Sabtu, 13 Juni 2015

Wudhu adalah syarat sahnya shallat

ﻋَﻦْ ﺃَﺑِﻲ ﻫُﺮَﻳْﺮَﺓَ – ﺭﺿﻲ
ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ – ﻗَﺎﻝَ : ﻗَﺎﻝَ
ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠَّﻪِ – ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ
ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ – : ‏« ﻻ ﻳَﻘْﺒَﻞُ
ﺍﻟﻠَّﻪُ ﺻَﻼﺓَ ﺃَﺣَﺪِﻛُﻢْ ﺇﺫَﺍ ﺃَﺣْﺪَﺙَ
ﺣَﺘَّﻰ ﻳَﺘَﻮَﺿَّﺄَ »
“Dari Abu Hurairah, dia berkata:
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda: “Allah tidak menerima
shalat salah seorang diantara
kalian jika berhadas hingga ia
berwudhu.” [HR. Al Bukhari dan
Muslim]
——————————————————————-
Faedah yang terdapat dalam
Hadits:
1. Wudhu merupakan
syarat sahnya sholat.
Berkata Al Imam An Nawawy
rahimahullah: “Hadits ini
merupakan dalil yang
menunjukan kewajiban berwudhu
ketika akan menunaikan sholat.
Umat Islam telah sepakat bahwa
berwudhu merupakan syarat
sahnya shalat.”
Beliau juga berkata: “Umat Islam
juga telah sepakat tentang
keharaman shalat tanpa
berwudhu atau bertayammum
jika tidak ada air. Baik itu shalat
fardhu (wajib) maupun shalat
sunnah.”
1. Shalat seseorang
dianggap batal apabila
dia berhadast, baik
hadatsnya karena
sengaja maupun tidak
sengaja.
2. Barangsiapa dengan
sengaja shalat tanpa
berwudhu, sedangkan
dia dia tidak memiliki
udzur maka dia berdosa.
4 Masalah: Apakah dia
dikafirkan (keluar dari islam)
disebabkan dengan
perbuatannya itu?
Jumhur ulama berpendapat
bahwa orang tersebut tidak
sampai dikafirkan dengan
perbuatannya tersebut, namun
sungguh dia telah melakukan
perbuatan dosa yang sangat
besar. Sebagian ulama
mengaatakan dia kafir karena
telah bermain-main dalam
ibadah, ini adalah pendapat Abu
Hanifah sebagaimana yang
dinisbahkan oleh An Nawawy.
Pendapat yang benar adalah
pendapat Jumhur.
1. Barangsiapa yang batal
wudhunya ditengah-
tengah shalatnya, maka
tidak boleh baginya
meneruskan shalatnya,
bahkan wajib baginya
keluar untuk berwudhu
kembali. Jika dia tetap
meneruskan shalatnya
dalam keadaan telah
batal wudhunya maka
dia berdosa dan
shalatnya tetap tidak
sah.
2. Demikian juga kalau dia
sebagai imam shalat,
jika batal wudhunya,
maka harus keluar dari
shalatnya untuk
berwudhu, kemudian
salah seorang makmum
yang berada dibelakang
imam maju ke depan
untuk menggantikan
posisi imam yang sudah
keluar dari shalat.
3. Apabila seseorang tidak
mendapatkan air untuk
berwudhu atau debu
untuk bertayammum
maka dia shalat sesuai
dengan keadaannya.
Allah ta’ala berfirman:
ﻓَﺎﺗَّﻘُﻮﺍ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻣَﺎ ﺍﺳْﺘَﻄَﻌْﺘُﻢْ
“Maka bertakwalah kamu kepada
Allah menurut
kesanggupanmu.” [QS. Ath
Thaghabun: 16]
ﻟَﺎ ﻳُﻜَﻠِّﻒُ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻧَﻔْﺴًﺎ ﺇِﻟَّﺎ
ﻭُﺳْﻌَﻬَﺎ
Allah tidak membebani
seseorang melainkan sesuai
dengan kesanggupannya.” [QS. Al
Baqarah: 286]
Dalam hadits Abu Hurairah,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda:
ﻭَﻣَﺎ ﺃَﻣَﺮْﺗُﻜُﻢْ ﺑِﻪِ ﻓَﺎﻓْﻌَﻠُﻮﺍ
ﻣِﻨْﻪُ ﻣَﺎ ﺍﺳْﺘَﻄَﻌْﺘُﻢْ
“Dan apa yang kuperintahkan
kepadamu, maka kerjakanlah
semampu kalian.” [HR. Al Bukhari
dan Muslim]
Ini adalah pendapat yang dipilih
oleh Al Imam An Nawawy, beliau
berkata: “Ini adalah pedapat
yang paling kuat pendalilannya.”
Dan pendapat ini juga dipilih
oleh Syeikhul Islam Ibnu
Taimiyah dan Syekhuna
Abdurrahman Al ‘Adeny.
4 Masalah: Apakah dalam sujud
syukur atau tilawah
dipersyaratkan padanya
berwudhu?
Pendapat yang kuat dalam
masalah ini adalah tidak
dipersyaratkan berwudhu ketika
melakukan sujud syukur mapun
sujud tilawah. Karena tidak
ternukilkan dalam satu hadits
pun bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam berwudhu dulu
ketika akan sujud syukur atau
sujud tilawah apalagi
memerintahkannya. Dua sujud
ini tidak bisa dikiyaskan dengan
shalat, karena dalam dua jenis
sujud ini tidak dipersyaratkan
harus menghadap kiblat. Ini
adalah pendapat yang dipilih
oleh Syeikhul Islam Ibnu
Taimiyah, Ibnul Qoyyim, Asy
Syaukany dan juga Syekhuna
Abdurrahaman Al ‘Adeny.
1. Hal-hal yang dapat
membatalkan wudhu
yang telah disepakati
oleh seluruh ulama
adalah: keluarnya
kotoran dari dubur, air
kencing, air mani, madzi,
wadzi, kentut, darah
haid dan pingsan.
2. Adapun selain dari apa
yang kita sebutkan
diatas, seperti;
keluarnya batu atau
cacing baik dari qubul
(kemaluan) ataupun
dubur maka pendapat
yang kuat dalam
masalah ini adalah hal
itu termasuk
membatalkan wudhu, Ini
adalah pendapat jumhur
ulama dan dipilih Syekh
Al ‘Utsaimin dan
Syekhuna Abdurrahaman
Al ‘Adeny.

Wallohu ‘alam bishshowab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar