at-Tirmidzī, Ibnu
Mājah dan Ibnu H ibbān;
dishohihkan al-Albānī) .”
1. Memilih pasangan yang
tepat.
Dalam hal ini, standar wajib
yang harus dipenuhi adalah
berdasarkan kebaikan
agama dan kemuliaan
akhlak. Sedangkan nilai
lebih atau plusnya yang
dihukumi tidak wajib, hanya
boleh saja, adalah berasal
dari keturunan baik-baik,
keluarga yang subur dan
banyak anak, memiliki paras
(rupa wajah) yang cukup
menarik dan cocok di hati,
tidak mesti harus jelita,
rupawan, cantik, tampan
dan nilai plus lainnya.
Ingat, yang paling penting
adalah agama dan
akhlaknya baik!
Dalam hal ini, Rosululloh
bersabda:
)) ﺗُﻨْﻜَﺢُ ﺍﻟْﻤَﺮْﺃَﺓُ ﻟِﺄَﺭْﺑَﻊٍ: ﻟِﻤَﺎﻟِﻬَﺎ
ﻭَﻟِﺤَﺴَﺒِﻬَﺎ ﻭَﺟَﻤَﺎﻟِﻬَﺎ ﻭَﻟِﺪِﻳﻨِﻬَﺎ،
ﻓَﺎﻇْﻔَﺮْ ﺑِﺬَﺍﺕِ ﺍﻟﺪِّﻳﻦِ ﺗَﺮِﺑَﺖْ ﻳَﺪَﺍﻙَ ((
“Wanita dinikahi karena
empat hal, yaitu karena
kekayaan, keturunan,
kecantikan dan karena
agamanya. Maka
beruntunglah seorang lelaki
yang menikahi wanita
karena agamanya.” (HR. al-
Bukhōrī dan Muslim)
Dalam hadits tersebut di
atas, Rosululloh tidak
pernah menolak sama sekali
satu kriteria pilihan dari
tiga hal yang pertama.
Karena masing-masingnya
memang memiliki peran dan
mampu memberikan
kepuasan tersendiri bagi
tiap pasangan pasutri,
sesuai dengan
kecenderungannya.
Ketika Rosululloh ditanya
tentang “Siapakah wanita
terbaik (yang layak dinikahi)
itu?”, maka beliau
menjawab:
)) ﺍﻟَّﺘِﻲ ﺗَﺴُﺮُّﻩُ ﺇِﺫَﺍ ﻧَﻈَﺮَ ﺇِﻟَﻴْﻬَﺎ،
ﻭَﺗُﻄِﻴﻌُﻪُ ﺇِﺫَﺍ ﺃَﻣَﺮَ، ﻭَﻟَﺎ ﺗُﺨَﺎﻟِﻔُﻪُ
ﻓِﻴﻤَﺎ ﻳَﻜْﺮَﻩُ ﻓِﻲ ﻧَﻔْﺴِﻬَﺎ ﻭَﻟَﺎ ﻓِﻲ
ﻣَﺎﻟِﻪِ ((
“Yaitu wanita yang
menyenangkan suami ketika
memandangnya, menaatinya
ketika diperintah dan tidak
menyelisihinya terhadap hal
yang tidak disukainya, baik
pada dirinya maupun harta
bendanya.” (HR. Ah mad,
an-Nasā’ī dan al-H ākim)
Demikianlah 7 langkah awal
yang mudah-mudahan
dapat membantu dalam
mewujudkan kehadiran
keluarga SAMARA serta
mampu membangunkan
kuantitas dan kualitasnya
sekaligus. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar