Sabtu, 13 Juni 2015

Tegas dalam kebenaran lembut dalam pergaulan..

Tegas dalam Kebenaran
Lembut dalam Pergaulan

Disebutkan dalam kitab “Umar bin
Al-Khaththab Al-Watsiqah Al-
Khalidah lid-Din Al-Khalid”, Abdul
Karim Al-Khathib. Bahwa Khalifah
Umar berkhutbah di hadapan
manusia untuk pertama kalinya sejak
mendapat amanah sebagai khalifah,
“Aku mendapatkan kabar bahwa
sebagian orang takut akan
ketegasanku dan takut terhadap
kekerasanku.”
Mereka mengatakan, “Umar bersikap
keras ketika Rasulullah Shallallahu
alaihi wasallam masih berada di
tengah-tengah kita. Kemudian dia
bersikap keras ketika Abu Bakar
menjadi pemimpin kita; lalu
bagaimana halnya jika dia menjadi
pemimpin?”
Siapa yang mengatakan demikian,
maka ia berkata benar.
Sesungguhnya aku bersama
Rasulullah sebagai pembantu dan
pelayan beliau, dan beliau adalah
orang yang sifatnya lembut dan
kasih sayang.
Allah telah memberinya nama
demikian, dan memberikan
kepadanya dua nama dari nama-
nama-Nya, Ra’uf Rahim (yang belas
kasih dan penyayang). Sedangkan
aku adalah pedang yang terhunus,
hingga beliau menyarungkan aku
atau membiarkanku. Aku terus
seperti itu hingga Rasulullah wafat
dalam keadaan beliau ridha
kepadaku, alhamdulillah.
Dan aku sangat berbahagia dengan
hal itu. Kemudian Abu Bakar
memimpin urusan kaum muslimin,
dan dia adalah orang yang tidak
kalian pungkiri kemurahan dan
kelembutannya. Aku sebagai
pembantunya dan pembelanya, aku
campurkan kekerasanku pada
kelembutannya. Aku adalah pedang
yang terhunus hingga dia
menyarungkanku atau
membiarkanku, dan aku terus seperti
itu. Aku tetap demikian bersamanya
hingga dia wafat dalam keadaan
ridha kepadaku, dan aku sangat
bahagia dengan hal itu.
Kemudian aku memimpin urusan
kalian, wahai manusia, dan
ketahuilah bahwa kekerasan ini bisa
jadi semakin berlipat, tetapi itu
hanyalah berlaku atas kezhaliman
dan bagi yang melampui batas
terhadap kaum muslimin.
Adapun terhadap orang yang lurus,
menjaga agama dan keutamaan,
maka aku berusaha lebih lembut
kepada mereka daripada sebagian
mereka atas sebagian yang lain. Aku
tidak membiarkan seseorang
menzhalimi selainnya atau melampui
batas terhadapnya, hingga aku
meletakkan pipinya di atas tanah
dan aku meletakkan telapak kakiku di
atas pipinya yang lain hingga ia
tunduk kepada kebenaran…”
Begitulah sisi unggul Umar bin
Khathab yang mampu memadukan
dengan serasi; ketegasan dalam
menegakkan kebenaran dan
kelembutan dalam pergaulan.
Selayaknya kita belajar kepada tokoh
ini, karena beliau telah dikabarkan
Nabi shallallahu alaihi wasallam
akan masuk jannah. Bahkan istana
megah di jannah telah dibangun
untuk beliau. Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam bersabda,
ﺩَﺧَﻠْﺖُ ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔَ ﻓَﺈِﺫَﺍ ﺃَﻧَﺎ ﺑِﻘَﺼْﺮٍ
ﻣِﻦْ ﺫَﻫَﺐٍ ﻓَﻘُﻠْﺖُ ﻟِﻤَﻦْ ﻫَﺬَﺍ
ﺍﻟْﻘَﺼْﺮُ ﻗَﺎﻟُﻮﺍ ﻟِﺸَﺎﺏٍّ ﻣِﻦْ
ﻗُﺮَﻳْﺶٍ ﻓَﻈَﻨَﻨْﺖُ ﺃَﻧِّﻰ ﺃَﻧَﺎ ﻫُﻮَ
ﻓَﻘُﻠْﺖُ ﻭَﻣَﻦْ ﻫُﻮَ ﻓَﻘَﺎﻟُﻮﺍ
ﻋُﻤَﺮُ ﺑْﻦُ ﺍﻟْﺨَﻄَّﺎﺏِ
“Aku masuk jannah, dan aku
mendapati ada istana dari emas,
lalu aku bertanya, “Milik siapakah
istana ini?” Dijawab, “Ini milik
seorang pemuda dari Quraisy”, saya
mengira itu adalah istana untukku,
lalu saya bertanya, “Siapakah
pemuda itu?” Dijawab, “Umar bin
Khattab.” (HR Tirmidzi dan Ahmad)
Tegas dalam Kebenaran
Para sahabat memiliki unggulan
amal yang berbeda-beda, dan nabi
shallallahu alaihi wasallam
menyebut sisi unggul Umar bin
Khathab adalah pada ketegasannya
dalam menegakkan agama Allah.
Beliau bersabda,
ﺃَﺭْﺣَﻢُ ﺃُﻣَّﺘِﻲ ﺑِﺄُﻣَّﺘِﻲ ﺃَﺑُﻮ ﺑَﻜْﺮٍ
ﻭَ ﺃَﺷَﺪُّﻫُﻢْ ﻓِﻲ ﺃَﻣْﺮِ ﺍﻟﻠﻪِ
ﻋُﻤَﺮُ
“Umatku yang paling penyayang
adalah Abu Bakar dan yang paling
tegas dalam menegakkan agama
Allah adalah Umar.” (HR. Tirmidzi(
Bahkan saking tegasnya, membuat
setan pun lari dari beliau,
sebagaimana tersebut dalam banyak
hadits tentang hal ini.
Poin penting yang bisa kita ambil
dari karakter beliau adalah, bahwa
ketegasan dalam kebenaran adalah
unggulan amal yang bisa
mengantarkan pemiliknya ke dalam
jannah. Alangkah pentingnya
karakter ini disandang oleh umat,
dan alangkah mendesaknya
kebutuhan umat ini akan sosok
pemimpin semisal Umar yang tanpa
tedeng aling-aling menyuarakan
kebenaran dan menegakkannya,
menolak kebatilan dan
memeranginya.
Terlebih kita hidup di zaman, di
mana orang yang berpegang kepada
agamanya seperti qabidhul jamr,
menggenggam bara api, digenggam
terasa panas tapi jika dilepaskan
akan mati.
Tak hanya para pemimpin yang
harus memiliki ketegasan. Masing-
masing diri bahkan membutuhkan
ketegasan untuk membimbing
nafsunya di atas ketaatan, dan
ketegasan dalam mengambil
keputusan untuk konsisten di atas
kebenaran. Meskipun harus berbeda
dengan kebanyakan orang, atau
bahkan menjadi sasaran kecurigaan
atau olok-olokan. Karena alam pikir
dan keberpihakan mayoritas belum
condong kepada syariat. Sifat
gamang dan mental ‘tempe’ tak akan
sanggup menahan beban ketaatan di
zaman fitnah.
Karena itulah, Allah menggambarkan
karakter generasi terbaik yang
mencintai Allah dan Rasul-Nya,
sekaligus Allah dan rasul-Nya
mencintai mereka, yang salah satu
karakternya adalah “wa laa
yakhaafuuna lau mata la’im”, tidak
takut akan celaan dari orang yang
suka mencela. (Lihat QS al-Maidah
54)
Ibnu Katsier dalam tafsirnya
menjelaskan makna dari sifat
tersebut, “Yakni tak ada sesuatu
yang menjadikan mereka mundur
dari ketaatan kepada Allah,
memerangi musuh-musuh Allah,
menegakkan hukum-Nya, menyuruh
yang ma’ruf dan mencegah yang
munkar. Tak ada sesuatupun yang
bisa menghalangi mereka, dan tidak
pula menggoyahkan pendirian
mereka meski celaan dan hinaan
tertuju atas mereka.”
Ketegasan lebih dibutuhkan lagi
untuk menolak kemaksiatan dan
kebatilan. Padahal kebatilan sering
datang dengan wajah menawan,
menyenangkan dan menggiurkan.
Belum lagi, untuk menolaknya kerap
berlawanan dengan budaya
masyarakat luas. Sehingga rasa
sungkan menghantui seseorang
untuk meninggalkan kemaksiatan.
Rasa sungkan bukan saja
menghalangi banyak kebaikan, tapi
juga menjadi penyebab terjadinya
banyak pelanggaran. Banyak orang
yang secara ilmu sudah paham
tentang haramnya sesuatu, tapi ia
tidak bisa meninggalkannya karena
sungkan, takut menyinggung
perasaan orang, atau khawatir
penghargaan orang kepadanya
menjadi berkurang. Maka
dibutuhkan ketegasan yang mampu
mengalahkan rasa takut atau
sungkan untuk mengatakan ‘Tidak’
kepada kemaksiatan.
Tapi, Lembutlah dalam Pergaulan
Sifat tegas tidak mengharuskan
hilangnya sifat kelembutan,
keduanya tak harus bertentangan.
Masing-masing dibutuhkan sesuai
tuntutan kondisional. Seperti Umar
bin Khathab yang dikenal tegas itu
juga sekaligus sebagai orang yang
sangat lembut hatinya. Beliau
mudah meneteskan air mata karena
takut kepada Allah. Hingga tampak
jelas garis di wajah beliau bekas
banyaknya menangis karena takut
kepada Allah.
Beliau juga sangat mengasihi
rakyatnya ketika menjadi khalifah,
dan berlaku lembut kepada mereka.
Ketika menjadi khalifah, banyak
kisah yang menunjukkan kelembutan
hatinya. Hatinya sangat tergerak
setiap melihat berbagai keadaan
yang mengusik kenyamanan
rakyatnya. Beliau sering meronda di
malam hari untuk melihat secara
langsung, apakah masih ada rakyat
yang belum tersejahterakan. Dan
kisah tentang hal ini tersebar dalam
riwayat-riwayat yang shahih tentang
beliau.
Maka jika kita memahami diri
memiliki sifat tegas dan peka
terhadap adanya penyimpangan,
maka jangan hilangkan sisi
kelembutan dalam dakwah dan
pergaulan.
Akan sangat indah ketika
kelembutan menjadi hiasan dalam
keluarga yang dilukis dalam bingkai
taat. Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam bersabda,
ﺇِﺫَﺍ ﺃَﺭَﺍﺩَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﺰَّ ﻭَﺟَﻞَّ ﺑِﺄَﻫْﻞِ
ﺑَﻴْﺖٍ ﺧَﻴْﺮًﺍ ﺃَﺩْﺧَﻞَ ﻋَﻠَﻴْﻬِﻢُ
ﺍﻟﺮِّﻓْﻖَ
“Ketika Allah Azza wa Jalla
menghendaki kebaikan pada sebuah
keluarga, maka Allah akan
memasukkan kelembutan atas
mereka.” (HR Ahmad)
Kelembutan juga menjadi sarana
dakwah yang paling mudah. Karena
manusia cenderung suka dihargai
dan diperlakukan dengan lembut.
Kelembutan Nabi shallallahu alaihi
wasallam dalam dakwah adalah
contoh yang paling ideal untuk
ditiru.
Begitupun ukhuwah akan terjalin
indah ketika sesama muslim berlaku
lembut dan saling menyayangi.
Karena ada kalanya, seseorang yang
dikenal sebagai aktivis Islam
militant, tapi sifat kerasnya tertuju
pula terhadap keluarganya. Sifat
temperamennya juga dilampiaskan
pula kepada sesama muslim saat
berbeda pendapat dengannya, baik
dalam ucapan maupun sikap dan
perbuatan.
Gambaran indah tentang
kelembutan dan ketegasan tercermin
pada generasi pertama islam. Bahwa
sifat tegas dan lembut itu
dibutuhkan pada saatnya yang
tepat. Ketika aturan agama
dilanggar, maka sifat ketegasan
harus ditegakkan. Adapun
kelembutan sangat penting dalam
dakwah dan menjalin ukhuwah
Islamiyah. Sangat pas sekali
gambaran ketika al-Qur’an
menggambarkan para sahabat,
“ Muhammad itu adalah utusan Allah
dan orang-orang yang bersama
dengan Dia adalah keras terhadap
orang-orang kafir, tetapi berkasih
sayang sesama mereka ”(Al-Fath: 29).
Wallahu a’lam bishawab. (Abu Umar
Abdillah)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar