Minggu, 13 Maret 2016

KENTUT DALAM SHALAT

BAB KENTUT DI DALAM SHALAT

ﻋَﻦْ ﻋَﺒَّﺎﺩِ ﺑْﻦِ ﺗَﻤِﻴﻢٍ ﻋَﻦْ ﻋَﺒْﺪِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺑْﻦِ ﺯَﻳْﺪٍ ﺑْﻦِ ﻋَﺎﺻِﻢٍ ﺍﻟْﻤَﺎﺯِﻧِﻲِّ –
ﺭَﺿِﻲَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻨْﻪُ – ﻗَﺎﻝَ ‏« ﺷُﻜِﻲَ ﺇﻟَﻰ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲِّ – ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ
ﻭَﺳَﻠَّﻢَ – ﺍﻟﺮَّﺟُﻞُ ﻳُﺨَﻴَّﻞُ ﺇﻟَﻴْﻪِ : ﺃَﻧَّﻪُ ﻳَﺠِﺪُ ﺍﻟﺸَّﻲْﺀَ ﻓِﻲ ﺍﻟﺼَّﻠَﺎﺓِ،
ﻓَﻘَﺎﻝَ : ﻟَﺎ ﻳَﻨْﺼَﺮِﻑُ ﺣَﺘَّﻰ ﻳَﺴْﻤَﻊَ ﺻَﻮْﺗًﺎ، ﺃَﻭْ ﻳَﺠِﺪَ ﺭِﻳﺤًﺎ ».
“Dari ‘Abbad bin Tamim dari Abdullah bin Zaid bin ‘Ashim Al
Maziny_radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Seorang lelaki diadukan
kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam. bahwa dia seolah-olah
mendapati sesuatu (kentut) ketika shalat. Beliau bersabda, “Dia
tidak perlu membatalkan shalatnya hingga dia mendengar suara atau
mencium bau.” [HR. Al Bukhari – Muslim]
———————————————-
Faedah yang terdapat dalam hadits:
1. Dalam hadits ini terkandung didalamnya qaidah yang agung,
sebagaimana yang dikatakan Al Imam An Nawawy_rahimahullah:
“Hadits ini merupakan prinsip dasar Islam dan kaidah yang agung
dari kaidah-kaedah ilmu fiqih, yaitu segala sesuatu dihukumi dengan
hukum asalnya hingga datang (hukum) yang menetapkan
kebalikannya, tidaklah bisa dirusak (hukum asal) disebabkan karena
sekedar keraguan yang muncul.” [Syarah Shahih Muslim: 4/49]
Kaidah ini dinamakan oleh ahli Ilmu Ushul “Sesuatu yang yakin
tidaklah dapat dihilangkan dengan suatu keraguan”.
Berkata Al Imam An Nawawy_rahimahullah: “Diantara contoh
masalah dari kaidah ini adalah barangsiapa ragu dalam mencerai
istrinya, membebaskan budaknya, air itu najis ataukah suci, pakaian,
makanan tersebut najis ataukah tidak, apakah telah sholat tiga
rakaat atau empat, sudah ruku’ dan sujud apa belum, telah niat
berpuasa, shalat, berwudhu, i’tikaf ataukah belum, dalam keadaan
dia ditengah-tengah ibadahnya dan yang semisalnya, maka semua
bentuk keraguan tersebut tidaklah mempengaruhi ibadahnya. Hukum
asal semua ini tidak terjadi.” [Syarah Shahih Muslim: 4/50]
Semua itu tidak dianggap karena semuanya hanya didasari oleh
keraguan. Sesuatu yang yakin tidaklah dapat dihilangkan dengan
suatu keraguan.
CATATAN:
a. Seseorang yakin bahwa dirinya telah berwudhu, kemudian dia
ragu bahwa dirinya berhadats ataukah tidak?! maka pendapat yang
kuat dan terpilih adalah dia tetap dengan keyakinan semula bahwa
dia masih dalam keadaan suci. Ini adalah pendapat Jumhur ulama.
Dalil mereka hadits diatas – hadits Abdullah bin Zaid.
Berkata Ibnu Daqiqil ‘Ied_rahimahullah: “Hadits ini nampak jelas
untuk berprinsip dalam keadaan suci dan membuang
keraguan.” [Ihkamul Ahkam: 1/118]
b. Seseorang yakin bahwa dia telah berhadats, kemudian dia ragu
bahwa dia sudah berwudhu lagi ataukah belum?!
Berkata Al Imam An Nawawy_rahimahullah: Apabila dia yakin dirinya
berhadats, dan ragu apakah sudah berwudhu (lagi)?! Maka wajib
bagi dia berwudhu dengan Ijma’nya kaum muslimin [Syarah Shahih
Muslim: 4/50].
c. Seseorang yakin bahwa dia telah berwudhu dan juga telah
berhadats, hanya saja dia ragu mana yang lebih dahulu?! maka dia
berprinsip dengan dugaan yang mendominasi. Jika dugaan yang
mendominan bahwa hadats lebih dulu, maka berarti dia telah
berwudhu. Dan begitu pula sebaliknya. Ini adalah pendapat yang
dipilih Asy Syaukani dan juga Syaikhuna Abdurrahman Al ‘Adeny.
Namun jika tidak ada dugaan yang mendominan maka wajib bagi dia
berwudhu. Ini pendapat yang dipilih oleh An Nawawy, Asy Syaukany
dan juga Syaikhuna Abdurrahman Al ‘Adeny. Pembahasan lebih luas
tentang qaidah ini dibahas dalam kitab kaidah-kaedah fiqhiyah.
2. Sekedar keraguan bahwa dia berhadats ataukah tidak, maka hal ini
tidak membatalkan wudhunya maupun shalatnya.
3. Diharamkan seseorang keluar dari shalat tanpa adanya udzur
yang jelas. Allah Ta’ala berfirman:
ﻳَﺎ ﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺁﻣَﻨُﻮﺍ ﺃَﻃِﻴﻌُﻮﺍ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻭَﺃَﻃِﻴﻌُﻮﺍ ﺍﻟﺮَّﺳُﻮﻝَ ﻭَﻟَﺎ ﺗُﺒْﻄِﻠُﻮﺍ
ﺃَﻋْﻤَﺎﻟَﻜُﻢْ
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul dan
janganlah kamu merusakkan (pahala) amal-amalmu. [QS.
Muhammad: 33]
ﻭَﺃَﺗِﻤُّﻮﺍ ﺍﻟْﺤَﺞَّ ﻭَﺍﻟْﻌُﻤْﺮَﺓَ ﻟِﻠَّﻪِ
Dan sempurnakanlah ibadah haji dan ‘umrah karena Allah.” [QS. Al
Baqarah: 196]
Tidak boleh seseorang apabila dia melakukan suatu ibadah,
kemudian dia keluar atau tinggalkan ibadah tersebut semaunya
sendiri, kecuali apabila ada sebabnya.
4. Berkata Ibnul Mundzir_rahimahullah: “Para ulama sepakat bahwa
keluarnya angin dari dubur membatalkan wudhu. Ijma’ ini dinukil
pula oleh Ibnu Qudamah_rahimahullah dalam kitab Al Mughni
[1/230].
5. Yang diinginkan dari mendengar suara (kentut) dan baunya dalam
hadits adalah agar melahirkan keyakinan. Kalau seandainya tidak
terdengar dan juga tidak pula tercium baunya, namun dia tahu dan
yakin bahwa telah kentut dari dari jalan yang lain, maka dihukumi
telah batal wudhunya. Karena tidak dipersyaratkan batalnya wudhu
dengan sebab kentut jika dia mendengar suaranya atau mencium
baunya.
Berkata An Nawawy_rahimahullah: Makna (hadits): dia mengetahui
wujud salah satunya, bukan dipersyaratkan harus mendengar suara
kentutnya dan mencium (baunya), hal ini disepakati oleh seluruh
kaum muslimin [Syarah Shahih Muslim: 4/49].
Wallahul muwaffiq ilash shawab.

➖➖➖➖➖➖➖➖➖
NASIHAT INI DIHADIRKAN OLEH:
TPA BAITUL JALAL KLATEN
UNTUK INFORMASI TPA BAITUL JALAL KLATEN silahkan menghubungi:
085642493111 (Ust. Ahmad Setiawan, Direktur TPA BAITUL JALAL KLATEN)
➖➖➖➖➖➖➖➖➖
Bagi ikhwah fillah yang ingin menjadi donatur TPA BAITUL JALAL KLATEN silahkan mendonasikan infaknya ke nomor rekening BANK SYAR'IAH MANDIRI dgn nomor rekening: 7085671701
A.n. Ahmad Setiawan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar