Selasa, 03 Mei 2016

KESULTANAN DEMAK, Negara yang Berdasar Syariat Islam di Tanah Jawa

KESULTANAN DEMAK, Negara yang Berdasar Syariat Islam di
Tanah Jawa

Kemunculan Kesultanan Demak tidak lepas dari kondisi Majapahit
waktu itu yang mulai melemah. Dimulai dari civil war (Perang
Paregreg) yang mengakibatkan disintegrasi kerajaan Majapahit dan
menyebabkan penderitaan bagi penduduknya. Penderitaan mereka
semakin bertambah dengan adanya berbagai bencana alam ( disaster) :
bencana “banyu pindah”, bencana “pagunung anyar”, peristiwa letusan
gunung api ( guntur pawatugunung), dan bencana kekeringan. Situasi
memburuk dengan adanya krisis ekonomi yang berkepanjangan di
wilayah tersebut.
Walisongo yang berasal dari mancanegara ( negeri atas angin )
kemudian melakukan beberapa usaha untuk memberikan bantuan,
antara lain dengan bantuan kemanusiaan, bantuan pengobatan,
membangun infrastruktur pertanian seperti membangun irigasi dan
bercocok tanam. Selain itu, mereka juga melakukan dakwah pada
masyarakat setempat yang saat itu sedang menderita.
Usaha ini terus berkelanjutan hingga puluhan tahun. Masyarakat
sangat menerima dakwah dan nilai-nilai Islam yang mereka bawa.
Keluhuran nilai Islam lebih memanusiakan mereka dengan
penghapusan sistem kasta di masyarakat, di mana manusia tidak
dinilai dari tampilan fisik, kekayaan, serta pangkat kekuasaan mereka.
Konsep ketuhanan dan ritual Islam juga lebih sederhana dan mudah
dipahami. Tak hanya itu, walisongo juga memberi teladan dalam hal
keluhuran akhlak. Interaksi ekonomi yang dilakukan oleh pedagang
muslim dengan masyarakat setempat juga menjadi faktor lain yang
berperan terhadap penyebaran agama Islam.
Penyebaran agama Islam juga dilakukan dengan cara mendirikan
masjid dan tempat pendidikan Islam. Selain itu, mereka juga
melakukan pendekatan politik, dengan cara mengajak para penguasa
waktu itu untuk masuk Islam. Sebagian penguasa menerima, namun
Raja Majapahit menolak. Meski demikian, ia memberikan sebidang
tanah kepada walisongo sebagai tempat tinggal yang kemudian
dijadikan sebagai pusat dakwah dan pendidikan. Ia juga memberikan
kebebasan kepada Walisongo untuk berdakwah di seluruh wilayah
kekuasaan Majapahit. Kebijakan ini dipengaruhi oleh hegemoni China
saat itu, di mana utusan yang dikirim ke Majapahit secara berkala
sebagian besar beragama Islam. Majapahit sendiri berkewajiban untuk
mengirimkan upeti ke Dinasti Ming di China. Pendekatan lain dilakukan
dengan cara pernikahan antara keluarga Walisongo dan umat Islam
lainnya dengan keluarga para penguasa yang beragama Islam.
Setelah putra Raja Majapahit, Raden Patah, yang beragama Islam
mendapat sebidang tanah di Glagah Wangi, Bintoro, Walisongo
meningkatkan upaya pendekatan politiknya. Raden Patah bersama
Walisongo kemudian membangun dan mengembangkan wilayah
tersebut. Seiring dengan perkembangan dan kemajuan, wilayah
tersebut akhirnya dikukuhkan sebagai Kadipaten Demak Bintoro oleh
Raja Majapahit.
Kemajuan Demak diiringi dengan mulai merosotnya kerajaan
Majapahit. Konflik politik dan perebutan kekuasan di Majapahit
membuat kekuatan mereka semakin melemah. Banyak wilayah yang
melepaskan diri karena memandang pusat sudah tidak bisa lagi
mengayomi dan melindungi mereka sebagaimana mestinya. Di fase
inilah Kadipaten Demak berusaha menyiapkan diri untuk membuat
tatanan baru di tanah Jawa.
Jihad Walisongo yang pertama dilakukan dengan menyerang Girindra
Wardhana, penguasa wilayah Kediri yang merebut kekuasaan
Majapahit dari Brawijaya V. Panglima dari jihad ini adalah Sunan
Ngudung, ayah dari Sunan Kudus. Namun, usaha pertama ini berujung
pada kekalahan. Jihad kedua juga mereka lakukan dengan panglima
dan musuh yang sama. Sebagaimana jihad pertama, usaha jihad kedua
ini juga berujung pada kekalahan.
Setelah mengalami dua kali kekalahan, Raden Patah dan Walisongo
melakukan evaluasi. Kesimpulan mereka, salah satu faktor utama yang
menyebabkan kekalahan tersebut adalah lemahnya intelijen mereka.
Selanjutnya, mereka meningkatkan kemampuan prajurit dan
persenjataan.
Dengan persiapan yang lebih matang, mereka melakukan jihad yang
ketiga yang dipimpin oleh Sunan Kudus. Dalam jihad ini mereka
dibantu oleh pejuang asing ( foreign fighters) dari berbagai wilayah di
nusantara dan negeri atas angin . Dengan izin Allah, kali ini
kemenangan berhasil mereka dapatkan. Mereka berhasil menduduki
pusat kota kerajaan Majapahit.
Setelah itu Demak dideklarasikan sebagai kesultanan dengan Raden
Patah sebagai pemimpinnya. Gelar beliau adalah Sultan Fattah Syeh
Alam Akbar Panembahan Jimbun Abdul Rahman Sayyidin
Panatagama Sirullah Khalifatullah Amiril Mukminin Hajjuddin
Khamid Khan Abdul Suryo Alam di Bintoro Demak.
Langkah awal yang mereka lakukan adalah mengumumkan dasar
negara dan konstitusi yang berlaku di Kesultanan Demak. Dalam hal ini,
mereka menjadikan Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai dasar negara.
Mereka memberlakukan syariat Islam yang dikodifikasikan
dalam Kitab Angger-Angger Surya Alam dan Salokantara .
Dalam menjalankan politik luar negeri, Kesultanan Demak melakukan
jihad melawan Portugis di Malaka dan Sunda Kelapa. Mereka juga
melakukan jihad atas wilayah bekas Majapahit yang tidak mau tunduk
pada Kesultanan Demak. Kapasitas mereka untuk melakukan kebijakan
luar negeri semacam itu ditunjang oleh kemampuan ekonomi yang
kuat. Demak pun berkembang menjadi kekuatan ekonomi dan militer
baru di tanah Jawa. Dengan kekuatan tersebut, mereka mampu
membuat sebuah tatanan baru ( new order) di tanah Jawa yang
berdasarkan syariat Islam menggantikan tatanan lama ( old
order) yang dipimpin oleh kerajaan Majapahit.
Menurut WS. Rendra dalam pidato Megatruh-nya, “Pada masa
Kesultanan Demak, orang-orang Jawa menguasai setiap jengkal dari
tanahnya. Tak ada kekuatan asing yang bisa melecehkan kedaulatan
tanah air mereka. Demak bebas dari kekuasaan asing. Semarang dan
Jepara menjadi tempat galangan kapal yang memprodusir kapal-kapal
besar dan kecil dalam produktivitas yang tinggi. Ini semua karena
mereka merasa punya jaminan kepastian hidup. Dan kepastian hidup
ada karena adanya daulat hukum yang tertera dalam kitab
“Salokantara” dan “Jugul Muda” ialah kitab UU Demak yang punya
landasan syari‘ah Agama Islam, yang mengakui bahwa semua
manusia itu sama derajatnya, sama-sama khalifah Allah di dunia.
Raja-raja Demak sadar dan ikhlas dikontrol oleh kekuasaan para wali.
Raja-raja Demak berkuasa hanya selama 65 tahun. Tetapi mereka
adalah pahlawan bangsa yang telah memperkenalkan daulat hukum
kepada bangsanya.”
Secara de facto dan de jure , Kesultanan Demak adalah negara yang
berdasar Syariat Islam pertama di tanah Jawa. (K. Subroto )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar