Selasa, 24 Mei 2016

CARA MENETAPKAN AWAL BULAN RAMADHAN

Cara Menetapkan Awal Bulan
Ramadhan

Awal bulan Ramadhan ditetapkan melihat hilal,
tanggal satu bulan Ramadhan walaupun hanya
bersumber dari satu orang laki-laki yang adil,
terpercaya, atau dengan menyempurnakan
bilangan bulan Sya’ban menjadi tiga puluh hari.
Dari Ibnu Umar r.a. ia berkata, “Orang-orang pada
memperhatikan hilal (bulan Ramadhan), lalu saya
informasikan kepada Rasulullah saw. bahwa
sesungguhnya saya telah melihatnya. Maka, beliau
berpuasa dan memerintah segenap sahabat agar
berpuasa.“ (Shahih: Irwa-ul Ghalil no: 908, Fiqhus
Sunnah I:367 dan hadits yang diriwayatkan Imam
Abu Daud dalam ‘Aunul Ma’bud IV: 468 no:2325).
Jika ternyata, hilal bulan Ramadhan tetap tidak
terlihat karena tertutup mendung atau semisalnya,
maka hendaklah menyempurnakan bilangan bulan
Sya’ban menjadi tiga puluh hari, berdasar hadits
riwayat Abu Hurairah di atas.
Adapun hilal bulan Syawal, maka tidak boleh
ditetapkan adanya, kecuali dengan dua orang saksi
laki-laki yang adil.
Dari Abdurrahman bin Zaid bin Khattab, bahwa ia
pernah berkhutbah pada hari yang masih
diragukan (apakah telah masuk bulan Ramadhan
atau belum, pengoreksi), ia berkata, “Ketahuilah,
sesungguhnya aku pernah duduk/belajar kepada
para sahabat Rasulullah saw. sambil bertanya
kepada mereka, lalu mereka menyampaikan
kepadaku bahwa Rasulullah saw. bersabda,
“Berpuasalah kamu bila sudah melihat hilal (bulan
Ramadhan), dan berbukalah kamu bila sudah melihat hilal
(bulan syawal), serta beribadahlah (maksudnya: berhajjah
atau berkorbanlah, lihat ‘hasyiah Assindi ‘alaa Nasa’i 4/133
pengoreksi). Padanya. Jika mendung menyelimuti kamu,
maka sempurnakanlah (bulan Sya’ban) menjadi tiga puluh
hari. Dan jika ada dua orang muslim yang menyaksikan
(hilal), maka hendaklah kamu berpuasa dan
berbukalah!” (Shahihul Jami’us Shaghir no:3811, al-
Fathur Rabbani IX: 264 dan 265 no:50, Nasa’i
IV:132-133 tanpa lafadz, “MUSLIMAANI”).
Dari Gubernur Mekkah, al-Harits bin Hathib, ia
bertutur, “Rasulullah mengamanatkan kepada
kami agar kami melaksanakan ibadah puasa ini
bila sudah melihat hilal (bulan Ramadhan); jika
kami tidak melihatnya, namun ada dua orang laki-
laki yang adil yang menyaksikan (nya), maka kami
harus melaksanakan ibadah puasa ini dengan
kesaksian mereka berdua!” (Shahih: Shahih Abu
Daud no: 205, ‘Aunul Ma’bud VI: 463 no:2321).
Dengan demikian, sabda Rasulullah saw., “Yaitu jika
ada dua orang yang muslim yang menyaksikan (hilal), maka
hendaklah kamu berpuasa dan berbukalah” dalam hadits
Abdurrahman bin Zaid, dan satu riwayat, “Jika
kami tidak melihat hilal (bulan Ramadhan), namun
ada dua orang adil yang menyaksikan (nya), maka
kami harus beribadah shiyam ini dengan
kesaksian mereka berdua” yang terekam dalam
riwayat al-Harits bin Hatib ini, pengertian dari
keduanya menunjukkan bahwa satu orang laki-
laki yang menyaksikan hilal tidak dapat dijadikan
sebagai dasar pijakan untuk memulai dan
menyudahi ibadah puasa. Kemudian dikecualikan
untuk memulai shiyam Ramadhan (boleh
dilakukan hanya dengan seorang saksi yang telah
melihat hilal), berdasar dalil yang diriwayatkan
Ibnu Umar r.a. itu. Tinggallah masalah menyudahi
puasa Ramadhan, karena tiada dalil yang
membolehkan berbuka puasa dengan kesaksian
satu orang laki-laki.” Selesai, periksa Tuhfatun
Ahwadzi III : 373-374 dengan sedikit perubahan.
Tanbih “peringatan”:
Barang siapa yang melihat hilal satu Ramadhan
atau syawal, sendirian maka ia tidak
diperbolehkan berpuasa sebelum masyarakat
berpuasa dan tidak pula dan tidak pula berbuka
hingga masyarakat berbuka. Hal ini didasarkan
pada hadits dari Abu Hurairah r.a. bahwa Nabi
saw. bersabda, “Puasa adalah pada hari kamu sekalian
berpuasa, berbuka (idul fitri) adalah pada hari kamu
sekalian berbuka, dan hari kurban adalah hari kamu
sekalian menyembelih binatang korban.” (Shahih:
Shahihul Jami’us Shaghir no: 3869, Tirmidzi II:101
no:593).

Sumber: Diadaptasi dari 'Abdul 'Azhim bin Badawi
al-Khalafi, Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil 'Aziz ,
atau Al-Wajiz Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al-Qur'an dan
As-Sunnah Ash-Shahihah , terj. Ma'ruf Abdul Jalil
(Pustaka As-Sunnah), hlm. 388-391.

〰〰〰〰〰〰〰〰〰
NASIHAT INI DIHADIRKAN OLEH:
TPA BAITUL JALAL KLATEN
UNTUK INFORMASI lebih lanjut tentang TPA BAITUL JALAL KLATEN silahkan menghubungi: 085642493111 (Ust. Ahmad Setiawan, Direktur TPA BAITUL JALAL KLATEN)
〰〰〰〰〰〰〰〰〰
INFORMASI LAHAN INFAK UNTUK KEGIATAN DAKWAH TPA BAITUL JALAL KLATEN SBB:
💸 Infak Donasi Uang untuk mukafa'ah/gaji Ustadz2 TPA BAITUL JALAL KLATEN, silahkan mendonasikan infaknya ke nomor rekening BANK SYAR'IAH MANDIRI dgn nomor rekening: 7085671701
A.n. Ahmad Setiawan

📲 Infak Pulsa silahkan mengisikan ke nomor: 0838 6589 8200
〰〰〰〰〰〰〰〰〰
BAGI ikhwah fillah yang ingin mengajak saudara/temannya untuk mendapatkan tausiyah broadcast TPA BAITUL JALAL KLATEN silahkan sarankan cara pendaftaran berikut ini:
Daftar broadchast_nama_alamat_nomor Wa-nya

Dikirim via WhatsApp ke nomor: 085729721203

Tidak ada komentar:

Posting Komentar