Minggu, 14 Juni 2015

Keutamaan menuntut ilmu

Adab-adab bagi Seorang
Penuntut Ilmu (1)

ﺍﻟﺤﻤﺪ ﻟﻠﻪ ﺭﺏ ﺍﻟﻌﺎﻟﻤﻴﻦ
ﻭﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﺳﻠﻢ
ﻭﺑﺎﺭﻙ ﻋﻠﻰ ﻋﺒﺪﻩ
ﻭﺭﺳﻮﻟﻪ ﻧﺒﻴﻨﺎ ﻣﺤﻤﺪ
ﻭﻋﻠﻰ ﺁﻟﻪ ﻭﺃﺻﺤﺎﺑﻪ
ﺃﺟﻤﻌﻴﻦ ﺃﻣﺎ :ﺪﻌﺑ
Sungguh, saya sangat
bergembira dengan adanya
pertemuan ini yang mudah-
mudahan berberkah bersama
dengan saudara-saudara saya di
lembaga pendidikan ini, para
jajaran pimpinan lembaga
pendidikan ini, para pengajar
serta para pelajar. Saya
memohon kepada Allah untuk
Saya dan untuk semua kaum
muslimin agar diberi taufik
untuk berjalan di atas jalan
yang benar yang mengantarkan
kepada-Nya, dalam ilmu,
amalan dan pengajaran serta
dalam memberikan contoh.
Kemudian setelah itu,
Saya katakan bahwa lembaga
pendidikan ini –segala puji bagi
Allah- sejak berdirinya pada
setiap tahunnya menghasilkan
buah.
ﺗُﺆْﺗِﻲ ﺃُﻛُﻠَﻬَﺎ ﻛُﻞَّ ﺣِﻴﻦٍ
ﺑِﺈِﺫْﻥِ ﺭَﺑِّﻬَﺎ
“Pohon itu memberikan
buahnya pada setiap musim
dengan seizin
Tuhannya.” [Ibrahim: 25]
Dan hal ini telah terwujud
lembaga pendidikan ini –
alhamdulillah-, dan juga saya
lihat untuk saat ini hasilnya
lebih banyak, dan juga lebih
banyak persiapannya, hal ini
menunjukkan kabar baik. Dan
tidaklah diragukan bahwasanya
universitas yang berberkah ini
dengan sekian jurusannya,
semuanya baik dan berkah bagi
negeri ini dan dunia Islam. Ini
semua adalah nikmat dari Allah
terhadap para hamba-Nya dan
bentuk penjagaan syari’at yang
suci ini, sebagaimana firman
Allah Jalla wa ‘Alâ ,
ﺇِﻧَّﺎ ﻧَﺤْﻦُ ﻧَﺰَّﻟْﻨَﺎ ﺍﻟﺬِّﻛْﺮَ ﻭَﺇِﻧَّﺎ
ﻟَﻪُ ﻟَﺤَﺎﻓِﻈُﻮﻥَ
“Sesungguhnya Kami-lah yang
menurunkan Al-Qur`an, dan
sesungguhnya Kami benar-
benar memeliharanya.” [Al-Hijr:
9]
Maka, universitas ini dengan
berbagai jurusannya adalah
benteng yang kokoh dengan
idzin Allah untuk agama ini,
dan lembaga pendidikan ini
telah berupaya, pengorbanan
dan juga telah menghasilkan.
Dan tema pembahasan kita
adalah ‘Adab Penuntut Ilmu’.
Tidak diragukan bahwa
menuntut ilmu adalah pondasi
untuk bisa berkata dan
beramal,
ﻓَﺎﻋْﻠَﻢْ ﺃَﻧَّﻪُ ﻻ ﺇِﻟَﻪَ ﺇِﻻَّ
ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻭَﺍﺳْﺘَﻐْﻔِﺮْ ﻟِﺬَﻧْﺒِﻚَ
ﻭَﻟِﻠْﻤُﺆْﻣِﻨِﻴﻦَ ﻭَﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻨَﺎﺕِ
“Maka ketahuilah, bahwa
sesungguhnya tidak ada Ilah
(sesembahan, tuhan) yang
berhak disembah selain Allah
dan mohonlah ampunan bagi
dosamu dan bagi (dosa) orang-
orang mukmin, laki-laki dan
perempuan.” [Muhammad: 19]
Maka, di ayat ini dimulai
dengan perintah untuk berilmu
sebelum berucap dan beramal,
sebagaimana ucapan Iman
Bukhari rahimahullâh dalam
shahihnya. Dan keutamaan
menuntut ilmu juga dijelaskan
sangat banyak dalam Al-Qur`an
dan Sunnah serta dalil-dalil
darinya sebagaimana yang telah
kalian dengarkan dari yang
terhormat Kepala Lembaga
Pendidikan tadi. Di antara
firman Allah Subhânahu wa
Ta’âlâ ,
ﻭَﻣَﺎ ﻛَﺎﻥَ ﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻨُﻮﻥَ
ﻟِﻴَﻨْﻔِﺮُﻭﺍ ﻛَﺎﻓَّﺔً ﻓَﻠَﻮْﻻ ﻧَﻔَﺮَ
ﻣِﻦْ ﻛُﻞِّ ﻓِﺮْﻗَﺔٍ ﻣِﻨْﻬُﻢْ
ﻃَﺎﺋِﻔَﺔٌ ﻟِﻴَﺘَﻔَﻘَّﻬُﻮﺍ ﻓِﻲ
ﺍﻟﺪِّﻳﻦِ ﻭَﻟِﻴُﻨْﺬِﺭُﻭﺍ ﻗَﻮْﻣَﻬُﻢْ
ﺇِﺫَﺍ ﺭَﺟَﻌُﻮﺍ ﺇِﻟَﻴْﻬِﻢْ
ﻟَﻌَﻠَّﻬُﻢْ ﻳَﺤْﺬَﺭُﻭﻥَ
“Tidak sepatutnya bagi
mukminin itu pergi semuanya
(ke medan perang). Mengapa
tidak pergi dari tiap-tiap
golongan di antara mereka
beberapa orang untuk
memperdalam pengetahuan
mereka tentang agama dan
untuk memberi peringatan
kepada kaumnya apabila
mereka telah kembali
kepadanya, supaya mereka itu
dapat menjaga dirinya.” [At-
Taubah: 122]
Tidaklah semua orang mudah
baginya untuk menuntut ilmu,
akan tetapi dari setiap
golongan, suku dan dari setiap
negeri serta dari setiap
keluarga ada sebagian dari
mereka, dan sebagian di sini
bisa bermakna sedikit dan
banyak dari sesuatu, yang
mereka itu,
ﻟِﻴَﺘَﻔَﻘَّﻬُﻮﺍ ﻓِﻲ ﺍﻟﺪِّﻳﻦِ
“… memperdalam pengetahuan
mereka tentang agama…”
Inilah yang diinginkan dengan
menuntut ilmu, bukan hanya
sekadar menghapal saja,
menghapal itu adalah wasilah
saja, namun (yang diinginkan
adalah) memperdalam
pengetahuan agama. Betapa
banyak orang yang memiliki
ilmu namun tidak
memahaminya, sehingga yang
menjadi tujuan adalah
memperdalam pemahaman
dalam agama Allah Azza wa
Jalla,
ﻟِﻴَﺘَﻔَﻘَّﻬُﻮﺍ ﻓِﻲ ﺍﻟﺪِّﻳﻦِ
“… untuk memperdalam
pengetahuan mereka tentang
agama….”
Kemudian setelah
memperdalam ilmu agama, ia
kembali kepada kaumnya,
negerinya dan sukunya serta
keluarganya, dan memberi
peringatan kepada mereka
dengan mengajar mereka dan
menyebarkan ilmu kepada
mereka, dengan beginilah
tersebarnya Islam di timur dan
barat, dengan jalan yang
mudah dan ringkas yang di
dalamnya terdapat kebaikan
yang banyak,
ﻭَﻟِﻴُﻨْﺬِﺭُﻭﺍ ﻗَﻮْﻣَﻬُﻢْ ﺇِﺫَﺍ
ﺭَﺟَﻌُﻮﺍ
“…untuk memberi peringatan
kepada kaumnya apabila
mereka telah kembali
kepadanya….”
Yang penting bagimu adalah
dengan memulai dari kaummu.
ﻭَﺃَﻧْﺬِﺭْ ﻋَﺸِﻴﺮَﺗَﻚَ ﺍﻷﻗْﺮَﺑِﻴﻦَ
“Dan berilah peringatan kepada
kerabat-kerabatmu yang
terdekat.” [Asy-Syu’arâ`: 214]
Dimulai dari mereka, kemudian
melebar kebaikan itu dari
mereka kepada selainnya,
demikian seterusnya.
ﻭَﻟِﻴُﻨْﺬِﺭُﻭﺍ ﻗَﻮْﻣَﻬُﻢْ ﺇِﺫَﺍ
ﺭَﺟَﻌُﻮﺍ ﺇِﻟَﻴْﻬِﻢْ ﻟَﻌَﻠَّﻬُﻢْ
ﻳَﺤْﺬَﺭُﻭﻥَ
“…dan untuk memberi
peringatan kepada kaumnya
apabila mereka telah kembali
kepadanya, supaya mereka itu
dapat menjaga dirinya.”
Dan Nabi shallallâhu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
“Barangsiapa yang menempuh
suatu jalan untuk mencari ilmu
dengannya, maka Allah akan
mudahkan untuknya jalan
menuju syurga.”
Langkah demi langkah ia
tempuh dalam menuntut ilmu,
akan mudah baginya jalan
tersebut ke surga bagi seorang
penuntut ilmu. Dan bukanlah
seorang penuntut ilmu itu
hanya dengan membaca kita/
buku, namun tidak membaca
Al-Qur`an, bukan pula hanya
dengan duduk di rumahnya dan
hanya membaca, tidaklah
demikian. Haruslah ia
menempuh perjalanan untuk
menuntut ilmu, haruslah
baginya untuk duduk bersama
para ulama, haruslah baginya
mendatangi tempat-tempat
belajar, dan yang seperti ini
tentunya membutuhkan
perjuangan dan kesabaran serta
menanggung berbagai
kesulitan. Maka seorang
penuntut ilmu haruslah ada
perjuangan, mengorbankan
waktu santainya untuk
mengumpulkan segala ilmu
yang ia pelajari.
ﻧَﻔَﺮَ ﻣِﻦْ ﻛُﻞِّ ﻓِﺮْﻗَﺔٍ
ﻣِﻨْﻬُﻢْ ﻃَﺎﺋِﻔَﺔٌ
“…dari tiap-tiap golongan di
antara mereka beberapa
orang…”
Jalan ini adalah jalan yang
ditempuh untuk mencari ilmu,
inilah tujuannya, yaitu mencari
ilmu dengan menjumpai
ahlinya. Ilmu itu didapatkan
dengan berhadapan langsung
dengan ahlinya dan juga
dengan menulis, mendapatkan
ilmu itu bukanlah hanya
dengan menghadap kitab tetapi
juga menjumpai para ulama,
“…untuk mencari ilmu
dengannya, maka Allah akan
mudahkan untuknya jalan
menuju surga.”
Akan mudah baginya jalan
menuju surga, apabila benar
niatnya maka ia akan berjalan
menuju surga. Tidaklah ia
berambisi kepada perkara
lainnya, namun ia pergi menuju
surga, bila adanya perkara lain
dari perkara-perkara duniawi
maka itu hanyalah perkara yang
bisa membantunya yang Allah
Azza wa Jalla berikan untuknya.
Akan tetapi bukanlah perkara
duniawi tersebut yang menjadi
ambisi niat utamanya, hanya
saja untuk membantunya dalam
menuntut ilmu.
Adapun adab-adab dalam
menuntut ilmu:
Yang pertama dan pondasinya
adalah niat.
Nabi shallallâhu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
“Sesungguhnya amalan-amalan
itu berdasarkan niatnya, dan
bagi setiap orang itu akan
mendapatkan balasan
berdasarkan niatnya.
Barangsiapa yang berniat
dengan hijrahnya itu karena
Allah dan Rasul-Nya, maka
hijrahnya untuk Allah dan
Rasul-Nya. Dan barangsiapa
hijrahnya untuk duniawi dan
isinya atau untuk wanita yang
ingin ia nikahi maka hijrahnya
berdasarkan tujuan hijrahnya
tersebut.”
Allah akan memperlakukannya
berdasarkan niatnya. Tidaklah
ada yang tersembunyi dari-Nya
sedikitpun, bahkan segala yang
ada di dalam hati, Ia
mengetahui niat-niat dan
tujuan, maka Ia akan
memperlakukan setiap orang
berdasarkan niatnya. Dan hal
ini lebih ditekankan untuk
diperhatikan bagi seorang
penuntu ilmu agar ia
mengikhaskan niatnya hanya
karena Allah, menuntut ilmu
karena Allah, bukan karena
selainnya. Jika ia menuntut
ilmu karena Allah, maka Allah
akan memudahkannya serta
akan membantunya dan juga
akan memberi taufik kepadanya,
“…dan bagi setiap orang itu
akan mendapatkan balasan
berdasarkan niatnya…”
Maka hendaknya ia
mengiklashkan niatnya hanya
karena Allah Azza wa Jalla agar
ia teranggap beribadah dalam
menuntuk ilmu itu, ia
teranggap beribadah dengan ia
keluar dari rumahnya untuk
menuntut ilmu hingga ia
kembali. Dan menuntut ilmu
itu lebih utama dari amal
ibadah yang bersifat sunnah,
lebih utama dari shalat malam,
puasa di siang hari, karena
manfaat yang lahir darinya
bersifat menyeluruh mengenai
orang lain. Adapun amalan
ibadah tersebut
kemanfaatannya hanya terbatas
didapatkan oleh orang yang
mengamalkannya saja tidak
didapatkan oleh orang
selainnya. Sehingga menuntut
ilmu itu lebih utama daripada
amal ibadah yang bersifat
sunnah. Kedudukan menuntut
ilmu itu di bawah kedudukan
jihad di jalan Allah, bahkan
menuntut ilmu itu bisa masuk
ke dalam salah satu (dari)
jenis-jenis jihad di jalan Allah.
Dan jihad di jalan Allah itu
terwujud berdasarkan ilmu,
haruslah dengan ilmu.
Sehingga, haruslah ia berniat
dengan ikhlas karena Allah Azza
wa Jalla, inilah yang pertama
kali.
Yang kedua, selayaknya bagi
seorang penuntut ilmu
menempuh jalan dengan
bertahap dalam proses ia
belajar, tidak dengan sekaligus
atau tidak dengan
mendahulukan hal-hal yang
bersifat cabang bukan pokok
agama.
Selayaknya ia belajar dari
permulaannya dan dari perkara-
perkara pokok, dasar agama
pada bab-bab pembahasannya,
sehingga ia pun menempuh
jalan dengan bertahap sedikit
demi sedikit. Adapun bagi yang
mendahulukan perkara cabang
dari pembahasan ilmu, dari
sebuah kitab dengan
pembahasan dan pendapat
yang terlalu bertele-tele, lalu ia
membacanya kemudian ia
berkata, “Inilah, saya sedang
menuntut ilmu”, padahal ini
adalah perbuatan
menelantarkan dirinya,
bukanlah menuntut ilmu yang
seperti itu. Tapi metode yang
mencerai-beraikan pikiran.
Haruslah ia menempuh metode
dalam belajar dengan huruf
alif, ba`, … dan seterusnya.
Menuntut ilmu, dari awal
langkahnya ia tempuh dengan
bertahap, dengan melewati
tingkatan-tingkatan ilmu yang
dipelajari. Karena itulah di
setiap universitas, di manapun
juga itu terdiri dari beberapa
tingkatan dan jenjang
pendidikan. Karena ilmu itu
tidaklah diambil dengan
sekaligus. Wajib bagi penuntut
ilmu untuk bertahap dalam
proses ia belajar, dan bagi
pengajar juga memberikan
ilmunya dengan bertahap, juga
dengan sedikit demi sedikit.
Oleh karena inilah para ulama
menulis berbagai matan-matan
(ringkasan) untuk para
penuntut ilmu, memulai
dengannya di hadapan guru-
gurunya: .
ﻭَﻟَﻜِﻦْ ﻛُﻮﻧُﻮﺍ ﺭَﺑَّﺎﻧِﻴِّﻴﻦَ ﺑِﻤَﺎ
ﻛُﻨْﺘُﻢْ ﺗُﻌَﻠِّﻤُﻮﻥَ ﺍﻟْﻜِﺘَﺎﺏَ
ﻭَﺑِﻤَﺎ ﻛُﻨﺘُﻢْ ﺗَﺪْﺭُﺳُﻮﻥَ
“Hendaklah kalian menjadi
orang-orang rabbani, karena
kalian selalu mengajarkan Al-
Kitab dan disebabkan kalian
tetap mempelajarinya.” [Âli
Imrân: 79]
Rabbaniyyûn adalah orang-
orang yang mentarbiyah
(mendidik) para penuntut ilmu
dengan cara bertahap, sedikit
demi sedikit. Para uIama tafsir
menjelaskan bahwa Ar-Rabbaniy
itu adalah seorang yang
mendidik dengan memulai dari
ilmu yang ringan sebelum ilmu
yang beratnya, mendidik para
penuntut ilmu dari
pembahasan yang ringan
sebelum pembahasan yang
beratnya, hingga ia berjalan
dengan bertahap sedikit demi
sedikit. Dan ilmu itu antara
satu dengan yang lainnya saling
menguatkan, sebagaimana
sebuah bangunan yang saling
menguatkan antara satu bagian
dengan bagian lainnya, tegak di
atas pondasi lalu berdiri bagian
lainnya di atas pondasi tadi,
sedikit demi sedikit hingga
menjadi tegak bangunan-
bangunan yang sangat banyak.
Demikian kiranya metode yang
ditempuh oleh penuntut ilmu,
dengan menempuh tahapan
sedikit demi sedikit.
Sehingga wajib bagi penuntut
ilmu untuk bertahap dalam
belajar, dan dalam proses
bertahap tersebut
membutuhkan kesabaran. Ada
sebagian orang yang menjadi
seorang yang ahli ilmu dalam
waktu satu hari atau dalam
hanya satu bulan atau setahun,
ilmu itu bagaikan membajak
ladang dan dasar dari
puncaknya itu apabila engkau
mencurahkan seluruh usiamu
untuk mendapatkannya tidak
akan bisa meraihnya.
ﻭَﻣَﺎ ﺃُﻭﺗِﻴﺘُﻢْ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻌِﻠْﻢِ
ﺇِﻻ ﻗَﻠِﻴﻼ
“Dan tidaklah kalian diberi
pengetahuan melainkan
sedikit.” [Al-Isrâ`: 85]
Maka, butuh akan kesabaran
dan menanggung penderitaan
serta tidak terburu-buru. Dan
orang yang memiliki kesabaran
itu tidak akan bercahaya.
Sehingga, butuh kesabaran
dalam menuntut ilmu, yang
kesabaran itu juga dibutuhkan
dalam waktu yang panjang yang
senantiasa menyertai dalam
proses menuntut ilmu.
(Bersambung)

[Sumber: http://www.
alfawzan.af.org.sa/node/
%2014406 ]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar