Kamis, 23 Juli 2015

Bolehkah mahar nikah berupa hafalan AL'Qur'an ?

Bolehkah mahar nikah berupa
hafalan Al Quran ataukah muroja’ah
hafalan 30 juz sebagaimana
dilakukan oleh hafizh dan hafizhah?
Karena ada yang menikah cuma
sekedar membacakan surat Al Mulk
dan itu sengaja dijadikan mahar.
Ada juga yang menikah dengan
menyetor hafalan 30 juz pada
seorang hafizhah. Bolehkah seperti
itu?
Yang perlu dipahami pertama kali,
mahar adalah hak istri. Allah
mewajibkan bagi pria yang ingin
menikah untuk memenuhi mahar
nikah. Allah Ta’ala berfirman,
ﻭَﺁَﺗُﻮﺍ ﺍﻟﻨِّﺴَﺎﺀَ ﺻَﺪُﻗَﺎﺗِﻬِﻦَّ ﻧِﺤْﻠَﺔً
“ Berikanlah maskawin (mahar)
kepada wanita (yang kamu nikahi)
sebagai pemberian dengan penuh
kerelaan ” (QS. An Nisa’: 4).
Mahar itu bisa berupa barang atau
bisa berupa jasa. Berupa barang
misalnya adalah emas. Berupa jasa
misalnya pengajaran Al Qur’an.
Bagaimana Jika Mahar Berupa
Hafalan Al Qur’an?
Misalnya wanita meminta sebagai
mahar adalah hafalan surat Al Mulk.
Bolehkah itu?
Dalam kitab Al Mawsu’ah Al
Fiqhiyyah 17: 324 disebutkan
perselisihan para ulama mengenai
masalah ini.
Ulama Hanafiyah dan Malikiyah
dalam pendapat mereka yang
masyhur, juga salah satu pendapat
dari Imam Ahmad, menyatakan tidak
bolehnya menjadikan hafalan Al
Qur’an sebagai mahar untuk
perempuan. Karena tubuh wanita
barulah halal jika mahar berupa
harta. Allah Ta’ala berfirman,
ﻭَﺃُﺣِﻞَّ ﻟَﻜُﻢْ ﻣَﺎ ﻭَﺭَﺍﺀَ ﺫَﻟِﻜُﻢْ ﺃَﻥْ
ﺗَﺒْﺘَﻐُﻮﺍ ﺑِﺄَﻣْﻮَﺍﻟِﻜُﻢْ ﻣُﺤْﺼِﻨِﻴﻦَ ﻏَﻴْﺮَ
ﻣُﺴَﺎﻓِﺤِﻴﻦَ
“ Dan dihalalkan bagi kamu selain
yang demikian (yaitu) mencari isteri-
isteri dengan hartamu untuk
dikawini bukan untuk berzina” (QS.
An Nisa’: 24). Begitu pula hafalan
Qur’an hanya jadi bentuk taqarrub
(ibadah) bagi yang
menghafalkannya.
Ulama Syafi’iyah, sebagian pendapat
ulama Malikiyah yang menyelisihi
pendapat yang masyhur, mereka
menyatakan bolehnya menjadikan
hafalan Qur’an sebagai mahar bagi
perempuan. Karena Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
menikahkan seorang wanita dengan
pria dengan mahar hafalan Al Qur’an
yang ia miliki.
Punya Mahar Hanya Hafalan Al
Qur’an
Hadis yang dimaksud adalah dari
Sahl bin Sa’ad radhiyallahu ‘anhu ,
bahwa ada seorang wanita yang
menawarkan untuk dinikahi
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam, namun beliau tidak tertarik
dengannya. Hingga ada salah
seorang lelaki yang hadir dalam
majelis tersebut meminta agar
beliau menikahkannya dengan
wanita tersebut. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam
bertanya,
ﻫَﻞْ ﻋِﻨْﺪَﻙَ ﻣِﻦْ ﺷَﻲْﺀٍ؟ :َﻝﺎَﻗ ﻻَ
ﻭَﺍﻟﻠﻪِ، ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮْﻝَ .ِﻪﻠﻟﺍ :َﻝﺎﻘَﻓ
ﺍﺫْﻫَﺐْ ﺇِﻟَﻰ ﺃَﻫْﻠِﻚَ، ﻓَﺎﻧْﻈُﺮْ ﻫَﻞْ
ﺗَﺠِﺪُ .ﺎًﺌْﻴَﺷ ﻓَﺬَﻫَﺐَ ﺛُﻢَّ ﺭَﺟَﻊَ
ﻓَﻘَﺎﻝَ: ﻻَ ﻭَﺍﻟﻠﻪِ، ﻣَﺎ ﻭَﺟَﺪْﺕُ
.ﺎًﺌْﻴَﺷ ﻓَﻘَﺎﻝَ ﺭَﺳُﻮْﻝُ ﺍﻟﻠﻪِ : ﺍﻧْﻈُﺮْ
ﻭَﻟَﻮْ ﺧَﺎﺗَﻤﺎً ﻣِﻦْ .ٍﺪْﻳِﺪَﺣ ﻓَﺬَﻫَﺐَ
ﺛُﻢَّ ﺭَﺟَﻊَ، :َﻝﺎَﻘَﻓ ﻻَ ﻭَﺍﻟﻠﻪِ، ﻳَﺎ
ﺭَﺳُﻮْﻝَ ﺍﻟﻠﻪِ، ﻭَﻻَ ﺧَﺎﺗَﻤﺎً ﻣِﻦْ
ﺣَﺪِﻳْﺪٍ، ﻭَﻟَﻜِﻦْ ﻫَﺬَﺍ ﺇِﺯَﺍﺭِﻱ ﻓَﻠَﻬَﺎ
.ُﻪُﻔْﺼِﻧ ﻓَﻘﺎَﻝَ ﺭَﺳُﻮْﻝُ ﺍﻟﻠﻪِ : ﻣَﺎ
ﺗَﺼْﻨَﻊُ ﺑِﺈِﺯَﺍﺭِﻙَ، ﺇِﻥْ ﻟَﺒِﺴْﺘَﻪُ ﻟَﻢْ
ﻳَﻜُﻦْ ﻋَﻠَﻴْﻬَﺎ ﻣِﻨْﻪُ ﺷَﻲْﺀٌ، ﻭَﺇِﻥْ
ﻟَﺒِﺴَﺘْﻪُ ﻟَﻢْ ﻳَﻜُﻦْ ﻋَﻠَﻴْﻚَ ﻣِﻨْﻪُ
.ٌﺀْﻲَﺷ ﻓَﺠَﻠَﺲَ ﺍﻟﺮَّﺟُﻞُ ﺣَﺘَّﻰ ﺇِﺫَﺍ
ﻃَﺎﻝَ ﻣَﺠْﻠِﺴَﻪُ ﻗَﺎﻡَ، ﻓَﺮَﺁﻩُ ﺭَﺳُﻮْﻝُ
ﻟﻠﻪِ ﻣُﻮَﺍﻟِﻴًﺎ ﻓَﺄَﻣَﺮَ ﺑِﻪِ ﻓَﺪُﻋِﻲَ،
ﻓَﻠَﻤَّﺎ ﺟَﺎﺀَ :َﻝﺎَﻗ ﻣَﺎﺫَﺍ ﻣَﻌَﻚَ ﻣِﻦَ
ﺍﻟْﻘُﺮْﺁﻥِ؟ :ﻝﺎﻗ ﻣَﻌِﻲْ ﺳُﻮْﺭَﺓُ ﻛَﺬَﺍ
ﻭَﺳُﻮْﺭَﺓ ﻛَﺬَﺍ -ﺎَﻫَﺩَّﺪَﻋ– :َﻝَﺎﻘَﻓ
ﺗَﻘْﺮَﺅُﻫُﻦَّ ﻋَﻦْ ﻇَﻬْﺮِ ﻗَﻠْﺒِﻚَ؟
:َﻝﺎَﻗ .ْﻢَﻌَﻧ :َﻝﺎَﻗ ﺍﺫْﻫَﺐْ، ﻓَﻘَﺪْ
ﻣَﻠَّﻜْﺘُﻜَﻬَﺎ ﺑِﻤَﺎ ﻣَﻌَﻚَ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻘُﺮْﺁﻥِ
“Apakah engkau punya sesuatu
untuk dijadikan mahar?”
“Tidak demi Allah, wahai
Rasulullah,” jawabnya.
“Pergilah ke keluargamu, lihatlah
mungkin engkau mendapatkan
sesuatu,” pinta Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam .
Laki-laki itu pun pergi, tak berapa
lama ia kembali, “Demi Allah, saya
tidak mendapatkan sesuatu pun,”
ujarnya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda: “Carilah walaupun
hanya berupa cincin besi.”
Laki-laki itu pergi lagi kemudian tak
berapa lama ia kembali, “Demi Allah,
wahai Rasulullah! Saya tidak
mendapatkan walaupun cincin dari
besi, tapi ini sarung saya,
setengahnya untuk wanita ini.”
“Apa yang dapat kau perbuat
dengan izarmu? Jika engkau
memakainya berarti wanita ini tidak
mendapat sarung itu. Dan jika dia
memakainya berarti kamu tidak
memakai sarung itu.”
Laki-laki itu pun duduk hingga
tatkala telah lama duduknya, ia
bangkit. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam melihatnya berbalik
pergi, maka beliau memerintahkan
seseorang untuk memanggil laki-laki
tersebut.
Ketika ia telah ada di hadapan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam , beliau bertanya, “Apa yang
kau hafal dari Al-Qur`an? ”
“Saya hafal surah ini dan surah itu,”
jawabnya.
“ Benar-benar engkau menghafalnya
di dalam hatimu? ” tegas Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam .
“Iya,” jawabnya.
“Bila demikian, baiklah, sungguh aku
telah menikahkan engkau dengan
wanita ini dengan mahar berupa
surah-surah Al-Qur`an yang engkau
hafal,” kata Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam. (HR. Bukhari no.
5087 dan Muslim no. 1425)
Lebih Baik Pengajaran Al Qur’an,
Bukan Sekedar Setor Hafalan
Para ulama yang membolehkan
mahar berupa hafalan Al Qur’an
sepakat bahwa harus ditentukan
surat apa dan ayat berapa yang akan
dihafalkan sebagai mahar. Karena
surat dan ayat itu berbeda-beda.
Sedangkan untuk masalah qira’ah
apa yang dipakai, para ulama
berselisih pendapat.
Lebih baik mahar dengan hafalan Al
Qur’an bukan sekedar dibacakan
atau disetorkan. Namun bagusnya
adalah diajarkan. Sebagaimana
Imam Nawawi menyimpulkan hadits
Sahl bin Sa’ad di atas dengan
menyatakan bahwa mahar itu
baiknya berupa pengajaran Al
Qur’an. Beliau berkata,
ﻭَﻓِﻲ ﻫَﺬَﺍ ﺍﻟْﺤَﺪِﻳﺚ ﺩَﻟِﻴﻞ ﻟِﺠَﻮَﺍﺯِ
ﻛَﻮْﻥ ﺍﻟﺼَّﺪَﺍﻕ ﺗَﻌْﻠِﻴﻢ ﺍﻟْﻘُﺮْﺁﻥ
“Di dalam hadits terdapat dalil akan
bolehnya mahar berupa pengajaran
Al Qur’an.” (Syarh Shahih Muslim, 9:
192)
Sedangkan Komisi Fatwa Kerajaan
Saudi Arabia lebih cendurung
memahami hadits Sahl bin Sa’ad
untuk mahar berupa pengajaran Al
Qur’an dibolehkan jika tidak
didapati mahar berupa harta.
Pengajaran Al Qur’an itu termasuk
jasa yang diberikan sebagai mahar.
Dalam Fatwa Al Lajnah Ad Daimah,
komisi Fatwa Kerajaan Saudi Arabia
disebutkan,
ﻳَﺼِﺢُّ ﺃَﻥْ ﻳَﺠْﻌَﻞَ ﺗَﻌْﻠِﻴْﻢَ ﺍﻟﻤﺮْﺃَﺓِ
ﺷَﻴْﺌًﺎ ﻣِﻦَ ﺍﻟﻘُﺮَﺁﻥِ ﻣَﻬْﺮًﺍ ﻟَﻬَﺎ ﻋِﻨْﺪَ
ﺍﻟﻌَﻘْﺪِ ﻋَﻠَﻴْﻬَﺎ ﺇِﺫَﺍ ﻟَﻢْ ﻳَﺠِﺪْ ﻣَﺎﻻً
“Boleh menjadikan pengajaran Al
Qur’an pada wanita sebagai mahar
ketika akad saat tidak didapati harta
sebagai mahar.” (Fatawa Al Lajnah
Ad Daimah no. 6029, 19: 35).
Hal yang sama diutarakan oleh
Imam Bukhari, beliau membawakan
judul Bab untuk hadits Sahl bin
Sa’ad di atas,
ﺗَﺰْﻭِﻳﺞِ ﺍﻟْﻤُﻌْﺴِﺮِ ﻟِﻘَﻮْﻟِﻪِ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ
‏( ﺇِﻥْ ﻳَﻜُﻮﻧُﻮﺍ ﻓُﻘَﺮَﺍﺀَ ﻳُﻐْﻨِﻬِﻢُ ﺍﻟﻠَّﻪُ
ﻣِﻦْ ﻓَﻀْﻠِﻪِ ‏)
“Menikahkan orang yang sulit untuk
menikah, berdasarkan firman Allah
Ta’ala : “ Jika mereka miskin Allah
akan memampukan mereka dengan
karunia-Nya. Dan Allah Maha luas
(pemberian-Nya) lagi Maha
Mengetahui. ” (QS. An Nur: 32).”
Kesimpulan
Yang lebih baik, mahar berupa
pengajaran Al Qur’an pada istri atau
pengajaran hafalan Al Qur’an
padanya, bukan sekedar menyetorkan
hafalan. Namun itu dilakukan ketika
jelas tidak punya harta sebagai
mahar. Wallahu a’lam .
Semoga bermanfaat.
Referensi:
Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, terbitan
Kementrian Agama Kuwait.
Al Minhaj Syarh Shahih Muslim,
Yahya bin Syarf An Nawawi, terbitan
Dar Ibnu Hazm, cetakan pertama,
tahun 1433 H.
Fathul Bari bi Syarh Shahih Al
Bukhari, Ibnu Hajar Al Asqolani,
terbitan Dar Thiybah, cetakan
keempat, tahun 1432 H.
Fatwa Al Islam Sual wal Jawab:
http://islamqa.info/ar/205727

Tidak ada komentar:

Posting Komentar