Selasa, 24 Mei 2016

Bab I'TIKAF

Bab I’tikaf

I‘tikaf pada sepuluh hari terakhir dari bulan
Ramadhan adalah termasuk amalan sunnah yang
sangat dianjurkan, karena mencari kebaikan dan
demi mendapatkan Lailatul Qadr.
Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya Kami telah
menurunkannya (al-Qur’an) pada malam kemuliaan. Dan
tahukah kamu, apakah malam kemuliaan itu? Malam
kemuliaan itu lebih baik dari pada seribu bulan. Pada
malam itu turun malaikat-malaikat, terutama malaikat
Jibril dan izin Rabbnya untuk mengatur segala urusan.
Malam itu (penuh kesejahteraan sampai terbit fajar. "(Al-
Qadr: 5).
Dari Aisyah r.a. berkata, adalah Rasulullah saw.
beri’tikaf pada sepuluh hari yang terakhir dari
Ramadhan, dan beliau bersabda, “Carilah lailatul
qadr pada sepuluh malam yang terakhir dari bulan
Ramadhan." (Shahih: Mukhtashar Bukhari no: 987,
Fathul Bari IV: 259 no: 2020, Tirmidzi II: 144 no:
789).
Dari (Aisyah) r.a. bahwa Rasulullah saw.
bersabda, “Carilah lailatul qadr pada (malam) yang ganjil
di sepuluh malam yang terakhir dari bulan Ramadhan!”
(Muttafaqun’alaih : Fathul Bari IV: 259 no: 2017,
dan Muslim II: 628 no: 1169).
Adalah Rasulullah saw. sangat menganjurkan dan
amat menekankan shalat malam di malam lailatul
qadr, sebagaimana yang dijelaskan dalam hadits
dari Abu Hurairah r.a. Nabi saw. bersabda,
“Barangsiapa yang shalat malam di malam lailatul qadr
karena iman dan mengharapkan pahala di sisi Tuhannya,
niscaya diampuni baginya dosa-dosanya yang telah
lalu.” (Muttafaqun’alaih : Fathul Bari IV: 255 no:
2014, Muslim I: 523 no: 760 ‘Aunul Ma’bud IV: 146
no: Nasa’i IV: 157).
I’tikaf harus dilaksanakan di masjid, berdasar
firman Allah SWT, “(Tetapi) janganlah kamu campuri
mereka itu, padahal kamu sedang beri’tikaf dalam masjid.”
(Al-Baqarah: 187).
Dan, karena Rasulullah saw. senantiasa beri’tikaf
di masjid.
Dianjurkan bagi mu’takif (orang yang i’tikaf) agar
menyibukkan diri dengan berbagai keta’atan
keapda Allah, seperti shalat, tilawatul (membaca)
Qur’an, tasbih, tahmid, tahlil, takbir, istiqhfar,
shalawat, do’a, kajian ilmu, dan semisalnya.
Mu’takif, dianggap makruh menyibukkan dirinya
dengan perkataan atau perbuatan yang tidak
berguna, sebagaimana ia dipandang makruh juga
menahan diri tidak berbicara karena menyangka
bahwa yang demikian itu termasuk dalam rangka
mendekatkan diri kepada Allah SWT. (Fiqhus
Sunnah: 404 dengan sedikit perubahan).
Mu’takif, diperbolehkan keluar dari tempat
i’tikafnya manakala ada hajat yang harus
dilakukan, sebagaimana ia dibolehkan menyisir
dan menggundul rambutnya, memotong kukunya
dan membersihkan badannya.
I’tikaf akan menjadi batal karena sang mu’takif
keluar dari masjid tanpa ada hajat atau karena
jima’ (menggauli isterinya).

Sumber: Diadaptasi dari 'Abdul 'Azhim bin Badawi
al-Khalafi, Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil 'Aziz ,
atau Al-Wajiz Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al-Qur'an dan
As-Sunnah Ash-Shahihah, terj. Ma'ruf Abdul Jalil
(Pustaka As-Sunnah), hlm. 414 – 418.

〰〰〰〰〰〰〰〰〰
NASIHAT INI DIHADIRKAN OLEH:
TPA BAITUL JALAL KLATEN
UNTUK INFORMASI TENTANG TPA BAITUL JALAL KLATEN silahkan menghubungi: 085642493111 (Ust. Ahmad Setiawan, Direktur TPA BAITUL JALAL KLATEN)
〰〰〰〰〰〰〰〰〰
INFORMASI LAHAN INFAK KEGIATAN DAKWAH TPA BAITUL JALAL KLATEN SEBAGAI BERIKUT:

💸 Infak Donasi Uang untuk mukafa'ah/gaji Ustadz TPA BAITUL JALAL KLATEN silahkan mendonasikan infaknya ke BANK SYAR'IAH MANDIRI dgn nomor rekening: 7085671701
A.n. Ahmad Setiawan Kurniadi

📲 Infak Donasi Pulsa silahkan mengisikan ke nomor HP: 0838 6589 8200 (Axis)
〰〰〰〰〰〰〰〰〰
BAGI ikhwah fillah yang ingin mengajak saudara/temannya untuk mendapatkan tausiyah broadcast TPA BAITUL JALAL KLATEN silahkan sarankan cara pendaftaran berikut:

Ketik :
Broadcast_Nama_alamat_nomor Wa-nya

Dikirim via WhatsApp ke nomor: 085729721203

Tidak ada komentar:

Posting Komentar