Sabtu, 12 Maret 2016

BAB (HUKUM) MADZI DAN SELAINNYA

BAB (HUKUM) MADZI DAN SELAINNYA

ﻋَﻦْ ﻋَﻠِﻲِّ ﺑْﻦِ ﺃَﺑِﻲ ﻃَﺎﻟِﺐٍ – ﺭَﺿِﻲَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻨْﻪُ – ﻗَﺎﻝَ : ﻛُﻨْﺖُ ﺭَﺟُﻠًﺎ
ﻣَﺬَّﺍﺀً، ﻓَﺎﺳْﺘَﺤْﻴَﻴْﺖُ ﺃَﻥْ ﺃَﺳْﺄَﻝَ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪِ – ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ
ﻭَﺳَﻠَّﻢَ – ﻟِﻤَﻜَﺎﻥِ ﺍﺑْﻨَﺘِﻪِ ﻣِﻨِّﻲ، ﻓَﺄَﻣَﺮْﺕُ ﺍﻟْﻤِﻘْﺪَﺍﺩَ ﺑْﻦَ ﺍﻟْﺄَﺳْﻮَﺩِ ﻓَﺴَﺄَﻟَﻪُ،
ﻓَﻘَﺎﻝَ : ‏« ﻳَﻐْﺴِﻞْ ﺫَﻛَﺮَﻩُ، ﻭَﻳَﺘَﻮَﺿَّﺄُ ‏» ﻭَﻟِﻠْﺒُﺨَﺎﺭِﻱِّ ‏« ﺍﻏْﺴِﻞْ ﺫَﻛَﺮَﻙَ
ﻭَﺗَﻮَﺿَّﺄْ ‏» ﻭَﻟِﻤُﺴْﻠِﻢٍ ‏« ﺗَﻮَﺿَّﺄْ ﻭَﺍﻧْﻀَﺢْ ﻓَﺮْﺟَﻚَ »
“Dari Ali bin Abi Thalib_radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku adalah
lelaki yang sering keluar madzi, tetapi aku malu untuk bertanya Nabi
Shallallahu ‘alaihi wasallam karena puteri beliau adalah istriku
sendiri. Maka kusuruh al-Miqdad bin Al Aswad supaya bertanya
beliau, lalu beliau bersabda, “Hendaklah dia membasuh
kemaluannya dan berwudhu.” [HR. Al Bukhari – Muslim]
—————————————————————-
PERINGATAN:
Lafazh hadits:
ﻭَﻟِﻤُﺴْﻠِﻢٍ ‏« ﺗَﻮَﺿَّﺄْ ﻭَﺍﻧْﻀَﺢْ ﻓَﺮْﺟَﻚَ
“Percikilah kemaluanmu”
Lafazh hadits ini telah dikritik keshahihannya oleh Al Imam Ad
Daruquthni. Imam Muslim bersendirian dalam meriwayatkan lafazh
ini.
Faedah yang terdapat dalam hadits:
1. Dinukilkan oleh Al Imam An Nawawy dan Asy Syaukani bahwa
para ulama sepakat atas kenajisan air madzi. Namun disebutkan
oleh Ibnu Rajab bahwa sebagian ulama Hanabilah dan Imam Ahmad
dalam salah satu riwayatnya, mereka berpendapat bahwa madzi itu
suci.
Namun pendapat yang benar adalah madzi adalah najis, dengan
dalil hadits Ali, yang mana Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam
memerintahkan untuk mencucinya. Tidaklah diperintahkan untuk
dicuci melainkan karena dia najis.
Masalah: Apakah wajib mencuci semua bagian kemaluan atau
bagian yang terkena madzi saja?
Para ulama berselisih pendapat dalam masalah ini :
Pendapat pertama: Wajib mencuci semua bagian kemaluannya,
termasuk padanya biji kemaluannya. Ini adalah pendapat Imam
Malik, Imam Ahmad dan sebagian ulama Malikiyah. Dalil mereka
bahwa lafazh dzakar jika dimutlakkan maka mencakup semua
bagian kemaluan.
Pendapat kedua: wajib mencuci bagian yang terkena madzi saja. Ini
adalah pendapat jumhur ulama. Dalil mereka diantaranya adalah;
a. Riwayat Al Isma’ily dalam hadits Ali dengan lafazh:
« ﺗَﻮَﺿَّﺄْ ﻭَﺍﻏْﺴِﻠْﻪُ »
“Berwudhulah dan cucilah dia”
Disini dhamir Ha (kata ganti) pada lafazh « ﻭَﺍﻏْﺴِﻠْﻪُ » kembalinya pada
madzi.
b. Penyebutan lafazh “dzakar’ tidaklah melazimkan untuk mencuci
semua bagian kemaluan. Berkata Ibnu Hajar_rahimahullah: “Hal ini
semakna dengan sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam:
« ﻣَﻦْ ﻣَﺲَّ ﺫَﻛَﺮَﻩُ ﻓَﻼَ ﻳُﺼَﻞِّ ﺣَﺘَّﻰ ﻳَﺘَﻮَﺿَّﺄَ ».
“Barangsiapa menyentuh kemaluannya maka janganlah shalat
hingga ia berwudlu.” [HR. At Tirmidzy, dishahihkan Syaikh Al Albany
dan Syaikh Muqbil]
Dalam hadits ini menunjukan bahwa diantara yang membatal wudhu
adalah menyentuh kemaluan. Dalam hadits ini bukanlah maknanya:
barangsiapa menyentuh semua bagian kemaluan maka batal
wudhunya. Tidak! tetapi sedikit atau banyak bagian kemaluan yang
dia sentuh maka membatalkan wudhu.
Ini adalah pendapat yang kuat dan terpilih. Pendapat ini dipilih oleh
Ibnu Hazem, Ibnu Hajar, Ibnu Qudamah, Ibnu Abdil Bar, Asy
Syaukany dan Syaikhuna Abdurrahman Al Adeny.
PERINGATAN:
Dalam riwayat Abu Dawud dari hadits Ali bin Abi Thalib, dengan
lafazh:
« ﻳَﻐْﺴِﻞْ ﺫَﻛَﺮَﻩُ ﻭَﺃُﻧْﺜَﻴَﻴْﻪِ ﻭَﻳَﺘَﻮَﺿَّﺄ »
“Hendaklah dia membasuh kemaluannya dan kedua biji
kemaluannya, kemudian berwudhu.”
Riwayat ini adalah riwayat yang lemah, karena riwayat ini dari jalan
‘Urwah dari Ali bin Abi Thalib. Sedangkan riwayat ‘Urwah dari Ali
adalah Munqathi’ah (riwayat yang terputus), sebagaimana yang
dijelaskan oleh Abu Hatim dan Abu Zur’ah.
Semua riwayat yang menjelaskan mencuci kedua biji kemaluan
adalah lemah dan sebagiannya munkar, sebagaimana dijelaskan
Syaikhuna dalam Syarah Al Muntaqa.
Masalah : Apakah cukup jika diperciki saja pada bagian yang terkena
madzi?
Para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini menjadi dua
pendapat :
Pendapat pertama: Bagian kemaluan yang terkena madzi, cukup
diperciki saja. Ini adalah pendapat Imam Ahmad, dan dipilih oleh
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Asy Syaukany. Dalil mereka
riwayat muslim:
« ﺗَﻮَﺿَّﺄْ ﻭَﺍﻧْﻀَﺢْ ﻓَﺮْﺟَﻚَ »
“Percikilah kemaluanmu”
Sebagaimana telah lewat bahwa lafazh hadits ini telah dikritik oleh
Al Imam Ad Daruquthni keshahihannya.
Pendapat kedua: Harus dicuci bagian yang terkena madzi, tidak
cukup dengan diperciki saja. Ini adalah pendapat yang dipilih
Syaikhuna Abdurrahman Al Adeny. Dalil pendapat ini:
a. Lafazh hadits ( ﺗَﻮَﺿَّﺄْ ﻭَﺍﻧْﻀَﺢْ ﻓَﺮْﺟَﻚَ ) adalah lafazh yang telah dikritik
keshahihannya oleh Al Imam Ad Daruquthny.
b. Kalau seandainya shahih, maka lafazh ( ﺍﻟﻨﻀﺢ) dalam bahsa Arab,
terkadang bermakna mencuci dan terkadang bermakna memerciki.
Dan telah tetap lafazh dalam Ash Shahihain bahwa Nabi Shallallahu
‘alaihi wasallam memerintahkan untuk mencuci bagian kemaluan
yang terkena madzi. Maka riwayat dalam Ash Shahihain menunjukan
bahwa lafazh ( ﺍﻟﻨﻀﺢ) yang dimaksud adalah mencuci, bukan
bermakna memerciki.
Wallohu a’lam, oleh karena itu maka pendapat kedua adalah
pendapat yang kuat dan terpilih.
Masalah: Bagaimana dengan baju atau celana yang terkena madzi?
Para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini:
Pendapat pertama: harus dicuci, tidak cukup dengan percikan air
saja. ini adalah pendapat Imam Malik, Asy Syafi’I dan Ishaq. Dalil
mereka hadits Ali dalam kitab ini.
Pendapat kedua: Cukup diperciki dengan air. Ini adalah pendapat
Imam Ahmad dan Ibnu Hazem, dan dipilih oleh Syaikhul Islam, Ibnul
Qayyim, Asy Syaukany. Dalil mereka zhahir hadits Sahl bin Hunaif, ia
berkata:
« ﻛُﻨْﺖ ﺃَﻟْﻘَﻰ ﻣِﻦْ ﺍﻟْﻤَﺬْﻱِ ﺷِﺪَّﺓً ﻭَﻋَﻨَﺎﺀً ﻭَﻛُﻨْﺖ ﺃُﻛْﺜِﺮُ ﻣِﻨْﻪُ ﺍﻟِﺎﻏْﺘِﺴَﺎﻝَ
ﻓَﺬَﻛَﺮْﺕُ ﺫَﻟِﻚَ ﻟِﺮَﺳُﻮﻝِ ﺍﻟﻠَّﻪِ r ﻓَﻘَﺎﻝَ : ﺇﻧَّﻤَﺎ ﻳَﺠْﺰِﻳﻚ ﻣِﻦْ ﺫَﻟِﻚَ
ﺍﻟْﻮُﺿُﻮﺀُ ﻓَﻘُﻠْﺖ : ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻛَﻴْﻒَ ﺑِﻤَﺎ ﻳُﺼِﻴﺐُ ﺛَﻮْﺑِﻲ ﻣِﻨْﻪُ؟
ﻗَﺎﻝَ : ﻳَﻜْﻔِﻴﻚ ﺃَﻥْ ﺗَﺄْﺧُﺬَ ﻛَﻔًّﺎ ﻣِﻦْ ﻣَﺎﺀٍ ﻓَﺘَﻨْﻀَﺢَ ﺑِﻪِ ﺛَﻮْﺑَﻚ ﺣَﻴْﺚُ
ﺗَﺮَﻯ ﺃَﻧَّﻪُ ﻗَﺪْ ﺃَﺻَﺎﺏَ ﻣِﻨْﻪُ ».
“Aku sering mengeluarkan madzi karena lelah, hingga aku sering
mandi karena hal itu. Lalu aku ceritakan dan menanyakan hal itu
kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau menjawab:
“Sesungguhnya cukup bagimu berwudhu dari hal tersebut.” Lalu aku
bertanya lagi, “Wahai Rasulullah, bagaimana dengan pakaianku yang
terkena?” beliau menjawab: “Cukup bagimu mengambil air
setangkup telapak tangan, lalu percikkanlah pada bagian pakaian
yang kamu ketahui terkena madzi.” [HR. Abu Dawud, At Tirmidy, dan
Ibnu Hibban, dihasankan Syaikh Al Albany]
2. Para ulama sepakat bahwa tidak ada kewajiban mandi janabah
dari keluarnya madzi, hanya saja wajib baginya berwudhu
sebagaimana yang ditunjukan dalam hadits Ali.
3. Para ulama sepakat bahwa madzi termasuk perkara yang
membatalkan wudhu. Karena tidaklah Nabi Shallallahu ‘alaihi
wasallam memerintahkan berwudhu melainkan karena dia
membatalkan wudhu.
FAEDAH:
Seringnya seseorang mengeluarkan madzi disebabkan oleh dua
faktor:
Bisa jadi disebabkan karena kondisi tubuh yang sangat fit dan
sehat. Hal ini terkadang menambah gejolak syahwat pada
dirinya, sehingga dengan itu banyak mengeluarkan madzi.
Bisa jadi disebabkan karena sakit.
Wallahul muwaffiq ilash shawab.

➖➖➖➖➖➖➖➖➖
NASIHAT INI DIHADIRKAN OLEH:
TPA BAITUL JALAL KLATEN
UNTUK INFORMASI TPA BAITUL JALAL KLATEN silahkan menghubungi :
085642493111 (Ust. Ahmad Setiawan, Direktur TPA BAITUL JALAL KLATEN)
➖➖➖➖➖➖➖➖➖
Bagi ikhwah fillah yang ingin menjadi donatur TPA BAITUL JALAL KLATEN silahkan mendonasikan infaknya ke
BANK SYAR'IAH MANDIRI dgn nomor rekening:
7085671701
a.n. Ahmad Setiawan
➖➖➖➖➖➖➖➖➖
Ingin berlangganan nasihat broadcast TPA BAITUL JALAL KLATEN silahkan ketik: Nama_alamat_nomor Wa
Dikirim via WhatsApp ke nomor: 085729721203

Tidak ada komentar:

Posting Komentar