🌼Bahan Renungan bagi Hati Nurani dan Tafakkur Diri🌼
Berikut ini saya kutip langsung sebuah nasihat agung dari sang Waliyullah, Ibnu Athaillah al-Iskandari, yang mengajak kita semua untuk merenungi dan mentafakkuri keindahan anugerah Allah bernama qalb atau hati bagi seorang Mukmin:
“Hati ibarat sebuah pohon, bila disiram dengan air ketaatan buahnya akan tampak jelas. Mata akan membuah kan penjagaan. Telinga akan membuahkan perhatian terhadap Alquran dan pengetahuan. Lidah akan membuahkan zikir dan ucapan yang baik. Kedua tangan dan kaki akan membuahkan amal-amal kebajikan, taat, serta sikap mau membantu orang. Sementara bila hati kering, buahnya akan rontok dan manfaatnya akan hilang.
Oleh karena itu, kalau hati sudah kering, perbanyaklah berzikir. Kunjungilah majelis orang-orang yang wara` dan bijak. Jangan seperti orang sakit yang berkata, “Saya tak mau berobat. Nanti juga akan sembuh sendiri. Pasti lama kelamaan sakitnya juga akan hilang.” Orang seperti ini harus dinasihati dengan mengatakan, “Engkau baru bisa sembuh kalau mau berobat. Tak ada jaminan penyakitnya akan hilang sebelum berusaha mencari sebab.”
Perjuangan memang tidak manis. Ia disertai oleh ujung-ujung panah dan pertumpahan darah. Berjuanglah melawan hawa nafsu agar ia mau taat. Itulah yang disebut dengan jihad terbesar.
Hati ibarat cermin, sedangkan hawa nafsu seperti asap atau uap. Setiap kali asap itu menempel di cermin, cermin itu pun akan menghitam sehingga kejernihan dan keindahannya akan pudar. Hati yang lemah tak ubahnya seperti cermin milik orang tua renta yang sudah tak punya perhatian untuk membersihkannya. Ia abaikan cermin itu dan tak pernah lagi ia pakai hingga wajahnya pun tak karuan.
Sebaliknya, hati yang mengenal Allah seperti cermin milik pengantin wanita yang cantik. Setiap hari ia bersihkan cermin tersebut dan ia pakai sehingga tetap bening dan mengkilat.
Rasulullah Saw bersabda, “Hati manusia lebih bergolak daripada kuali yang sedang mendidih di atas api.” Betapa banyak orang mukmin yang hatinya kadang menyatu dengan Allah tetapi sebentar kemudian berpisah. Betapa banyak ahli ibadah yang menghabiskan malamnya dalam taat kepada Allah, tetapi ketika matahari menyingsing ia tak ingat lagi pada-Nya. Oleh karena itu, Rasulullah Saw berdoa, “Yaa Muqalliba al-quluub wa al-abshaar, tsabbit qalbii ‘alaa diinika wa thaa`atika.” Wahai Yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku atas agamamu dan ketaatan kepada-Mu.
Hati sama seperti mata. Bukan keseluruhan mata yang bisa melihat. Tetapi lensanya saja. Demikian pula dengan hati. Yang dimaksud adalah bukan dagingnya. Tetapi unsur halus yang Allah hunjamkan dalamnya. Unsur itulah yang bisa memahami. Sengaja Allah tempatkan hati bergantung di sisi bagian kiri seperti ember. Kalau dibebani oleh syahwat, ia akan bergerak dan kalau dibebani oleh lintasan takwa ia juga akan bergerak. Kadangkala lintasan hawa nafsu atau syahwat yang lebih dominan. Pada saat tertentu lintasan hawa nafsu dikalahkan oleh lintasan takwa sehingga hati pun memujimu. Tetapi, pada saat yang lain, lintasan takwa dikalahkan lintasan hawa nafsu sehingga hati pun mencelamu. Kedudukan hati seperti atap rumah. Bila engkau menyalakan api di dalam rumah, asapnya akan membumbung ke atap hingga membuatnya hitam.
Begitulah api syahwat, kalau sedang berkobar di dalam tubuh, asap-asap dosanya akan naik ke hati dan membuat hati tersbut hitam. Sehingga ia menjadi hijab yang membungkus permukaannya. Jika engkau hendak membersihkan dan membuatnya kembali bening, serta hendak mengangkat karat yang menempel padanya, engkau harus melakukan empat hal:
1) Banyak berzikir dan membaca Alquran,
2) Selalu diam dan sedikit bicara,
3) Menyendiri untuk munajat kepada Allah Yang Mahakuasa dan Maha Mengetahui,
4) Sedikit makan dan sedikit minum.
Sebaliknya ada empat hal yang bisa mematikan hati:
1) Duduk bersama orang kaya,
2) Berbicara dengan wanita,
3) Jarang berzikir,
4) Banyak makan.
Bila ingin membersikah air, engkau harus menjauhkannya dari barang-barang kotor yang bisa membuatnya najis. Sementara itu anggota badan manusia ibarat saluran air yang mengalir menuju hati dan menumpahkan airnya di sana.
Oleh karena itu, janganlah engkau menyiram hatimu dengan perbuatan hina seperti membongkar aib saudaramu terlebih suamimu, ghibah, atau membincangkan orang lain, mengadu domba, berkata kotor, mendengar yang terlarang, melihat kepada yang tidak halal, memakan yang haram, dan sejenisnya. Hati tidak dikotori oleh yang keluar darinya. Tetapi, ia dikotori oleh yang masuk ke dalamnya.
Hati baru bersinar dan bercahaya dengan memakan yang halal, selalu berzikir dan membaca Alquran disertai tadabbur, duduk bersama para ulama dan orang-orang mukmin, menjaga diri dari melihat sesuatu yang mubah, memelihara diri dari yang terlarang dan makruh, serta cemas terhadap segala maksiat.
Peliharalah cahaya hatimu wahai saudariku. Janganlah engkau membuka tatapan mata kecuali untuk menambah pengetahuan atau hikmah. Siapa yang ingin melihat kepada berbagai hati, hendaknya ia melihat berbagai jenis rumah di daerahnya. Ada rumah yang sudah rusak dan menjadi tempat kotoran sampah. Ada rumah yang rusak dan menjadi tempat ular dan macannya. Ada rumah yang tak bercahaya, gelap gulita. Ada rumah yang menjadi tempat berkicaunya burung gagak dan burung hantu. Dan ada pula rumah yang ramai oleh penghuninya, menyebarkan wewangian dan bunga-bunga, serta disinari oleh kilauan bintang gemintang.
Lalu perhatikan hatimu, termasuk yang manakah ia sehingga engkau benar-benar mengetahui. Bila ketika shalat, membaca Alquran, berzikir, dan berkhalwat, hatimu tidak hadir, tangisilah dirimu! Taburilah kepalamu dengan tanah, serta berdoalah agar Allah memberi hati yang khusyu’. Ketahuilah bahwa orang yang hatinya sedang sakit, karena maksiat dan nifak, ia takkan bisa memakai baju ketakwaan. Bila hatimu terbebas dari segala penyakit hawa nafsu dan syahwat, berarti engkau telah memperoleh takwa.
Dalam Alquran, Allah menyebut syahwat sebagi penyakit. Dia berfirman,
“….. maka orang yang di dalam hatinya ada penyakit pastilah menginginkan…” (QS 33: 32 )
Di lain tempat, Allah juga menyebut sifat nifak sebagai penyakit,
“Di dalam hati mereka terdapat penyakit, Allah pun menambah penyakit tersebut…” ( QS 2: 10 )
Untuk mengobati hati yang sakit ada dua cara. Pertama, dengan mempergunakan sesuatu yang bermanfaat, yaitu ketaatan.
Kedua, dengan menghindari sesuatu yang berbahaya, yaitu maksiat.
Tak ubahnya seperti orang yang sedang sakit. Ia akan meminum obat dan menghindarkan makanan tertentu sampai betul-betul sehat. Bila engkau melakukan sebuah dosa, lalu kau ikuti ia dengan tobat dan penyesalan, itu bisa menjadi sebab bagi tersambungnya hubunganmu dengan Allah. Namun, bila engkau melakukan ketaatan seperti ibadah haji, lalu kau ikuti ia dengan rasa ujub, bangga dan sombong, atas amalanmu itu bisa menjadi sebab terputusnya hubunganmu dengan Allah.
Sungguh aneh, bagaimana engkau berdoa kepada Allah agar diberi kalbu yang baik, sementara anggota badanmu melakukan dosa dan perbuatan terlarang. Jika demikian, engkau seperti orang yang sedang meminum racun atau orang yang menelan obat, tetapi ular dibiarkan menyengatnya.
Siapa yang menyibukkan hatinya dengan Allah, kemudian ia melindunginya dari rongrongan hawa nafsu dan syahwat, itu lebih baik dari orang yang banyak melakukan shalat dan puasa, sedang hatinya sakit.
Allah berfiman,
”Adapun orang-orang uang di dalam hatinya terdapat penyakit, mereka bertambah kufur di samping kekufuran mereka (sebelumnya)” ( QS 9 : 125 )
Orang yang hatinya sibuk dengan dunia dan diisi kecintaan padanya sama seperti orang yang membangun rumah bagus dengan kamar kecil di atas yang airnya menetes ke bawah. Demikian kondisi itu terus berlangsung sehingga bangunan rumah itu dilumuri oleh kotoran. Begitulah kondisimu di hadapan Allah. Hatimu berlumur maksiat. Engkau memakan makanan haram, melihat yang haram, dan menyembunyikan keburukan, tetapi anehnya engkau masih merasa sebagai hamba yang shalih.
Siapa yang melakukan perbuatan haram dan mengerjakan maksiat, hatinya menjadi gelap dan mata batinnya menjadi redup. Oleh karena itu, segeralah menyucikan dan membersihkan hatimu dengan bertobat, berzikir, menyesal, dan memohon ampunan. Bila engkau belum bertobat di saat sehat, bisa jadi Allah akan mengujimu dengan penyakit dan musibah agar engkau bisa keluar dari dunia dalam keadaan bersih dari dosa seperti pakaian yang dicuci dengan air.
Bertobatlah dan beristighfarlah selalu agar hatimu sibuk dengan zikir hingga engkau dilumuri cahaya. Jangan sekali-kali berbuat seperti penggali sumur yang mencari air. Ia menggali di sini dengan dalam sehasta, kemudaian menggali di tempat lain dengan dalam sehasta pula. Dengan begitu, ia takkan dapat menemukan air. Mestinya ia menggali di satu titik saja dengan sungguh-sungguh hingga air ditemukan. Ketahuilah bahwa hati ini menjadi rusak karena kurangnya rasa takut dan tiadanya rasa khusyu’ terhadap Allah.
Hati yang hidup adalah hati yang tak pernah terlalaikan dari Allah, entah oleh sesuatu yang buruk maupun yang baik. Bila ingin mengobati hatimu dari keburukan dan kelalaian, jauhilah sesuatu yang syubhat, keluarlah menuju padang tobat, pakailah baju penyesalan, angkat panji kehinaan, tinggalkan tempat tidur, ubahlah kondisimu dari jauh kepada Allah dengan mendekati-Nya dan dari permainan dengan kesungguhan, berilah makan fakir miskin, biasakan hatimu untuk mengasihi dan mencinta, perbanyak menangis, dan teruslah berdoa karena harap dan cemas, dengan begitu mudah-mudahan engkau sembuh.
Namun sayangnya, engkau lebih memperhatikan makan, mencari yang ternikmat, mengisi perut dengannya, serta berbangga dengan yang indah dan gemuk. Engkau tak ubahnya seperti domba yang sengaja dibuat gemuk untuk disembelih dan dimakan. Bukankah engkau pun telah menyembelih diri sendiri secara tak sadar?
Cahaya adalah tunggangan hati. Ia merupakan tentaranya sebagaimana kegelapan merupakan tentara hawa nafsu. Bila Allah ingin menoling hamba-Nya dalam melawan syahwat, Dia akan menyokongnya dengan tentara cahaya sekaligus melenyapkan kegelapan darinya.
Cahaya bertugas menyingkap, bashiirah (mata hati) memutuskan, serta hati mendatangi atau menolak. Adapun manusia, aspek lahiriyahnya berkilau, namun aspek batinnya yang sebenarnya menjadi substansi perhatian. Hawa nafsu hanya melihat pada aspek lahiriyah, sementara hati melihat pada substansi batiniahnya.
Wahai hamba Allah, agama merupakan modal hidupmu di dunia. Bila engkau kehilangan modal tersebut, sibukkan lisanmu dengan menyebut asma-Nya, sibukkan hatimu dengan mencintai-Nya, dan anggota badanmu dengan mengabdikan diri pada-Nya. Selain itu, bersikaplah rendah hati, temui para ulama yang mengamalkan ilmunya, sampai benih datang, turun hujan, dan ia pun tumbuh.
Siapa yang memperlakukan hatinya seperti petani memperlakukan tanahnya, hatinya akan bersinar dengan cahaya iman dan hikmah.
………………
Ya Allah makin terpuruk hamba,
makin malu hamba, sekiranya diri tidak lagi mampu merenungi jutaan hikmah agung ini…