Rabu, 08 Juli 2015

Hukum memakai cadar dalam pandangan 4 mazhab

Hukum
Memakai
Cadar dalam
Pandangan 4
Madzhab
Wanita bercadar
seringkali diidentikkan
dengan orang arab atau
timur-tengah. Padahal
memakai cadar atau
menutup wajah bagi
wanita adalah ajaran
Islam yang didasari dalil-
dalil Al Qur’an, hadits-
hadits shahih serta …
By Yulian Purnama 22 May 2011
 2  23521  78
Fiqh dan Muamalah cadar jilbab
Muslimah
Yulian Purnama
Alumni Ma'had Al Ilmi Yogyakarta,
S1 Ilmu Komputer UGM, kontributor
web PengusahaMuslim.Com
Wanita bercadar seringkali
diidentikkan dengan orang arab atau
timur-tengah. Padahal memakai
cadar atau menutup wajah bagi
wanita adalah ajaran Islam yang
didasari dalil-dalil Al Qur’an, hadits-
hadits shahih serta penerapan para
sahabat Nabi Shallallahu’alaihi
Wasallam serta para ulama yang
mengikuti mereka. Sehingga tidak
benar anggapan bahwa hal tersebut
merupakan sekedar budaya timur-
tengah.
Berikut ini sengaja kami bawakan
pendapat-pendapat para ulama
madzhab, tanpa menyebutkan
pendalilan mereka, untuk
membuktikan bahwa pembahasan ini
tertera dan dibahas secara gamblang
dalam kitab-kitab fiqih 4 madzhab.
Lebih lagi, ulama 4 madzhab
semuanya menganjurkan wanita
muslimah untuk memakai cadar,
bahkan sebagiannya sampai kepada
anjuran wajib. Beberapa penukilan
yang disebutkan di sini hanya secuil
saja, karena masih banyak lagi
penjelasan-penjelasan serupa dari
para ulama madzhab.
Madzhab Hanafi
Pendapat madzhab Hanafi, wajah
wanita bukanlah aurat, namun
memakai cadar hukumnya sunnah
(dianjurkan) dan menjadi wajib jika
dikhawatirkan menimbulkan fitnah.
* Asy Syaranbalali berkata:
ﻭﺟﻤﻴﻊ ﺑﺪﻥ ﺍﻟﺤﺮﺓ ﻋﻮﺭﺓ ﺇﻻ ﻭﺟﻬﻬﺎ ﻭﻛﻔﻴﻬﺎ
ﺑﺎﻃﻨﻬﻤﺎ ﻭﻇﺎﻫﺮﻫﻤﺎ ﻓﻲ ﺍﻷﺻﺢ ، ﻭﻫﻮ
ﺍﻟﻤﺨﺘﺎﺭ
“Seluruh tubuh wanita adalah aurat
kecuali wajah dan telapak tangan
dalam serta telapak tangan luar, ini
pendapat yang lebih shahih dan
merupakan pilihan madzhab
kami“ (Matan Nuurul Iidhah)
* Al Imam Muhammad ‘Alaa-uddin
berkata:
ﻭﺟﻤﻴﻊ ﺑﺪﻥ ﺍﻟﺤﺮﺓ ﻋﻮﺭﺓ ﺇﻻ ﻭﺟﻬﻬﺎ ﻭﻛﻔﻴﻬﺎ
، ﻭﻗﺪﻣﻴﻬﺎ ﻓﻲ ﺭﻭﺍﻳﺔ ، ﻭﻛﺬﺍ ﺻﻮﺗﻬﺎ،
ﻭﻟﻴﺲ ﺑﻌﻮﺭﺓ ﻋﻠﻰ ﺍﻷﺷﺒﻪ ، ﻭﺇﻧﻤﺎ ﻳﺆﺩﻱ
ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻔﺘﻨﺔ ، ﻭﻟﺬﺍ ﺗﻤﻨﻊ ﻣﻦ ﻛﺸﻒ ﻭﺟﻬﻬﺎ
ﺑﻴﻦ ﺍﻟﺮﺟﺎﻝ ﻟﻠﻔﺘﻨﺔ
“Seluruh badan wanita adalah aurat
kecuali wajah dan telapak tangan
dalam. Dalam suatu riwayat, juga
telapak tangan luar. Demikian juga
suaranya. Namun bukan aurat jika
dihadapan sesama wanita. Jika
cenderung menimbulkan fitnah,
dilarang menampakkan wajahnya di
hadapan para lelaki” (Ad Durr Al
Muntaqa , 81)
* Al Allamah Al Hashkafi berkata:
ﻭﺍﻟﻤﺮﺃﺓ ﻛﺎﻟﺮﺟﻞ ، ﻟﻜﻨﻬﺎ ﺗﻜﺸﻒ ﻭﺟﻬﻬﺎ ﻻ
ﺭﺃﺳﻬﺎ ، ﻭﻟﻮ ﺳَﺪَﻟَﺖ ﺷﻴﺌًﺎ ﻋﻠﻴﻪ ﻭَﺟَﺎﻓَﺘﻪُ ﺟﺎﺯ
، ﺑﻞ ﻳﻨﺪﺏ
“Aurat wanita dalam shalat itu
seperti aurat lelaki. Namun wajah
wanita itu dibuka sedangkan
kepalanya tidak. Andai seorang
wanita memakai sesuatu di wajahnya
atau menutupnya, boleh, bahkan
dianjurkan” ( Ad Durr Al Mukhtar ,
2/189)
* Al Allamah Ibnu Abidin berkata:
ﺗُﻤﻨَﻊُ ﻣﻦ ﺍﻟﻜﺸﻒ ﻟﺨﻮﻑ ﺃﻥ ﻳﺮﻯ ﺍﻟﺮﺟﺎﻝ
ﻭﺟﻬﻬﺎ ﻓﺘﻘﻊ ﺍﻟﻔﺘﻨﺔ ، ﻷﻧﻪ ﻣﻊ ﺍﻟﻜﺸﻒ ﻗﺪ
ﻳﻘﻊ ﺍﻟﻨﻈﺮ ﺇﻟﻴﻬﺎ ﺑﺸﻬﻮﺓ
“Terlarang bagi wanita menampakan
wajahnya karena khawatir akan
dilihat oleh para lelaki, kemudian
timbullah fitnah. Karena jika wajah
dinampakkan, terkadang lelaki
melihatnya dengan
syahwat” (Hasyiah ‘Alad Durr Al
Mukhtaar, 3/188-189)
* Al Allamah Ibnu Najiim berkata:
ﻗﺎﻝ ﻣﺸﺎﻳﺨﻨﺎ : ﺗﻤﻨﻊ ﺍﻟﻤﺮﺃﺓ ﺍﻟﺸﺎﺑﺔ ﻣﻦ
ﻛﺸﻒ ﻭﺟﻬﻬﺎ ﺑﻴﻦ ﺍﻟﺮﺟﺎﻝ ﻓﻲ ﺯﻣﺎﻧﻨﺎ
ﻟﻠﻔﺘﻨﺔ
“Para ulama madzhab kami berkata
bahwa terlarang bagi wanita muda
untuk menampakkan wajahnya di
hadapan para lelaki di zaman kita
ini, karena dikhawatirkan
menimbulkan fitnah” (Al Bahr Ar
Raaiq, 284)
Beliau berkata demikian di zaman
beliau, yaitu beliau wafat pada
tahun 970 H, bagaimana dengan
zaman kita sekarang?
Madzhab Maliki
Mazhab Maliki berpendapat bahwa
wajah wanita bukanlah aurat, namun
memakai cadar hukumnya sunnah
(dianjurkan) dan menjadi wajib jika
dikhawatirkan menimbulkan fitnah.
Bahkan sebagian ulama Maliki
berpendapat seluruh tubuh wanita
adalah aurat.
* Az Zarqaani berkata:
ﻭﻋﻮﺭﺓ ﺍﻟﺤﺮﺓ ﻣﻊ ﺭﺟﻞ ﺃﺟﻨﺒﻲ ﻣﺴﻠﻢ ﻏﻴﺮ
ﺍﻟﻮﺟﻪ ﻭﺍﻟﻜﻔﻴﻦ ﻣﻦ ﺟﻤﻴﻊ ﺟﺴﺪﻫﺎ ، ﺣﺘﻰ
ﺩﻻﻟﻴﻬﺎ ﻭﻗﺼَّﺘﻬﺎ . ﻭﺃﻣﺎ ﺍﻟﻮﺟﻪ ﻭﺍﻟﻜﻔﺎﻥ
ﻇﺎﻫﺮﻫﻤﺎ ﻭﺑﺎﻃﻨﻬﻤﺎ ، ﻓﻠﻪ ﺭﺅﻳﺘﻬﻤﺎ
ﻣﻜﺸﻮﻓﻴﻦ ﻭﻟﻮ ﺷﺎﺑﺔ ﺑﻼ ﻋﺬﺭ ﻣﻦ ﺷﻬﺎﺩﺓ ﺃﻭ
ﻃﺐ ، ﺇﻻ ﻟﺨﻮﻑ ﻓﺘﻨﺔ ﺃﻭ ﻗﺼﺪ ﻟﺬﺓ ﻓﻴﺤﺮﻡ ،
ﻛﻨﻈﺮ ﻷﻣﺮﺩ ، ﻛﻤﺎ ﻟﻠﻔﺎﻛﻬﺎﻧﻲ ﻭﺍﻟﻘﻠﺸﺎﻧﻲ
“Aurat wanita di depan lelaki muslim
ajnabi adalah seluruh tubuh selain
wajah dan telapak tangan. Bahkan
suara indahnya juga aurat.
Sedangkan wajah, telapak tangan
luar dan dalam, boleh dinampakkan
dan dilihat oleh laki-laki walaupun
wanita tersebut masih muda baik
sekedar melihat ataupun untuk
tujuan pengobatan. Kecuali jika
khawatir timbul fitnah atau lelaki
melihat wanita untuk berlezat-lezat,
maka hukumnya haram, sebagaimana
haramnya melihat amraad. Hal ini
juga diungkapkan oleh Al Faakihaani
dan Al Qalsyaani” (Syarh Mukhtashar
Khalil, 176)
* Ibnul Arabi berkata:
ﻭﺍﻟﻤﺮﺃﺓ ﻛﻠﻬﺎ ﻋﻮﺭﺓ ، ﺑﺪﻧﻬﺎ ، ﻭﺻﻮﺗﻬﺎ ، ﻓﻼ
ﻳﺠﻮﺯ ﻛﺸﻒ ﺫﻟﻚ ﺇﻻ ﻟﻀﺮﻭﺭﺓ ، ﺃﻭ ﻟﺤﺎﺟﺔ ،
ﻛﺎﻟﺸﻬﺎﺩﺓ ﻋﻠﻴﻬﺎ ، ﺃﻭ ﺩﺍﺀ ﻳﻜﻮﻥ ﺑﺒﺪﻧﻬﺎ ، ﺃﻭ
ﺳﺆﺍﻟﻬﺎ ﻋﻤﺎ ﻳَﻌﻦُّ ﻭﻳﻌﺮﺽ ﻋﻨﺪﻫﺎ
“Wanita itu seluruhnya adalah
aurat. Baik badannya maupun
suaranya. Tidak boleh menampakkan
wajahnya kecuali darurat atau ada
kebutuhan mendesak seperti
persaksian atau pengobatan pada
badannya, atau kita dipertanyakan
apakah ia adalah orang yang
dimaksud (dalam sebuah
persoalan)” ( Ahkaamul Qur’an ,
3/1579)
* Al Qurthubi berkata:
ﻗﺎﻝ ﺍﺑﻦ ﺧُﻮﻳﺰ ﻣﻨﺪﺍﺩ ــ ﻭﻫﻮ ﻣﻦ ﻛﺒﺎﺭ ﻋﻠﻤﺎﺀ
ﺍﻟﻤﺎﻟﻜﻴﺔ ـ : ﺇﻥ ﺍﻟﻤﺮﺃﺓ ﺍﺫﺍ ﻛﺎﻧﺖ ﺟﻤﻴﻠﺔ
ﻭﺧﻴﻒ ﻣﻦ ﻭﺟﻬﻬﺎ ﻭﻛﻔﻴﻬﺎ ﺍﻟﻔﺘﻨﺔ ،
ﻓﻌﻠﻴﻬﺎ ﺳﺘﺮ ﺫﻟﻚ ؛ ﻭﺇﻥ ﻛﺎﻧﺖ ﻋﺠﻮﺯًﺍ ﺃﻭ
ﻣﻘﺒﺤﺔ ﺟﺎﺯ ﺃﻥ ﺗﻜﺸﻒ ﻭﺟﻬﻬﺎ ﻭﻛﻔﻴﻬﺎ
“Ibnu Juwaiz Mandad – ia adalah
ulama besar Maliki – berkata: Jika
seorang wanita itu cantik dan
khawatir wajahnya dan telapak
tangannya menimbulkan fitnah,
hendaknya ia menutup wajahnya.
Jika ia wanita tua atau wajahnya
jelek, boleh baginya menampakkan
wajahnya” (Tafsir Al Qurthubi,
12/229)
* Al Hathab berkata:
ﻭﺍﻋﻠﻢ ﺃﻧﻪ ﺇﻥ ﺧُﺸﻲ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﺮﺃﺓ ﺍﻟﻔﺘﻨﺔ
ﻳﺠﺐ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﺳﺘﺮ ﺍﻟﻮﺟﻪ . ﻦﻴﻔﻜﻟﺍﻭ ﻗﺎﻟﻪ
ﺍﻟﻘﺎﺿﻲ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻮﻫﺎﺏ ، ﻭﻧﻘﻠﻪ ﻋﻨﻪ ﺍﻟﺸﻴﺦ
ﺃﺣﻤﺪ ﺯﺭّﻭﻕ ﻓﻲ ﺷﺮﺡ ﺍﻟﺮﺳﺎﻟﺔ ، ﻭﻫﻮ ﻇﺎﻫﺮ
ﺍﻟﺘﻮﺿﻴﺢ
“Ketahuilah, jika dikhawatirkan
terjadi fitnah maka wanita wajib
menutup wajah dan telapak
tangannya. Ini dikatakan oleh Al
Qadhi Abdul Wahhab, juga dinukil
oleh Syaikh Ahmad Zarruq dalam
Syarhur Risaalah. Dan inilah
pendapat yang lebih
tepat” ( Mawahib Jaliil , 499)
* Al Allamah Al Banaani,
menjelaskan pendapat Az Zarqani di
atas:
ﻭﻫﻮ ﺍﻟﺬﻱ ﻻﺑﻦ ﻣﺮﺯﻭﻕ ﻓﻲ ﺍﻏﺘﻨﺎﻡ
ﺍﻟﻔﺮﺻﺔ ﻗﺎﺋﻠًﺎ : ﺇﻧﻪ ﻣﺸﻬﻮﺭ ﺍﻟﻤﺬﻫﺐ ،
ﻭﻧﻘﻞ ﺍﻟﺤﻄﺎﺏ ﺃﻳﻀًﺎ ﺍﻟﻮﺟﻮﺏ ﻋﻦ ﺍﻟﻘﺎﺿﻲ
ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻮﻫﺎﺏ ، ﺃﻭ ﻻ ﻳﺠﺐ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﺫﻟﻚ ، ﻭﺇﻧﻤﺎ
ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺮﺟﻞ ﻏﺾ ﺑﺼﺮﻩ ، ﻭﻫﻮ ﻣﻘﺘﻀﻰ ﻧﻘﻞ
ﻣَﻮَّﺍﻕ ﻋﻦ ﻋﻴﺎﺽ . ﻭﻓﺼَّﻞ ﺍﻟﺸﻴﺦ ﺯﺭﻭﻕ
ﻓﻲ ﺷﺮﺡ ﺍﻟﻮﻏﻠﻴﺴﻴﺔ ﺑﻴﻦ ﺍﻟﺠﻤﻴﻠﺔ ﻓﻴﺠﺐ
ﻋﻠﻴﻬﺎ ، ﻭﻏﻴﺮﻫﺎ ﻓﻴُﺴﺘﺤﺐ
“Pendapat tersebut juga dikatakan
oleh Ibnu Marzuuq dalam kitab
Ightimamul Furshah , ia berkata:
‘Inilah pendapat yang masyhur
dalam madzhab Maliki’. Al Hathab
juga menukil perkataan Al Qadhi
Abdul Wahhab bahwa hukumnya
wajib. Sebagian ulama Maliki
menyebutkan pendapat bahwa
hukumnya tidak wajib namun laki-
laki wajib menundukkan
pandangannya. Pendapat ini dinukil
Mawwaq dari Iyadh. Syaikh Zarruq
dalam kitab Syarhul Waghlisiyyah
merinci, jika cantik maka wajib, jika
tidak cantik maka sunnah” (Hasyiyah
‘Ala Syarh Az Zarqaani, 176)
Madzhab Syafi’i
Pendapat madzhab Syafi’i, aurat
wanita di depan lelaki ajnabi (bukan
mahram) adalah seluruh tubuh.
Sehingga mereka mewajibkan wanita
memakai cadar di hadapan lelaki
ajnabi. Inilah pendapat mu’tamad
madzhab Syafi’i.
* Asy Syarwani berkata:
ﺇﻥ ﻟﻬﺎ ﺛﻼﺙ : ﺕﺍﺭﻮﻋ ﻋﻮﺭﺓ ﻓﻲ ﺍﻟﺼﻼﺓ ،
ﻭﻫﻮ ﻣﺎ ﺗﻘﺪﻡ ـ ﺃﻱ ﻛﻞ ﺑﺪﻧﻬﺎ ﻣﺎ ﺳﻮﻯ
ﺍﻟﻮﺟﻪ ﻭﺍﻟﻜﻔﻴﻦ . ﻭﻋﻮﺭﺓ ﺑﺎﻟﻨﺴﺒﺔ ﻟﻨﻈﺮ
ﺍﻷﺟﺎﻧﺐ ﺇﻟﻴﻬﺎ : ﺟﻤﻴﻊ ﺑﺪﻧﻬﺎ ﺣﺘﻰ ﺍﻟﻮﺟﻪ
ﻭﺍﻟﻜﻔﻴﻦ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻤﻌﺘﻤﺪ ﻭﻋﻮﺭﺓ ﻓﻲ ﺍﻟﺨﻠﻮﺓ
ﻭﻋﻨﺪ ﺍﻟﻤﺤﺎﺭﻡ : ﻛﻌﻮﺭﺓ ﺍﻟﺮﺟﻞ ‏» ﺍﻫـ ـ ﺃﻱ ﻣﺎ
ﺑﻴﻦ ﺍﻟﺴﺮﺓ ﻭﺍﻟﺮﻛﺒﺔ ـ
“Wanita memiliki tiga jenis aurat, (1)
aurat dalam shalat -sebagaimana
telah dijelaskan- yaitu seluruh
badan kecuali wajah dan telapak
tangan, (2) aurat terhadap
pandangan lelaki ajnabi, yaitu
seluruh tubuh termasuk wajah dan
telapak tangan, menurut pendapat
yang mu’tamad , (3) aurat ketika
berdua bersama yang mahram, sama
seperti laki-laki, yaitu antara pusar
dan paha” (Hasyiah Asy Syarwani
‘Ala Tuhfatul Muhtaaj , 2/112)
* Syaikh Sulaiman Al Jamal berkata:
ﻏﻴﺮ ﻭﺟﻪ ﻭﻛﻔﻴﻦ : ﻭﻫﺬﻩ ﻋﻮﺭﺗﻬﺎ ﻓﻲ
. ﺓﻼﺼﻟﺍ ﻭﺃﻣﺎ ﻋﻮﺭﺗﻬﺎ ﻋﻨﺪ ﺍﻟﻨﺴﺎﺀ
ﺍﻟﻤﺴﻠﻤﺎﺕ ﻣﻄﻠﻘًﺎ ﻭﻋﻨﺪ ﺍﻟﺮﺟﺎﻝ ﺍﻟﻤﺤﺎﺭﻡ ،
ﻓﻤﺎ ﺑﻴﻦ ﺍﻟﺴﺮﺓ ﻭﺍﻟﺮﻛﺒﺔ . ﻭﺃﻣﺎ ﻋﻨﺪ ﺍﻟﺮﺟﺎﻝ
ﺍﻷﺟﺎﻧﺐ ﻓﺠﻤﻴﻊ ﺍﻟﺒﺪﻥ
“Maksud perkataan An Nawawi ‘aurat
wanita adalah selain wajah dan
telapak tangan’, ini adalah aurat di
dalam shalat. Adapun aurat wanita
muslimah secara mutlak di hadapan
lelaki yang masih mahram adalah
antara pusar hingga paha.
Sedangkan di hadapan lelaki yang
bukan mahram adalah seluruh
badan” (Hasyiatul Jamal Ala’ Syarh Al
Minhaj, 411)
* Syaikh Muhammad bin Qaasim Al
Ghazzi, penulis Fathul Qaarib ,
berkata:
ﻭﺟﻤﻴﻊ ﺑﺪﻥ ﺍﻟﻤﺮﺃﺓ ﺍﻟﺤﺮﺓ ﻋﻮﺭﺓ ﺇﻻ ﻭﺟﻬﻬﺎ
ﻭﻛﻔﻴﻬﺎ ، ﻭﻫﺬﻩ ﻋﻮﺭﺗﻬﺎ ﻓﻲ ﺍﻟﺼﻼﺓ ، ﺃﻣﺎ
ﺧﺎﺭﺝ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻓﻌﻮﺭﺗﻬﺎ ﺟﻤﻴﻊ ﺑﺪﻧﻬﺎ
“Seluruh badan wanita selain wajah
dan telapak tangan adalah aurat. Ini
aurat di dalam shalat. Adapun di
luar shalat, aurat wanita adalah
seluruh badan” (Fathul Qaarib , 19)
* Ibnu Qaasim Al Abadi berkata:
ﻓﻴﺠﺐ ﻣﺎ ﺳﺘﺮ ﻣﻦ ﺍﻷﻧﺜﻰ ﻭﻟﻮ ﺭﻗﻴﻘﺔ ﻣﺎ
ﻋﺪﺍ ﺍﻟﻮﺟﻪ ﻭﺍﻟﻜﻔﻴﻦ . ﻭﻭﺟﻮﺏ ﺳﺘﺮﻫﻤﺎ ﻓﻲ
ﺍﻟﺤﻴﺎﺓ ﻟﻴﺲ ﻟﻜﻮﻧﻬﻤﺎ ﻋﻮﺭﺓ ، ﺑﻞ ﻟﺨﻮﻑ
ﺍﻟﻔﺘﻨﺔ ﻏﺎﻟﺒًﺎ
“Wajib bagi wanita menutup seluruh
tubuh selain wajah telapak tangan,
walaupun penutupnya tipis. Dan
wajib pula menutup wajah dan
telapak tangan, bukan karena
keduanya adalah aurat, namun
karena secara umum keduanya
cenderung menimbulkan
fitnah” (Hasyiah Ibnu Qaasim ‘Ala
Tuhfatul Muhtaaj, 3/115)
* Taqiyuddin Al Hushni, penulis
Kifaayatul Akhyaar , berkata:
ﻭﻳُﻜﺮﻩ ﺃﻥ ﻳﺼﻠﻲ ﻓﻲ ﺛﻮﺏ ﻓﻴﻪ ﺻﻮﺭﺓ
ﻭﺗﻤﺜﻴﻞ ، ﻭﺍﻟﻤﺮﺃﺓ ﻣﺘﻨﻘّﺒﺔ ﺇﻻ ﺃﻥ ﺗﻜﻮﻥ ﻓﻲ
ﻣﺴﺠﺪ ﻭﻫﻨﺎﻙ ﺃﺟﺎﻧﺐ ﻻ ﻳﺤﺘﺮﺯﻭﻥ ﻋﻦ ﺍﻟﻨﻈﺮ
، ﻓﺈﻥ ﺧﻴﻒ ﻣﻦ ﺍﻟﻨﻈﺮ ﺇﻟﻴﻬﺎ ﻣﺎ ﻳﺠﺮ ﺇﻟﻰ
ﺍﻟﻔﺴﺎﺩ ﺣﺮﻡ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﺭﻓﻊ ﺍﻟﻨﻘﺎﺏ
“Makruh hukumnya shalat dengan
memakai pakaian yang bergambar
atau lukisan. Makruh pula wanita
memakai niqab (cadar) ketika shalat.
Kecuali jika di masjid kondisinya
sulit terjaga dari pandnagan lelaki
ajnabi. Jika wanita khawatir
dipandang oleh lelaki ajnabi
sehingga menimbulkan kerusakan,
haram hukumnya melepaskan niqab
(cadar)” ( Kifaayatul Akhyaar , 181)
Madzhab Hambali
* Imam Ahmad bin Hambal berkata:
ﻛﻞ ﺷﻲﺀ ﻣﻨﻬﺎ ــ ﺃﻱ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﺮﺃﺓ ﺍﻟﺤﺮﺓ ــ
ﻋﻮﺭﺓ ﺣﺘﻰ ﺍﻟﻈﻔﺮ
“Setiap bagian tubuh wanita adalah
aurat, termasuk pula
kukunya” (Dinukil dalam Zaadul
Masiir, 6/31)
* Syaikh Abdullah bin Abdil Aziz Al
‘Anqaari, penulis Raudhul Murbi’ ,
berkata:
« ﻭﻛﻞ ﺍﻟﺤﺮﺓ ﺍﻟﺒﺎﻟﻐﺔ ﻋﻮﺭﺓ ﺣﺘﻰ ﺫﻭﺍﺋﺒﻬﺎ ،
ﺻﺮﺡ ﺑﻪ ﻓﻲ ﺍﻟﺮﻋﺎﻳﺔ . ﺍﻫـ ﺇﻻ ﻭﺟﻬﻬﺎ
ﻓﻠﻴﺲ ﻋﻮﺭﺓ ﻓﻲ ﺍﻟﺼﻼﺓ . ﻭﺃﻣﺎ ﺧﺎﺭﺟﻬﺎ
ﻓﻜﻠﻬﺎ ﻋﻮﺭﺓ ﺣﺘﻰ ﻭﺟﻬﻬﺎ ﺑﺎﻟﻨﺴﺒﺔ ﺇﻟﻰ
ﺍﻟﺮﺟﻞ ﻭﺍﻟﺨﻨﺜﻰ ﻭﺑﺎﻟﻨﺴﺒﺔ ﺇﻟﻰ ﻣﺜﻠﻬﺎ
ﻋﻮﺭﺗﻬﺎ ﻣﺎ ﺑﻴﻦ ﺍﻟﺴﺮﺓ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﺮﻛﺒﺔ
“Setiap bagian tubuh wanita yang
baligh adalah aurat, termasuk pula
sudut kepalanya. Pendapat ini telah
dijelaskan dalam kitab Ar Ri’ayah …
kecuali wajah, karena wajah
bukanlah aurat di dalam shalat.
Adapun di luar shalat, semua bagian
tubuh adalah aurat, termasuk pula
wajahnya jika di hadapan lelaki atau
di hadapan banci. Jika di hadapan
sesama wanita, auratnya antara
pusar hingga paha” (Raudhul Murbi’ ,
140)
* Ibnu Muflih berkata:
« ﻗﺎﻝ ﺃﺣﻤﺪ : ﻭﻻ ﺗﺒﺪﻱ ﺯﻳﻨﺘﻬﺎ ﺇﻻ ﻟﻤﻦ
ﻓﻲ ﺍﻵﻳﺔ ﻭﻧﻘﻞ ﺃﺑﻮ ﻃﺎﻟﺐ :ﻇﻔﺮﻫﺎ ﻋﻮﺭﺓ ،
ﻓﺈﺫﺍ ﺧﺮﺟﺖ ﻓﻼ ﺗﺒﻴﻦ ﺷﻴﺌًﺎ ، ﻭﻻ ﺧُﻔَّﻬﺎ ،
ﻓﺈﻧﻪ ﻳﺼﻒ ﺍﻟﻘﺪﻡ ، ﻭﺃﺣﺐُّ ﺇﻟﻲَّ ﺃﻥ ﺗﺠﻌﻞ
ﻟﻜـﻤّﻬﺎ ﺯﺭًﺍ ﻋﻨﺪ ﻳﺪﻫﺎ
“Imam Ahmad berkata: ‘Maksud ayat
tersebut adalah, janganlah mereka
(wanita) menampakkan perhiasan
mereka kecuali kepada orang yang
disebutkan di dalam ayat ‘. Abu
Thalib menukil penjelasan dari
beliau (Imam Ahmad): ‘Kuku wanita
termasuk aurat. Jika mereka keluar,
tidak boleh menampakkan apapun
bahkan khuf (semacam kaus kaki),
karena khuf itu masih menampakkan
lekuk kaki. Dan aku lebih suka jika
mereka membuat semacam kancing
tekan di bagian tangan’” (Al Furu’,
601-602)
* Syaikh Manshur bin Yunus bin
Idris Al Bahuti, ketika menjelaskan
matan Al Iqna’ , ia berkata:
« ﻭﻫﻤﺎ ‏» ﺃﻱ : . ﻥﺎﻔﻜﻟﺍ ‏« ﻭﺍﻟﻮﺟﻪ ‏» ﻣﻦ
ﺍﻟﺤﺮﺓ ﺍﻟﺒﺎﻟﻐﺔ ‏« ﻋﻮﺭﺓ ﺧﺎﺭﺟﻬﺎ ‏» ﺃﻱ ﺍﻟﺼﻼﺓ
‏« ﺑﺎﻋﺘﺒﺎﺭ ﺍﻟﻨﻈﺮ ﻛﺒﻘﻴﺔ ﺑﺪﻧﻬﺎ »
“’Keduanya, yaitu dua telapak tangan
dan wajah adalah aurat di luar
shalat karena adanya pandangan,
sama seperti anggota badan
lainnya” ( Kasyful Qanaa’ , 309)
* Syaikh Muhammad bin Shalih Al
Utsaimin berkata:
ﺍﻟﻘﻮﻝ ﺍﻟﺮﺍﺟﺢ ﻓﻲ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﻤﺴﺄﻟﺔ ﻭﺟﻮﺏ
ﺳﺘﺮ ﺍﻟﻮﺟﻪ ﻋﻦ ﺍﻟﺮﺟﺎﻝ ﺍﻷﺟﺎﻧﺐ
“Pendapat yang kuat dalam masalah
ini adalah wajib hukumnya bagi
wanita untuk menutup wajah dari
pada lelaki ajnabi ” (Fatawa Nurun
‘Alad Darb, http://
www.ibnothaimeen.com/all/noor/
article_4913.shtml )
Cadar Adalah Budaya Islam
Dari pemaparan di atas, jelaslah
bahwa memakai cadar (dan juga
jilbab) bukanlah sekedar budaya
timur-tengah, namun budaya Islam
dan ajaran Islam yang sudah
diajarkan oleh para ulama Islam
sebagai pewaris para Nabi yang
memberikan pengajaran kepada
seluruh umat Islam, bukan kepada
masyarakat timur-tengah saja. Jika
memang budaya Islam ini sudah
dianggap sebagai budaya lokal oleh
masyarakat timur-tengah, maka tentu
ini adalah perkara yang baik. Karena
memang demikian sepatutnya,
seorang muslim berbudaya Islam.
Diantara bukti lain bahwa cadar
(dan juga jilbab) adalah budaya
Islam :
1. Sebelum turun ayat yang
memerintahkan berhijab atau
berjilbab, budaya masyarakat arab
Jahiliyah adalah menampakkan
aurat, bersolek jika keluar rumah,
berpakaian seronok atau disebut
dengan tabarruj . Oleh karena itu
Allah Ta’ala berfirman:
ﻭَﻗَﺮْﻥَ ﻓِﻲ ﺑُﻴُﻮﺗِﻜُﻦَّ ﻭَﻟَﺎ ﺗَﺒَﺮَّﺟْﻦَ ﺗَﺒَﺮُّﺝَ
ﺍﻟْﺠَﺎﻫِﻠِﻴَّﺔِ ﺍﻟْﺄُﻭﻟَﻰٰ
“Hendaknya kalian (wanita
muslimah), berada di rumah-rumah
kalian dan janganlah kalian ber-
tabarruj sebagaimana yang dilakukan
wanita jahiliyah terdahulu” (QS. Al
Ahzab: 33)
Sedangkan, yang disebut dengan
jahiliyah adalah masa ketika
Rasulullah Shallalahu’alihi Wasallam
belum di utus. Ketika Islam datang,
Islam mengubah budaya buruk ini
dengan memerintahkan para wanita
untuk berhijab. Ini membuktikan
bahwa hijab atau jilbab adalah
budaya yang berasal dari Islam.
2. Ketika turun ayat hijab, para wanita
muslimah yang beriman kepada
Rasulullah Shallalahu’alaihi
Wasallam seketika itu mereka
mencari kain apa saja yang bisa
menutupi aurat mereka. ‘Aisyah
Radhiallahu’anha berkata:
ﻣَّﺎ ﻧَﺰَﻟَﺖْ ﻫَﺬِﻩِ ﺍﻟْﺂﻳَﺔُ ‏( ﻭَﻟْﻴَﻀْﺮِﺑْﻦَ ﺑِﺨُﻤُﺮِﻫِﻦَّ
ﻋَﻠَﻰ ﺟُﻴُﻮﺑِﻬِﻦَّ ‏) ﺃَﺧَﺬْﻥَ ﺃُﺯْﺭَﻫُﻦَّ ﻓَﺸَﻘَّﻘْﻨَﻬَﺎ
ﻣِﻦْ ﻗِﺒَﻞِ ﺍﻟْﺤَﻮَﺍﺷِﻲ ﻓَﺎﺧْﺘَﻤَﺮْﻥَ ﺑِﻬَﺎ
“(Wanita-wanita Muhajirin), ketika
turun ayat ini: “ Dan hendaklah
mereka menutupkan kain kudung ke
dada (dan leher) mereka. ” (QS. Al
Ahzab An Nuur: 31), mereka merobek
selimut mereka lalu mereka
berkerudung dengannya.” (HR.
Bukhari 4759)
Menunjukkan bahwa sebelumnya
mereka tidak berpakaian yang
menutupi aurat-aurat mereka
sehingga mereka menggunakan kain
yang ada dalam rangka untuk
mentaati ayat tersebut.
Singkat kata, para ulama sejak
dahulu telah membahas hukum
memakai cadar bagi wanita.
Sebagian mewajibkan, dan sebagian
lagi berpendapat hukumnya sunnah.
Tidak ada diantara mereka yang
mengatakan bahwa pembahasan ini
hanya berlaku bagi wanita muslimah
arab atau timur-tengah saja.
Sehingga tidak benar bahwa
memakai cadar itu aneh, ekstrim,
berlebihan dalam beragama, atau
ikut-ikutan budaya negeri arab.

Penukilan pendapat-pendapat para
ulama di atas merupakan
kesungguhan dari akhi Ahmad
Syabib dalam forum Fursanul Haq

Tidak ada komentar:

Posting Komentar