Wasiat dan
Pernyataan Para
Imam Ahlus Sunnah
Tentang Berittiba
Oleh: Abdullah bin Abdul Hamid
Al-Atsari
1.Muadz bin Jabal ra berkata,
“Wahai manusia, raihlah ilmu
sebelum ilmu tersebut diangkat!
Ingatlah bahwa diangkatnya ilmu
itu dengan wafatnya ahli ilmu.
Hati-hatilah kamu terhadap bid’ah
tanaththu’ (melampaui batas).
Berpegang teguhlah pada urusan
kamu yang terdahulu (berpegang
teguhlah pada al-Qur’an dan as-
Sunnah).” (Al-Bida’wan Nahyu
‘Anha oleh Ibnu Wadhdhah no.65)
2.Hudzaifah bin al-Yaman ra
berkata, “Setiap ibadah yang tidak
pernah dilakukan oleh Sahabat
Rasulullah saw sebagai ibadah,
maka janganlah kamu lakukan!
Karena generasi pertama itu tidak
memberikan kesempatan kepada
generasi berikutnya untuk
berpendapat (dalam masalah
agama). Bertakwalah kepada Allah
wahai para qurra’ (ahlul qira’ah)
dan ambillah jalan orang-orang
sebelum kami!” (Diriwayatkan oleh
Ibnu Baththah dalam kitabnya al-
Ibaanah)
3.Abdullah bin Mas’ud ra berkata,
“Barangsiapa mengikuti jejak
(seseorang) maka ikutilah jejak
orang-orang yang telah wafat,
mereka adalah para Sahabat
Muhammad saw. Mereka adalah
sebaik-baik ummat ini, paling baik
hatinya, paling dalam ilmunya dan
paling sedikit berpura-pura.
Mereka adalah suatu kaum yang
telah dipilih Allah untuk menjadi
sahabat Nabi-Nya saw dan
menyebarkan agamanya, maka
berusahalah untuk meniru akhlak
dan cara mereka. Karena mereka
telah berjalan diatas petunjuk
yang lurus. (Dikeluarkan oleh al-
Baghawi dalam kitab Syarhus
Sunnah (I/214) dan Ibnu ‘Abdil
Baar dalam kitabnya Jaami’
Bayaanil ‘Ilmi wa Fadhlih (II/947
no.1810), tahqiq Abul Asybal Samir
az-Zuhairi.)
Dan juga beliau saw, berkata,
“Hendaklah kalian mengikuti dan
janganlah kalian berbuat bid’ah.
Sungguh bagi kalian telah cukup,
berpegang teguhlah pada urusan
yang terdahulu (maksudnya al-
Qur’an dan as-
Sunnah)” (Diriwayatkan oleh ad-
Darimi (I/69), al-Lalika –I dalam
Syarah Ushuul I’tiqaad Ahlis
Sunnah wal Jama’ah (I/96 no.104),
at-Thabrani fil Kabir no.8770, dan
Ibnu Baththah dalam al-Ibaanah
no.175).
4. ‘Abdullah bin ‘Umar ra berkata,
“Senantiasa manusia berada diatas
jalan (yang lurus) selama mereka
mengikuti atsar” (Dikeluarkan oleh
Imam al-Lalika-I dalam kitabnya
Syarah Ushuul I’tiqaad Ahlis
Sunnah wal Jama’ah no.101.
Dan beliau juga berkata, “Setiap
bid’ah adalah sesat, walaupun
manusia mengaggapnya
baik” (Diriwayatkan oleh al-Baihaqi
dalam al-Madkhal ila as-Sunan al-
Kubra (I/180) no.191, Ibnu
Baththah dalam al-Ibaanah no.205
dan al-Lalika-I dalam Syarah
Ushuul I’tiqaad Ahlis Sunnah wal
Jama’ah).
5.Sahabat yang mulia Abu Darda’
ra berkata, “Kamu tidak akan
tersesat selama kamu mengikuti
atsar.” (Diriwayatkan oleh Ibnu
Baththah dalam kitabnya al-
Ibaanah no.232.
6.Amirul Mukminin ‘Ali bin Abi
Thalib ra berkata, “Seandainya
agama itu (berdasarkan) pemikiran,
maka pasti bagian bawah sepatu
khuf lebih utama untuk diusap
daripada bagian atasnya. Akan
tetapi saya melihat Rasulullah saw
mengusap bagian
atasnya.” (Dikeluarkan oleh Ibnu
Abi Syaibah dalam Kitab al-
Mushannaf dan dengan lafazh yang
hampir sama dikeluarkan oleh Abu
Dawud no.162, ad-Daraquthni
7.Abdullah bin Amr bin Ash ra
berkata, “Tidak ada suatu bid’ah
yang dilakukan melainkan bid’ah
tersebut semakin bertambah
banyak. Dan tidak ada suatu
sunnah yang dicabut melainkan
sunnah tersebut bertambah
jauh.” (Diriwayatkan oleh Ibnu
Baththah dalam kitabnya al-
Ibaanah no.227 dan al-Lalika-I
dalam Syarah Ushuul I’tiqaad
Ahlis Sunnah wal Jama’ah no.128.)
8.Dari Abis bin Rabi’ah berkata :
“Saya melihat Umar bin al-
Khaththab ra mencium Hajar
Aswad seraya berkata
:“Sesungguhnya saya mengetahui
bahwa kamu adalah sebuah batu
yang tidak dapat memberi
mudharat maupun manfaat.
Senadainya saya tidak melihat
Rasulullah saw meniummu pasti
saya tidak menciummu.” (HR. al-
Bukhari no.1597 dan Muslim
no.1270 (248) dari Sahabat Umar
bin al-Khaththab.)
9.Khalifah yang adil ‘Umar bin
Abdul Aziz ra berkata, “Berhentilah
kamu di mana para Sahabat
berhenti (dalam memahami nash),
karena mereka berhenti
berdasarkan ilmu dan dengan
penglihatan yang tajam mereka
menahan (diri). Mereka lebih
mampu untuk menyingkapnya dan
lebih patut dengan keutamaan.
Seandainya hal tersebut ada di
dalamnya. Jika kamu katakan,
‘Terjadi (suatu bid’ah) setelah
mereka. Maka tidak diada-adakan
kecuali oleh orang yang
menyelisihi petunjuknya dan
membeci sunnah. Sungguh mereka
telah menyebutkan dalam
petunjuk itu apa yang melegakan
(dada) dan mereka sudah
membicarakannya dengan cukup.
Maka apa yang diatas mereka,
adalah orang yang melelahkan diri.
Dan apa yang dibawahnya, adalah
orang meremehkan. Sungguh ada
suatu kaum yang meremehkan
mereka, lalu mereka menjadi kasar.
Dan ada pula yang melebihi batas
mereka, maka mereka menjadi
berlebih-lebihan. Sungguh para
sahabat itu, diantara kedua jalan
itu (sikap meremehkan dan
berlebih-lebihan), tentu diatas
petunjuk yang lurus.” (Disebutkan
oleh Ibnu Qudamah dalam
kitabnya Lum’atul I’tiqadil Hadi Ila
Sabilir Rasyad yang disyarah oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih al-
Utsaimin hal.41 cet.Maktabah
Adhwa-us Salaf, th. 1415 H.
10.Imam al-Auza’i ra berkata,
“Hendaklah engakau berpegang
dengan atsar orang pendahulu
(Salaf) meskipun orang-orang
menolakmu dan jauhkanlah dirimu
dari pendapat para tokoh
meskipun ia hiasi pendapatnya
dengan perkataan yang mudah,
sesungguhnya hal itu akan jelas
sedang kamu berada diatas jalan
yang lurus. (Dikeluarkan oleh al-
Khatib dalam kitab Sarah Ashhabul
Hadits. (Imam al-Ajurry dalam as-
Syari’ah (I/445) no.127
dishahihkan oleh al-Albani dalam
Mukhtashar al-Uluw lil mam adz-
Dzahabi hal.138, Siyar A’laamin
Nubalaa’ (VII/120) dan Jaami’
Bayaanil ‘Ilmi wa Fadhlihi (II/1071)
no.2077)
11.Ayub as-Sakhtiyani ra berkata,
“Tidaklah Ahlul Bid’ah itu
bertambah sungguh-sungguh
(dalam bid’ahnya), melainkan
semakin bertambah pula
kejauhannya dari
Allah” (Dikeluarkan oleh Ibnu
Wadhdhah dalam al-Bida’wan
Nahyu Anha no.70
12.Hasan bin Athiyyah ra berkata,
“Tidaklah suatu kaum berbuat
bid’ah dalam agamanya melainkan
tercabut dari sunnah mereka
seperti itu pula. (dikeluarkan oleh
al-Lalika-I dalam Syarah Ushuul
I’tiqaad Ahlis Sunnah wal Jama’ah
no.129.)
13.Muhammad bin Sirin ra berkata,
“Orang salaf pernah mengatakan :
“Selama seseorang berada diatas
atsar, maka pastilah dia diatas
jalan (yang lurus). (Dikeluarkan
oleh al-Lalika-I dalam Syarah
Ushuul I’tiwaad Ahlis Sunnah wal
Jama’ah no.109 dan Ibnu Baththah
dalam kitabnya al-Ibaanah no.241.
14.Sufyan ats-Tsauri ra berkata :
“Perbuatan bid’ah lebih dicintai
oleh iblis daripada kemaksiatan
dan pelaku kemaksiatan masih
mungkin dia untuk bertaubat dari
kemaksiatannya sedangkan pelaku
bid’ah sulit untuk bertaubat dari
bid’ahnya”. (Dikeluarkan oleh al-
Baghawi dalam kitab Syarhus
Sunnah dan al-Lalika-I dalam
Syarah Ushuul I’tiqaad Ahlis
Sunnah wal Jama’ah no.238)
15.Abdullah bin al Mubarak ra
berkata, “Hendaknya kamu
bersandar pada atsar dan ambillah
pendapat yang dapat menjelaskan
hadits untukmu.” (Dikeluarkan
oleh al-Bahawi dalam kitab sunan
al-Kubra)
16.Imam asy-Syafi’i ra berkata,
“Semua masalah yang telah saya
katakan tetapi bertentangan
dengan sunnah, maka saya rujuk
saat hidupku dan setelah
wafatku.” (Dikeluarkan oleh al
Khatib dalam kitab al-Faqih wal
Mutafaqqih dan tercantum juga
dalam Manaaqib asy Syafi’i, (I/473)
dan Tawali at-Tas’sis hal.93).
Rabi’ bin Sulaiman berkata :
“Imam asy-Syafi’I pada suatu hari
meriwayatkan hadits, lalu
seseorang berkata kepada beliau :
‘Apakah kamu mengambil hadits
ini wahai Abu ‘Abdillah?’ Beliau
menjawab : “Bilamana saya
meriwayatkan suatu hadits yang
shahih dari Rasulullah saw lalu
saya tidak mengambilnya, maka
saya bersaksi di hadapan kalian
bahwa akalku telah
hilang” (Diriwayatkan oleh Ibnu
Baththah dalam kitabnya al-
Ibaanah dan tercantum juga dalam
Adab asy-Syafi’I hal. 67, al-
Manaaqib asy-Syafi’i, (I/474) dan
Hilyah al-Auliya (IX/106).
17.Dari Nuh al Jaami’ berkata :
Saya bertanya kepada Abu Hanifah
ra : Apakah yang Anda katakan
terhadap perkataan yang dibuat-
buat oleh orang-orang, seperti
A’radh dan Ajsam” beliau
menjawab “Itu adalah perkataan
orang-orang ahli filsafat.
Berpegang teguhlah pada atsar
dan jalan orang salaf. Dan
waspadalah terhadap segala
sesuatu yang diada-adakan, karena
hal tersebut adalah
bid’ah” (Dikeluarkan oleh al Khatib
dalam kitab al-Faqih wal
Mutafaqqih. Lihat manhaj Imam
asy-Syafi’I fii Itsbaatil ‘Aqiidah
(I/75) oleh Dr. Muhammad bin
‘Abdul Wahhab al-Aqill.)
18.Imam Malik bin Anas ra
berkata, “Sunnah itu bagaikan
bahtera Nabi Nuh. Barangsiapa
mengendarainya niscaya dia
selamat. Dan barangsiapa
terlambat dari bahtera tersebut
pasti dia tenggelam.”
Dan beliau juga berkata,
“Seandainya ilmu kalam itu
merupakan ilmu, niscaya para
sahabat dan Tabi’in berbicara
tentang hal itu sebagaimana
mereka bicara tentang hukum dan
syari’at, akan tetapi ilmu kalam itu
bathil yang menujukkan kepada
kebathilan.
Dari Ibnu Majisyuun, dia berkata :
“Saya mendengar Malik berkata:
“Barangsiapa berbuat suatu bid’ah
dalam Islam lalu ia
menganggapnya sebagai suatu
ebaikan, berarti ia telah
menyangka bahwa Muhammad saw
telah berkhianat terhadap risalah.
Karena llah telah berfirman: “Pada
hari ini telah Kusempurnakan
untuk kamu agamamu…” Maka apa-
apa yang saat itu tidak merupakan
agama, maka pada saat ini juga
tidak merupakan agama”
19.Imam Ahmad bin Hanbal ra,
Imam Ahlus Sunnah berkata :Pokok
Sunnah menurut kami (Ahlus
Sunnah wal Jama’ah) adalah :
Berpegang teguh pada apa yang
dilakukan oleh para Sahabat
Rasulullah saw dan mengikuti
mereka serta meninggalkan bid’ah.
Segala bid’ah itu adalah sesat.
20.Dari al-Hasan al-Bashri ra
berkata : “Seandainya seseorang
mendapatkan generasi Salaf yang
pertama kemudian dia yang
dibangkitkan (dari kuburnya) pada
hari ini, dimana orang tersebut
tidak mengenal tentang Islam dan
beliau shalat saja “Kemudian
berkata “Demi Allah, tidaklah yang
demikian itu merupakan suatu
bentuk keterasingan bagi setiap
orang yang hidup dan dia tidak
mengetahui tentang generasi
Salafush Shalih, Lalu ia melihat
orang ahlul bid’ah mengajak
kepada bid’ahnya dan melihar
orang ahli dunia menyeru kepada
dunianya. Lalu orang (yang dalam
keterasingan itu) dipelihara oleh
Allah dari firnah tersebut. Allah
jadikan hatinya rindu kepada
Salaush Shalih itu, ia bertanya
tentang halan mereka, menapaki
jekak mereka, dan mengkuti jalan
mereka, maka pasti Allah akan
memberikan kepdanya pahala yang
besar. Oleh karena itu, jadilah
kalian seperti itu inya Allah.
21.Alangkah indahnya ungkapan
orang seorang laim yang
mengamalkan ilmunya yaitu al
Fudhail bin ‘Iyadh ra berkata :
“Ikutilah jalan-jalan kebenaran
itu,, dan jangan hiraukan
walaupun sedikit orang yang
mengikutinya ! jauhkanlah dirimu
dari jalan-jalan kesesatan dan
janganlah terpesona dengan
banyaknya orang yang menempuh
jalan kebinasaan!”
22.Abdullah bin Umar ra berkata
kepada seorang yang bertanya
kepada beliau tentang suatu
perkara, lalu orang tersebut
berkata : “sesungguhnya ayahmu
telah melarangnya. Lalu Abdullah
menjawab :“Apakah perintah
Rasulullah saw yang lebih berhak
untuk diikuti ataukah perintah
ayahku?”
Abdullah bin Umar ra Sahabat
yang laing keras dalam menentang
segala macam bid’ah dan beliau
sangat senang dalam mengikuti as-
Sunnah. Pada suatu saat beliau
mendengar seseorang bersin dan
berkata: “Alhamdulillah washaltu
wasalmu ala Rasulillah”. Lalu
bacalah shalawat Abdullah bin
Umar :“Bukan demikian rasulullah
saw mengajari kita, akan tetapi
beliau bersabda: Jika salah satu
diantara kamu bersin, maka
pujilah Allah (dengan
mengucapkan) : alhamdulillah, dan
beliau tidak mengatakan : Lalu
bacalah shalwat kepada
Rasulullah!”
23.Abdullah bin Abbas ra berkata
kepada orang yang menentang
sunnah dengan ucapan Abu Bakar
dan Umar ra., “Nyaris turun hujan
batu dari langit atas kamu; saya
berkata kepadamu: Rasulullah saw
bersabda sedang kamu berkata
(tapi) Abu Bakar dan Umar berkata.
Sungguh benar Abdullah bin
Abbas saw dalam mensifati Ahlus
Sunnah dimana beliau mengatakan
: “Melihat kepada seorang dari
Ahlus Sunnah, itu dapat
mendorong kepada as-Sunnah dan
mencegah dari bid’ah”.
24.Sufyan ats-Tsauri ra berkata :
“Jika sampai kepadamu kabar
tentang seseorang dibelahan
tirumu bumi bahwa dia Ahlus
Sunnah, maka kirimkanlah salam
kepadanya; karena Ahlus Sunnah
itu sedikit jumlahnya.”
25.Ayub as-Sakhtiyani ra berkata,
“Sesungguhnya jika saya dikabari
tentang kematian seorang dari
Ahlus Sunnah, maka seakan-akan
aku merasa kehilangan sebagian
organ tubuhku.”
26.Ja’far bin Muhammad berkata :
“Saya pernah mendengar Qutaibah
ra berkata : ‘Jika kamu melihat
orang yang mencintai Ahlus Hadits
seperti : Yahya bin Said,
Abdurrahman bin Madi, Ahmad
bin Hanbal, Ishaq bin Rahawaih
…. Dan lain-lain, maka dialah
Ahlus Sunnah. Dan barang siapa
menyelisihi mereka, maka
ketahuilah sesungguhnya dia
adalah mubtadi’ (Ahlul bid’ah).
27.Ibrahim an Nakha’i ra berkata :
“Seandainya para sahabat
Muhammad saw mengusap kuku,
pasti saya tidak membasuhnya;
untuk mencari keutamaan dalam
mengikuti mereka”.
28.Abdullah bin Mubarak ra
berkata : “Ketahuilah wahai
saudaraku bahwa kematian seorang
Muslim untuk bertemu Allah diatas
sunnah pada hari ini merupakan
suatu kehormatan, lalu (kita
ucapkan) ; Innaa illahi Wainnaa
Ilaihi Rajiun’ (sesungguhnya kita
adalah milik Allah dan
sesungguhnya kita akan kembali
kepada-Nya), maka kepada Allah-
lah kita mengadu atas kesepian
diri kita, kepergian saudara,
sedikitnya penolong dan
munculnya bid’ah. Dan kepada
Allah pulalah kita mengadu atas
beratnya cobaan yang menimpa
pada ummat ini berupa kepergian
para ulama dan Ahlus Sunnah
serta munculnya bid’ah.”
29.Al-Fudhail bin ‘Iyad ra berkata :
“Sesungguhnya Allah mempunyai
hamba-hamba yang dengan
mereka Dia menghidupkan negeri,
mereka adalah Ashhabus
Sunnah.” (Diriwayatkan oleh Imam
al-Lalika-i dalam kitabnya Syarah
Ushuul I’tiqaad Ahlis Sunnah wal
Jama’ah no.51)
30.Alangkah benarnya perataan
dan sebutan Imam asy-Syafi’I ra
terhadap Ahlus Sunnah, seraya
berkata : “Jika aku melihat
seseorang dari ashhabhl haduts
(ahli hadits), maka seakan-akan
aku melihat seseorang dari
Sahabat Rasulullah saw”
31.Imam Malik bin Anas ra telah
meletakkan suatu kaidah yang
agung yang meringkas semuayang
telah kami sebutkan di atas dari
ucapan para imam dalam
ungkapannya : “Tidak akan dapat
memperbaki generasi akhir dari
ummat ini kecuali apa yang telah
dapat memperbaiki generasi
terdahulu. Maka apa yang pada
saat itu bukan merpakan agama,
demikian pula tidak dianggap
agama pada hari ini.”
Itulah ucapan sebagian para Imam
Salafush Shalih dari Ahlus Sunnah
wal Jama’ah. Mereka adalah orang
yang palingsuka memberikan
nasehat kepada manusia, yang
paling baik bagi ummatnya dan
yang paling mengerti dengan
kemaslahatan dan petunjuk bagi
manusia. Dimana mereka itu
berwasiat agar berpegang teguh
pada Kitabullah dan Sunnah Rasul-
Nya saw, memperingatkan dari
perkara yang diada-adakan dan
bid’ah dan mengabarkan seperti
Nabi saw mengajari mereka bahwa
jalan keslamatan adalah dengan
berpegang teguh pada sunnah
Nabi saw dan petunjuknya.
Sumber: Diadaptasi dari Abdullah
bin Abdul Hamid Al-Atsari, Al-
Wajiiz fii Aqiidatis Salafis Shaalih
(Ahlis Sunnah wal Jama’ah) , atau
Intisari Aqidah Ahlus Sunah wal
Jama’ah ), terj. Farid bin
Muhammad Bathathy (Pustaka
Imam Syafi’i, cet.I), hlm.237 – 251.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar