Selasa, 16 Juni 2015

Mengagungkan syiar islam

Haruskah Orang Kafir yang tidak
Berpuasa Dihormati?
PANJIMAS.COM – Seringkali orang
berlindung dengan kata toleransi
dengan maksud menihilkan aturan
syariat islam. Di bali, muslimah
dilarang berjilbab. Lembaga keuangan
syariah digugat keberadaannya.
Karyawan muslim, kurang
mendapatkan kebebasan dalam
beribadah. Semua beralasan dengan
satu kata, toleransi.
Di kupang, NTT, keberadaan masjid
digugat. Untuk mendirikan masjid
baru, prosedurnya sangat dipersulit.
Demi toleransi.
Di daerah muslim minoritas, orang
islam sering mejadi ‘korban’ penganut
agama lain. Semua untuk mewujudkan
tolerasi.
Sayangnya, ini tidak berlaku untuk
acara nyepi di Bali yang sampai
menutup bandara. Atau topi santa bagi
pegawai, ketika natal.
Kita bisa melihat, adakah reaksi
negatif dari kaum muslimin?
Ini membuktikan bahwa umat islam
Indonesia adalah umat paling toleran.
Semoga Allah melindungi kaum
muslimin dari bahasa para tokoh yang
bersembunyi di balik kata toleransi.
Menjual Makanan Di Siang Hari
Ramadhan
Kita akan menyebutkan beberapa ayat,
yang bisa dijadikan acuan untuk
membahas acara makan di siang hari
ramadhan.
Pertama , Allah melarang kita untuk
ta’awun (tolong-menolong) dalam
dosa dan maksiat.
Allah berfirman,
ﻭَﻟَﺎ ﺗَﻌَﺎﻭَﻧُﻮﺍ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﺈِﺛْﻢِ ﻭَﺍﻟْﻌُﺪْﻭَﺍﻥِ
“Janganlah kalian tolong menolong
dalam dosa dan maksiat.” (QS. al-
Maidah: 2).
Sekalipun anda tidak melakukan
maksiat, tapi anda tidak boleh
membantu orang lain untuk melakukan
maksiat. Maksiat, musuh kita
bersama, sehingga harus ditekan,
bukan malah dibantu.
Tidak berpuasa di siang hari
ramadhan tanpa udzur, jelas itu
perbuatan maksiat. Bahkan dosa
besar. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam pernah diperlihatkan siksaan
untuk orang semacam ini
“Dia digantung dengan mata kakinya
(terjungkir), pipinya sobek, dan
mengalirkan darah.” (HR. Ibnu Hibban,
7491; dishahihkan Al-A’dzami)
Siapapun pelakunya, tidak boleh
didukung. Sampai pun orang kafir.
Karena pendapat yang benar, orang
kafir juga mendapatkan beban
kewajiban syariat. Sekalipun andai
dia beramal, amalnya tidak diterima,
sampai dia masuk islam.
An-Nawawi mengatakan,
ﻭﺍﻟﻤﺬﻫﺐ ﺍﻟﺼﺤﻴﺢ ﺍﻟﺬﻱ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻟﻤﺤﻘﻘﻮﻥ
ﻭﺍﻷﻛﺜﺮﻭﻥ : ﺃﻥ ﺍﻟﻜﻔﺎﺭ ﻣﺨﺎﻃﺒﻮﻥ ﺑﻔﺮﻭﻉ ﺍﻟﺸﺮﻉ ،
ﻓﻴﺤﺮﻡ ﻋﻠﻴﻬﻢ ﺍﻟﺤﺮﻳﺮ ، ﻛﻤﺎ ﻳﺤﺮﻡ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻤﺴﻠﻤﻴﻦ
Pendapat yang benar, yang diikuti oleh
para ulama ahli tahqiq (peneliti) dan
mayoritas ulama, bahwa orang kafir
mendapatkan beban dengan syariat-
syariat islam. Sehingga mereka juga
diharamkan memakai sutera,
sebagaimana itu diharamkan bagi
kaum muslimin. (Syarh Shahih
Muslim, 14/39).
Diantara dalil bahwa orang kafir juga
dihukum karena meninggakan syariat-
syariat islam, adalah firman Allah
ketika menceritakan dialog penduduk
surga dengan penduduk neraka,
ﺇِﻟَّﺎ ﺃَﺻْﺤَﺎﺏَ ﺍﻟْﻴَﻤِﻴﻦِ ‏( ‏) ﻓِﻲ ﺟَﻨَّﺎﺕٍ ﻳَﺘَﺴَﺎﺀَﻟُﻮﻥَ ‏( ‏)
ﻋَﻦِ ﺍﻟْﻤُﺠْﺮِﻣِﻴﻦَ ‏( ‏) ﻣَﺎ ﺳَﻠَﻜَﻜُﻢْ ﻓِﻲ ﺳَﻘَﺮَ ‏( ‏) ﻗَﺎﻟُﻮﺍ
ﻟَﻢْ ﻧَﻚُ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻤُﺼَﻠِّﻴﻦَ ‏( ‏) ﻭَﻟَﻢْ ﻧَﻚُ ﻧُﻄْﻌِﻢُ ﺍﻟْﻤِﺴْﻜِﻴﻦَ
Kecuali golongan kanan ( ) berada di
dalam syurga, mereka tanya menanya
( )
tentang (keadaan) orang-orang kafir
( ) Apakah yang memasukkan kamu ke
dalam Saqar (neraka)?” ( )
Mereka menjawab: “Kami dahulu tidak
termasuk orang-orang yang
mengerjakan shalat ( )
dan kami tidak (pula) memberi makan
orang miskin. (QS. al-Muddatsir: 39 –
44)
Dalam obrolan pada ayat di atas, Allah
menceritakan pertanyaan penduduk
surga kepada penduduk neraka, ‘Apa
yang menyebabkan kalian masuk
neraka?’
Jawab mereka: “Karena kami tidak
shalat dan tidak berinfak.”
Padahal jika mereka shalat atau infak,
amal mereka tidak diterima.
Inilah yang menjadi landasan fatwa
para ulama yang melarang menjual
makanan kepada orang kafir ketika
ramadhan. Karena dengan begitu,
berarti kita mendukungnya untuk
semakin berbuat maksiat.
Dalam Hasyiah Syarh Manhaj at-
Thullab dinyatakan,
ﻭﻣﻦ ﺛﻢ ﺃﻓﺘﻰ ﺷﻴﺨﻨﺎ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﺍﻟﺸﻬﺎﺏ ﺍﻟﺮﻣﻠﻲ
ﺑﺄﻧﻪ ﻳﺤﺮﻡ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻤﺴﻠﻢ ﺃﻥ ﻳﺴﻘﻲ ﺍﻟﺬﻣﻲ ﻓﻲ
ﺭﻣﻀﺎﻥ ﺑﻌﻮﺽ ﺃﻭ ﻏﻴﺮﻩ، ﻷﻥ ﻓﻲ ﺫﻟﻚ ﺇﻋﺎﻧﺔ
ﻋﻠﻰ ﻣﻌﺼﻴﺘﻪ
Dari sinilah, guru kami Muhammad bin
Syihab ar-Ramli, mengharamkan
setiap muslim untuk memberi minum
kafir dzimmi di bulan ramadhan, baik
melalui cara diupah atau selainnya,
karena hal itu adalah bentuk
pertolongan dalam maksiat.
(Hasyiah al-Jamal ‘ala Syarh Manhaj
at-Thullab , 10/310)
Kedua, Allah memerintahkan kita
untuk mengagungkan semua syiar
islam
ﺫَﻟِﻚَ ﻭَﻣَﻦْ ﻳُﻌَﻈِّﻢْ ﺷَﻌَﺎﺋِﺮَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻓَﺈِﻧَّﻬَﺎ ﻣِﻦْ ﺗَﻘْﻮَﻯ
ﺍﻟْﻘُﻠُﻮﺏِ
Demikianlah (perintah Allah). Dan
barangsiapa mengagungkan syi’ar-
syi’ar Allah, maka sesungguhnya itu
timbul dari ketakwaan hati (QS. al-
Hajj: 32)
Bulan ramadhan, termasuk syiar
islam. Di saat itulah, kaum muslimin
sedunia, serempak melakukan puasa.
Karena itu, menjalankan puasa bagian
dari mengagungkan ramadhan.
Hingga orang yang tidak berpuasa, dia
tidak boleh secara terang-terangan
makan-minum di depan umum,
disaksikan oleh masyarakat lainnya.
Tindakan semacam ini, dianggap tidak
mengagungkan kehormatan ramadhan.
Dulu para sahabat, mengajak anak-
anak mereka yang masih kecil, untuk
turut berpuasa. Sehingga mereka tidak
makan minum di saat semua orang
puasa.
Sahabat Rubayi’ bintu Mu’awidz
menceritakan bahwa pada pagi hari
Asyura, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam mengutus beberapa
sahabat ke berbagai kampung di
sekitar Madinah, memerintahkan
mereka untuk puasa.
ﻓَﻜُﻨَّﺎ ﺑَﻌْﺪَ ﺫَﻟِﻚَ ﻧَﺼُﻮﻣُﻪُ ﻭَﻧُﺼَﻮِّﻡُ ﺻِﺒْﻴَﺎﻧَﻨَﺎ ﺍﻟﺼِّﻐَﺎﺭَ
ﻣِﻨْﻬُﻢْ
Kemudian kami melakukan puasa
setelah itu dan kami mengajak anak-
anak kami untuk turut berpuasa.
Rubayi’ melanjutkan,
ﻓَﻨَﺠْﻌَﻞُ ﻟَﻬُﻢُ ﺍﻟﻠُّﻌْﺒَﺔَ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻌِﻬْﻦِ ﻓَﺈِﺫَﺍ ﺑَﻜَﻰ ﺃَﺣَﺪُﻫُﻢْ
ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﻄَّﻌَﺎﻡِ ﺃَﻋْﻄَﻴْﻨَﺎﻫَﺎ ﺇِﻳَّﺎﻩُ ﻋِﻨْﺪَ ﺍﻹِﻓْﻄَﺎﺭِ
Kami buatkan untuk mereka mainan
dari kapas. Jika mereka menangis
minta makan, kami berikan boneka itu
ketika waktu berbuka. (HR. Muslim no.
2725).
Kita bisa tiru model pembelajaran
yang diajarkan para sahabat. Sampai
anak-anak yang masih suka main
boneka, diajak untuk berpuasa.
Karena menghormati kemuliaan
ramadhan.
Orang yang udzur, yang tidak wajib
puasa, jelas boleh makan minum
ketika ramdhan. Tapi bukan berarti
boleh terang-terangan makan minum
di luar. Sementara membuka rumah
makan di siang ramadhan, lebih parah
dibandingkan sebatas makan di tempat
umum.
Karena alasan inilah, para ulama
memfatwakan untuk menutup rumah
makan selama ramadhan.
Dalam fatwa Syabakah Islamiyah
dinyatakan,
ﻭﻗﺪ ﺃﻓﺘﻰ ﺟﻤﺎﻋﺔ ﻣﻦ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﺑﻮﺟﻮﺏ ﺇﻏﻼﻕ
ﺍﻟﻤﻄﺎﻋﻢ ﻓﻲ ﻧﻬﺎﺭ ﺭﻣﻀﺎﻥ ، ﻭﺍﻟﻠﻪ ﺃﻋﻠﻢ
Para ulama memfatwakan, wajibnya
menutup warung makan di siang hari
ramadhan. Allahu a’lam .
(Fatawa Syabakah Islamiyah, no.
2097). Wallahu a’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar