Selasa, 03 Mei 2016

Wasiat dan Pernyataan Para Imam Ahlus Sunnah Tentang Berittiba

Wasiat dan Pernyataan Para
Imam Ahlus Sunnah Tentang
Berittiba

1.Muadz bin Jabal ra berkata, “Wahai manusia,
raihlah ilmu sebelum ilmu tersebut diangkat!
Ingatlah bahwa diangkatnya ilmu itu dengan
wafatnya ahli ilmu. Hati-hatilah kamu terhadap
bid’ah tanaththu’ (melampaui batas). Berpegang
teguhlah pada urusan kamu yang terdahulu
(berpegang teguhlah pada al-Qur’an dan as-
Sunnah).” (Al-Bida’wan Nahyu ‘Anha oleh Ibnu
Wadhdhah no.65)
2.Hudzaifah bin al-Yaman ra berkata, “Setiap
ibadah yang tidak pernah dilakukan oleh Sahabat
Rasulullah saw sebagai ibadah, maka janganlah
kamu lakukan! Karena generasi pertama itu tidak
memberikan kesempatan kepada generasi
berikutnya untuk berpendapat (dalam masalah
agama). Bertakwalah kepada Allah wahai para
qurra’ (ahlul qira’ah) dan ambillah jalan orang-
orang sebelum kami!” (Diriwayatkan oleh Ibnu
Baththah dalam kitabnya al-Ibaanah)
3.Abdullah bin Mas’ud ra berkata, “Barangsiapa
mengikuti jejak (seseorang) maka ikutilah jejak
orang-orang yang telah wafat, mereka adalah para
Sahabat Muhammad saw. Mereka adalah sebaik-
baik ummat ini, paling baik hatinya, paling dalam
ilmunya dan paling sedikit berpura-pura. Mereka
adalah suatu kaum yang telah dipilih Allah untuk
menjadi sahabat Nabi-Nya saw dan menyebarkan
agamanya, maka berusahalah untuk meniru
akhlak dan cara mereka. Karena mereka telah
berjalan diatas petunjuk yang lurus. (Dikeluarkan
oleh al-Baghawi dalam kitab Syarhus Sunnah
(I/214) dan Ibnu ‘Abdil Baar dalam kitabnya
Jaami’ Bayaanil ‘Ilmi wa Fadhlih (II/947 no.1810),
tahqiq Abul Asybal Samir az-Zuhairi.)
Dan juga beliau saw, berkata, “Hendaklah kalian
mengikuti dan janganlah kalian berbuat bid’ah. Sungguh
bagi kalian telah cukup, berpegang teguhlah pada urusan
yang terdahulu (maksudnya al-Qur’an dan as-
Sunnah)” (Diriwayatkan oleh ad-Darimi (I/69), al-
Lalika –I dalam Syarah Ushuul I’tiqaad Ahlis
Sunnah wal Jama’ah (I/96 no.104), at-Thabrani fil
Kabir no.8770, dan Ibnu Baththah dalam al-
Ibaanah no.175).
4. ‘Abdullah bin ‘Umar ra berkata, “Senantiasa
manusia berada diatas jalan (yang lurus) selama
mereka mengikuti atsar” (Dikeluarkan oleh Imam
al-Lalika-I dalam kitabnya Syarah Ushuul I’tiqaad
Ahlis Sunnah wal Jama’ah no.101.
Dan beliau juga berkata, “Setiap bid’ah adalah
sesat, walaupun manusia mengaggapnya
baik” (Diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam al-
Madkhal ila as-Sunan al-Kubra (I/180) no.191,
Ibnu Baththah dalam al-Ibaanah no.205 dan al-
Lalika-I dalam Syarah Ushuul I’tiqaad Ahlis
Sunnah wal Jama’ah).
5.Sahabat yang mulia Abu Darda’ ra berkata,
“Kamu tidak akan tersesat selama kamu mengikuti
atsar.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Baththah dalam
kitabnya al-Ibaanah no.232.
6.Amirul Mukminin ‘Ali bin Abi Thalib ra berkata,
“Seandainya agama itu (berdasarkan) pemikiran,
maka pasti bagian bawah sepatu khuf lebih utama
untuk diusap daripada bagian atasnya. Akan tetapi
saya melihat Rasulullah saw mengusap bagian
atasnya.” (Dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah
dalam Kitab al-Mushannaf dan dengan lafazh yang
hampir sama dikeluarkan oleh Abu Dawud no.162,
ad-Daraquthni
7.Abdullah bin Amr bin Ash ra berkata, “Tidak ada
suatu bid’ah yang dilakukan melainkan bid’ah
tersebut semakin bertambah banyak. Dan tidak
ada suatu sunnah yang dicabut melainkan sunnah
tersebut bertambah jauh.” (Diriwayatkan oleh Ibnu
Baththah dalam kitabnya al-Ibaanah no.227 dan
al-Lalika-I dalam Syarah Ushuul I’tiqaad Ahlis
Sunnah wal Jama’ah no.128.)
8.Dari Abis bin Rabi’ah berkata : “Saya melihat
Umar bin al-Khaththab ra mencium Hajar Aswad
seraya berkata :“Sesungguhnya saya mengetahui
bahwa kamu adalah sebuah batu yang tidak dapat
memberi mudharat maupun manfaat. Senadainya
saya tidak melihat Rasulullah saw meniummu pasti
saya tidak menciummu.” (HR. al-Bukhari no.1597
dan Muslim no.1270 (248) dari Sahabat Umar bin
al-Khaththab.)
9.Khalifah yang adil ‘Umar bin Abdul Aziz ra
berkata, “Berhentilah kamu di mana para Sahabat
berhenti (dalam memahami nash), karena mereka
berhenti berdasarkan ilmu dan dengan
penglihatan yang tajam mereka menahan (diri).
Mereka lebih mampu untuk menyingkapnya dan
lebih patut dengan keutamaan. Seandainya hal
tersebut ada di dalamnya. Jika kamu katakan,
‘Terjadi (suatu bid’ah) setelah mereka. Maka tidak
diada-adakan kecuali oleh orang yang menyelisihi
petunjuknya dan membeci sunnah. Sungguh
mereka telah menyebutkan dalam petunjuk itu apa
yang melegakan (dada) dan mereka sudah
membicarakannya dengan cukup. Maka apa yang
diatas mereka, adalah orang yang melelahkan diri.
Dan apa yang dibawahnya, adalah orang
meremehkan. Sungguh ada suatu kaum yang
meremehkan mereka, lalu mereka menjadi kasar.
Dan ada pula yang melebihi batas mereka, maka
mereka menjadi berlebih-lebihan. Sungguh para
sahabat itu, diantara kedua jalan itu (sikap
meremehkan dan berlebih-lebihan), tentu diatas
petunjuk yang lurus.” (Disebutkan oleh Ibnu
Qudamah dalam kitabnya Lum’atul I’tiqadil Hadi
Ila Sabilir Rasyad yang disyarah oleh Syaikh
Muhammad bin Shalih al-Utsaimin hal.41
cet.Maktabah Adhwa-us Salaf, th. 1415 H.
10.Imam al-Auza’i ra berkata, “Hendaklah engakau
berpegang dengan atsar orang pendahulu (Salaf)
meskipun orang-orang menolakmu dan
jauhkanlah dirimu dari pendapat para tokoh
meskipun ia hiasi pendapatnya dengan perkataan
yang mudah, sesungguhnya hal itu akan jelas
sedang kamu berada diatas jalan yang lurus.
(Dikeluarkan oleh al-Khatib dalam kitab Sarah
Ashhabul Hadits. (Imam al-Ajurry dalam as-
Syari’ah (I/445) no.127 dishahihkan oleh al-Albani
dalam Mukhtashar al-Uluw lil mam adz-Dzahabi
hal.138, Siyar A’laamin Nubalaa’ (VII/120) dan
Jaami’ Bayaanil ‘Ilmi wa Fadhlihi (II/1071)
no.2077)
11.Ayub as-Sakhtiyani ra berkata, “Tidaklah Ahlul
Bid’ah itu bertambah sungguh-sungguh (dalam
bid’ahnya), melainkan semakin bertambah pula
kejauhannya dari Allah” (Dikeluarkan oleh Ibnu
Wadhdhah dalam al-Bida’wan Nahyu Anha no.70
12.Hasan bin Athiyyah ra berkata, “Tidaklah suatu
kaum berbuat bid’ah dalam agamanya melainkan
tercabut dari sunnah mereka seperti itu pula.
(dikeluarkan oleh al-Lalika-I dalam Syarah Ushuul
I’tiqaad Ahlis Sunnah wal Jama’ah no.129.)
13.Muhammad bin Sirin ra berkata, “Orang salaf
pernah mengatakan : “Selama seseorang berada
diatas atsar, maka pastilah dia diatas jalan (yang
lurus). (Dikeluarkan oleh al-Lalika-I dalam Syarah
Ushuul I’tiwaad Ahlis Sunnah wal Jama’ah no.109
dan Ibnu Baththah dalam kitabnya al-Ibaanah
no.241.
14.Sufyan ats-Tsauri ra berkata : “Perbuatan
bid’ah lebih dicintai oleh iblis daripada
kemaksiatan dan pelaku kemaksiatan masih
mungkin dia untuk bertaubat dari kemaksiatannya
sedangkan pelaku bid’ah sulit untuk bertaubat
dari bid’ahnya”. (Dikeluarkan oleh al-Baghawi
dalam kitab Syarhus Sunnah dan al-Lalika-I dalam
Syarah Ushuul I’tiqaad Ahlis Sunnah wal Jama’ah
no.238)
15.Abdullah bin al Mubarak ra berkata,
“Hendaknya kamu bersandar pada atsar dan
ambillah pendapat yang dapat menjelaskan hadits
untukmu.” (Dikeluarkan oleh al-Bahawi dalam
kitab sunan al-Kubra)
16.Imam asy-Syafi’i ra berkata, “Semua masalah
yang telah saya katakan tetapi bertentangan
dengan sunnah, maka saya rujuk saat hidupku dan
setelah wafatku.” (Dikeluarkan oleh al Khatib
dalam kitab al-Faqih wal Mutafaqqih dan
tercantum juga dalam Manaaqib asy Syafi’i, (I/473)
dan Tawali at-Tas’sis hal.93).
Rabi’ bin Sulaiman berkata : “Imam asy-Syafi’I
pada suatu hari meriwayatkan hadits, lalu
seseorang berkata kepada beliau : ‘Apakah kamu
mengambil hadits ini wahai Abu ‘Abdillah?’ Beliau
menjawab : “Bilamana saya meriwayatkan suatu
hadits yang shahih dari Rasulullah saw lalu saya
tidak mengambilnya, maka saya bersaksi di
hadapan kalian bahwa akalku telah
hilang” (Diriwayatkan oleh Ibnu Baththah dalam
kitabnya al-Ibaanah dan tercantum juga dalam
Adab asy-Syafi’I hal. 67, al-Manaaqib asy-Syafi’i,
(I/474) dan Hilyah al-Auliya (IX/106).
17.Dari Nuh al Jaami’ berkata : Saya bertanya
kepada Abu Hanifah ra : Apakah yang Anda
katakan terhadap perkataan yang dibuat-buat oleh
orang-orang, seperti A’radh dan Ajsam” beliau
menjawab “Itu adalah perkataan orang-orang ahli
filsafat. Berpegang teguhlah pada atsar dan jalan
orang salaf. Dan waspadalah terhadap segala
sesuatu yang diada-adakan, karena hal tersebut
adalah bid’ah” (Dikeluarkan oleh al Khatib dalam
kitab al-Faqih wal Mutafaqqih. Lihat manhaj Imam
asy-Syafi’I fii Itsbaatil ‘Aqiidah (I/75) oleh Dr.
Muhammad bin ‘Abdul Wahhab al-Aqill.)
18.Imam Malik bin Anas ra berkata, “Sunnah itu
bagaikan bahtera Nabi Nuh. Barangsiapa
mengendarainya niscaya dia selamat. Dan
barangsiapa terlambat dari bahtera tersebut pasti
dia tenggelam.”
Dan beliau juga berkata, “Seandainya ilmu kalam
itu merupakan ilmu, niscaya para sahabat dan
Tabi’in berbicara tentang hal itu sebagaimana
mereka bicara tentang hukum dan syari’at, akan
tetapi ilmu kalam itu bathil yang menujukkan
kepada kebathilan.
Dari Ibnu Majisyuun, dia berkata : “Saya
mendengar Malik berkata: “Barangsiapa berbuat
suatu bid’ah dalam Islam lalu ia menganggapnya
sebagai suatu ebaikan, berarti ia telah menyangka
bahwa Muhammad saw telah berkhianat terhadap
risalah. Karena llah telah berfirman: “Pada hari ini
telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu…” Maka
apa-apa yang saat itu tidak merupakan agama,
maka pada saat ini juga tidak merupakan agama”
19.Imam Ahmad bin Hanbal ra, Imam Ahlus
Sunnah berkata :Pokok Sunnah menurut kami
(Ahlus Sunnah wal Jama’ah) adalah : Berpegang
teguh pada apa yang dilakukan oleh para Sahabat
Rasulullah saw dan mengikuti mereka serta
meninggalkan bid’ah. Segala bid’ah itu adalah
sesat.
20.Dari al-Hasan al-Bashri ra berkata :
“Seandainya seseorang mendapatkan generasi
Salaf yang pertama kemudian dia yang
dibangkitkan (dari kuburnya) pada hari ini,
dimana orang tersebut tidak mengenal tentang
Islam dan beliau shalat saja “Kemudian berkata
“Demi Allah, tidaklah yang demikian itu
merupakan suatu bentuk keterasingan bagi setiap
orang yang hidup dan dia tidak mengetahui
tentang generasi Salafush Shalih, Lalu ia melihat
orang ahlul bid’ah mengajak kepada bid’ahnya
dan melihar orang ahli dunia menyeru kepada
dunianya. Lalu orang (yang dalam keterasingan
itu) dipelihara oleh Allah dari firnah tersebut.
Allah jadikan hatinya rindu kepada Salaush Shalih
itu, ia bertanya tentang halan mereka, menapaki
jekak mereka, dan mengkuti jalan mereka, maka
pasti Allah akan memberikan kepdanya pahala
yang besar. Oleh karena itu, jadilah kalian seperti
itu inya Allah.
21.Alangkah indahnya ungkapan orang seorang
laim yang mengamalkan ilmunya yaitu al Fudhail
bin ‘Iyadh ra berkata : “Ikutilah jalan-jalan
kebenaran itu,, dan jangan hiraukan walaupun
sedikit orang yang mengikutinya ! jauhkanlah
dirimu dari jalan-jalan kesesatan dan janganlah
terpesona dengan banyaknya orang yang
menempuh jalan kebinasaan!”
22.Abdullah bin Umar ra berkata kepada seorang
yang bertanya kepada beliau tentang suatu
perkara, lalu orang tersebut berkata :
“sesungguhnya ayahmu telah melarangnya. Lalu
Abdullah menjawab :“Apakah perintah Rasulullah
saw yang lebih berhak untuk diikuti ataukah
perintah ayahku?”
Abdullah bin Umar ra Sahabat yang laing keras
dalam menentang segala macam bid’ah dan beliau
sangat senang dalam mengikuti as-Sunnah. Pada
suatu saat beliau mendengar seseorang bersin dan
berkata: “Alhamdulillah washaltu wasalmu ala
Rasulillah”. Lalu bacalah shalawat Abdullah bin
Umar :“Bukan demikian rasulullah saw mengajari
kita, akan tetapi beliau bersabda: Jika salah satu
diantara kamu bersin, maka pujilah Allah (dengan
mengucapkan) : alhamdulillah, dan beliau tidak
mengatakan : Lalu bacalah shalwat kepada
Rasulullah!”
23.Abdullah bin Abbas ra berkata kepada orang
yang menentang sunnah dengan ucapan Abu Bakar
dan Umar ra., “Nyaris turun hujan batu dari langit
atas kamu; saya berkata kepadamu: Rasulullah
saw bersabda sedang kamu berkata (tapi) Abu
Bakar dan Umar berkata.
Sungguh benar Abdullah bin Abbas saw dalam
mensifati Ahlus Sunnah dimana beliau
mengatakan : “Melihat kepada seorang dari Ahlus
Sunnah, itu dapat mendorong kepada as-Sunnah
dan mencegah dari bid’ah”.
24.Sufyan ats-Tsauri ra berkata : “Jika sampai
kepadamu kabar tentang seseorang dibelahan
tirumu bumi bahwa dia Ahlus Sunnah, maka
kirimkanlah salam kepadanya; karena Ahlus
Sunnah itu sedikit jumlahnya.”
25.Ayub as-Sakhtiyani ra berkata, “Sesungguhnya
jika saya dikabari tentang kematian seorang dari
Ahlus Sunnah, maka seakan-akan aku merasa
kehilangan sebagian organ tubuhku.”
26.Ja’far bin Muhammad berkata : “Saya pernah
mendengar Qutaibah ra berkata : ‘Jika kamu
melihat orang yang mencintai Ahlus Hadits seperti
: Yahya bin Said, Abdurrahman bin Madi, Ahmad
bin Hanbal, Ishaq bin Rahawaih …. Dan lain-lain,
maka dialah Ahlus Sunnah. Dan barang siapa
menyelisihi mereka, maka ketahuilah
sesungguhnya dia adalah mubtadi’ (Ahlul bid’ah).
27.Ibrahim an Nakha’i ra berkata : “Seandainya
para sahabat Muhammad saw mengusap kuku,
pasti saya tidak membasuhnya; untuk mencari
keutamaan dalam mengikuti mereka”.
28.Abdullah bin Mubarak ra berkata : “Ketahuilah
wahai saudaraku bahwa kematian seorang Muslim
untuk bertemu Allah diatas sunnah pada hari ini
merupakan suatu kehormatan, lalu (kita
ucapkan) ; Innaa illahi Wainnaa Ilaihi
Rajiun’ (sesungguhnya kita adalah milik Allah dan
sesungguhnya kita akan kembali kepada-Nya),
maka kepada Allah-lah kita mengadu atas
kesepian diri kita, kepergian saudara, sedikitnya
penolong dan munculnya bid’ah. Dan kepada Allah
pulalah kita mengadu atas beratnya cobaan yang
menimpa pada ummat ini berupa kepergian para
ulama dan Ahlus Sunnah serta munculnya bid’ah.”
29.Al-Fudhail bin ‘Iyad ra berkata : “Sesungguhnya
Allah mempunyai hamba-hamba yang dengan
mereka Dia menghidupkan negeri, mereka adalah
Ashhabus Sunnah.” (Diriwayatkan oleh Imam al-
Lalika-i dalam kitabnya Syarah Ushuul I’tiqaad
Ahlis Sunnah wal Jama’ah no.51)
30.Alangkah benarnya perataan dan sebutan
Imam asy-Syafi’I ra terhadap Ahlus Sunnah, seraya
berkata : “Jika aku melihat seseorang dari
ashhabhl haduts (ahli hadits), maka seakan-akan
aku melihat seseorang dari Sahabat Rasulullah
saw”
31.Imam Malik bin Anas ra telah meletakkan suatu
kaidah yang agung yang meringkas semuayang
telah kami sebutkan di atas dari ucapan para
imam dalam ungkapannya : “Tidak akan dapat
memperbaki generasi akhir dari ummat ini kecuali
apa yang telah dapat memperbaiki generasi
terdahulu. Maka apa yang pada saat itu bukan
merpakan agama, demikian pula tidak dianggap
agama pada hari ini.”
Itulah ucapan sebagian para Imam Salafush Shalih
dari Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Mereka adalah
orang yang palingsuka memberikan nasehat
kepada manusia, yang paling baik bagi ummatnya
dan yang paling mengerti dengan kemaslahatan
dan petunjuk bagi manusia. Dimana mereka itu
berwasiat agar berpegang teguh pada Kitabullah
dan Sunnah Rasul-Nya saw, memperingatkan dari
perkara yang diada-adakan dan bid’ah dan
mengabarkan seperti Nabi saw mengajari mereka
bahwa jalan keslamatan adalah dengan berpegang
teguh pada sunnah Nabi saw dan petunjuknya.

Sumber: Diadaptasi dari Abdullah bin Abdul
Hamid Al-Atsari, Al-Wajiiz fii Aqiidatis Salafis Shaalih
(Ahlis Sunnah wal Jama’ah) , atau Intisari Aqidah Ahlus
Sunah wal Jama’ah ), terj. Farid bin Muhammad
Bathathy (Pustaka Imam Syafi’i, cet.I), hlm.237 –
251.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar