Selasa, 22 September 2015

Nusyrah, pemusnah sihir

NUSYRAH Pemusnah
Belenggu Sihir

Oleh: Ryan Arief Rahman, Lc

“Saya sudah terlalu lama
menanggung derita ini, Ahhhh…
siapakah orang dibalik derita ini?
Sungguh..! Aku akan mendatangi
dan meminta pertolongan tukang
sihir yang lebih hebat dan terkenal!
Sehingga Kau akan merasakan derita
seperti yang aku rasakan bahkan
kesakitan yang lebih parah dari apa
yang aku rasakan!”
Ungkapan di atas adalah secuil
contoh keluhan dan rintihan orang
yang terkena pengaruh sihir. Hatinya
gundah gulana, keimanannya,
tauhid, dan keyakinannya melemah
bahkan sirna tak tersisa. Sehingga
yang ada dalam benaknya adalah
dendam kesumat yang membara, ia
berambisi untuk membalas dendam
dengan menggunakan sihir yang
lebih hebat, padahal hakekatnya
dendam itu akan merusak aqīdah
dan tauhidnya sendiri. Namun, bagi
orang yang tidak mengalami dan
menjumpai pengaruh serta bahaya
sihir akan bertanya tanya dalam
benak dan pikiran mereka;
Sebenarnya ada gak sih pengaruh
sihir dalam kehidupan manusia?
Bagaimanakah cara menghilangkan
dan mengobati jerat jerat sihir itu?
Makalah ini insya Allah akan
mejelaskan persoalan itu
berdasarkan perspektif aqīdah dan
tauhid.
Hakekat Sihir
Sihir itu nyata dan memberikan
pengaruh kepada seseorang yang
tersihir. Keyakinan ini dibangun di
atas dalil-dalil dari Al Qur‛an dan As
Sunnah.
Allah berfirman:
ﻭَﺍﺗَّﺒَﻌُﻮْﺍ ﻣَﺎ ﺗَﺘْﻠُﻮ ﺍﻟﺸَّﻴَﺎﻃِﻴْﻦُ ﻋَﻠﻰَ ﻣُﻠْﻚِ
ﺳُﻠَﻴْﻤَﺎﻥَ ﻭَﻣَﺎ ﻛَﻔَﺮَ ﺳُﻠَﻴْﻤَﺎﻥُ ﻭَﻟَﻜِﻦَّ ﺍﻟﺸَّﻴَﺎﻃِﻴْﻦَ
ﻛَﻔَﺮُﻭْﺍ ﻳُﻌَﻠِّﻤُﻮْﻥَ ﺍﻟﻨَّﺎﺱَ naD“
ﺍﻟﺴِّﺤْﺮَ mereka mengikuti apa-apa yang
dibaca oleh setan-setan pada masa
kerajaan Sulaiman (dan mereka
mengatakan bahwa Sulaiman itu
yang mengerjakan sihir). Padahal
Sulaiman tidak kafir (tidak
mengerjakan sihir), hanya setan-
setan itulah yang kafir (mengerjakan
sihir), dan mereka mengajarkan sihir
kepada manusia.” (Al-Baqarah: 102)
Dan firmanNya: “Mereka berkata:
Sesungguhnya dua orang ini (Musa
dan Harun) adalah benar-benar ahli
sihir yang hendak mengusir kalian
dari negeri kalian dengan sihirnya,
serta hendak melenyapkan
kedudukan kalian yang utama. Maka
himpunkanlah segala daya (sihir)
kalian kemudian datanglah dengan
berbaris dan sesungguhnya
beruntunglah orang-orang yang
menang pada hari ini. Setelah
mereka berkumpul, mereka berkata:
Hai Musa, (pilihlah) apakah kamu
yang melempar dahulu atau kamilah
yang mula-mula melemparkan? Musa
berkata: Silahkan kalian
melemparkan. Maka tiba-tiba tali
dan tongkat mereka terbayang
kepada Musa seakan-akan dia
merayap dengan cepat lantaran sihir
mereka. Maka Musa merasa takut
dalam hatinya. Kami (Allah) berkata:
Janganlah kamu takut,
sesungguhnya kamulah yang paling
unggul (menang). Lemparkanlah apa
yang ada di tangan kananmu,
niscaya dia akan menelan apa yang
mereka perbuat. Sesungguhnya apa
yang mereka perbuat itu adalah tipu
daya tukang sihir (belaka) dan tidak
akan menang tukang sihir itu dari
mana saja dia datang.” (Thaha:
63-69)
Menurut Asy-Syinqithi dalam kitāb
Adhwā Al-Bayān dan Al-Imām Al-
Qurţubī dalam al Jāmì li Ahkām Al
Qurān, serta Asy-Syaikh
Abdurrahman As-Sádi dalam
Tafsirnya mengatakan, “ makna ayat
ini adalah meniadakan seluruh jenis
keberuntungan bagi tukang sihir,
dan Allah menguatkan hal yang
demikian itu dengan firman-Nya:
“Dari manapun dia datang.”
Masih banyak ayat-ayat lain yang
menjelaskan hakikat sihir tersebut.
Adapun dalil dari As Sunnah seperti
riwayat Abu Hurairah bahwa
Rasulullah bersabda: “Jauhilah tujuh
perkara yang membinasakan
(membawa kepada kehancuran). Para
shahabat bertanya: “Wahai
Rasulullah, apakah tujuh perkara
itu?, Beliau berkata: “Syirik kepada
Allah, sihir, membunuh jiwa yang
diharamkan oleh Allah kecuali
dengan sebab yang dibenarkan
agama, memakan riba, memakan
harta anak yatim, membelot (desersi)
dalam peperangan, melontarkan
tuduhan zina kepada wanita yang
terjaga kehormatannya, yang
beriman yang tiada menahu
dengannya”. (HR. Al-Bukhari: 2766
dan Muslim: 89)
Masih banyak dalil lain yang
menunjukkan hakikat dan pengaruh
sihir. Hāfidz bin Ahmad Al-Hakami
rahimahullah mengatakan: “Sihir
adalah sesuatu yang benar-benar
ada dan pengaruhnya tidak terlepas
dari takdir Allah sebagaimana Allah
berfirman: Mereka belajar dari
keduanya perkara yang akan
memecah belah hubungan suami
istri dan mereka tidak akan bisa
berbuat madharat kepada seorang
pun kecuali dengan izin Allah. Dan
pengaruhnya ada sebagaimana
termaktub dalam hadits-hadits
shahih.”
Ibnu Hajar dalam Fathul Bāri
mengatakan: “Al-Maziri berkata:
Sebagian ahli bidáh mengingkari
sihir yang menimpa Rasulullah ini,
mereka menyangka bahwa hal ini
akan menjatuhkan kedudukan
nubuwwah dan akan memberi
keraguan. Sesungguhnya statement
itu adalah batil.”
Asy-Syaikh Shālih bin Fauzan
mengatakan: “Dinamakan sihir
karena terjadi dengan perkara yang
sangat tersembunyi yang tidak akan
bisa dilihat oleh mata. Yaitu
berbentuk jimat-jimat, jampi-jampi,
pembicaraan-pembicaraan, atau
melalui asap-asap. Sihir memiliki
hakikat dan diantaranya
berpengaruh terhadap hati dan
badan sehingga bisa menyebabkan
sakit, terbunuh, dan memisahkan
antara suami istri.”
Abu Muhammad Al-Maqdisi di dalam
kitab Al-Kāfi mengatakan: “Sihir
adalah jimat-jimat, jampi-jampi dan
ikatan-ikatan buhul yang
berpengaruh pada hati dan badan
yang akhirnya menyebabkan sakit
dan mati, juga akan memisahkan
kesatuan antara suami istri. Allah
berfirman: Lalu mereka belajar dari
keduanya (Harut dan Marut) sesuatu
yang akan bisa memisahkan antara
seorang suami dengan istrinya.”
Uraian di atas menjelaskan tentang
hakekat dan pengaruh sihir, Lalu
bagaimana cara menghilangkan sihir
menurut tuntunan syarì..? ulasan
berikutnya akan menjelaskan hal itu
insya Allah…
Cara Menghilangkan Sihir
Menghilangkan sihir dari orang yang
terkena sihir disebut dengan an-
nusyrah. Apabila menghilangkan
sihir tersebut dengan sihir yang lain
maka ini adalah perbuatan setan
dan hukumnya haram. Dan apabila
menghilangkannya dengan bacaan-
bacaan yang disyariátkan, seperti
doa, dan ayat-ayat Al Qur’an maka
hal yang demikian itu boleh dan
disyariátkan.
Persoalan berkaitan menghilangkan
sihir atau dalam terminology aqīdah
disebut an nusyrah adalah termasuk
dalam permasalahan yang dijelaskan
hukumnya oleh para ulama. Nusyrah
ini terbagi ke dalam dua klasifikasi.
Pertama; menghilangkan sihir
dengan sihir. Kedua; menghilangkan
sihir dengan menggunakan ruqyah,
ayat-ayat dzikir, pelindung dan juga
obat-obatan yang dianjurkan.
Dalam sebuah riwayat disebutkan
dari Jabir ra bahawa Rasulullah saw
ditanya tentang an-nusyrah, lalu
baginda menjawab; “Ia termasuk
dalam amalan syaitan”. (H.R. Ahmad
dan Abu Daud)
Hadis di atas menjelaskan larangan
dan pengharaman menemui tukang
sihir untuk menghilangkan sihir.
Adapun menghilangkan sihir dengan
doa-doa dan ruqyah yang
disyariátkan hukumnya boleh bahkan
dianjurkan. Kedua belah pihak baik
tukang sihir yang menghilangkan
sihir maupun pesakit yang terkena
sihir akan menerima dosa atas
perbuatan mereka. Ini kerana kedua-
duanya menghambakan dirinya
kepada syaitan, melakukan
kesyirikan, mentaati segala
permintaan dan suruhannya
sehingga mereka melakukan perkara-
perkara yang diharamkan oleh
syariát, meminta kesembuhan
kepada tukang sihir dan
mengamalkan anjurannya adalah
haram. Keharaman tersebut senada
dengan keharaman yang termaktub
dalam firman Allah surah al-Maidah
ayat 90 yaitu; “Hai orang-orang yang
beriman, Sesungguhnya (meminum)
arak, berjudi, (berkorban untuk)
berhala, mengundi nasib dengan
panah, adalah termasuk perbuatan
syaitan. Maka jauhilah perbuatan-
perbuatan itu agar kamu mendapat
keberuntungan.”
Syeikh Shaleh Fauzan al-Fauzan
Hafizahullah berkata; “Adapun
seseorang mufti yang menganjurkan
pengobatan sihir dengan sihir yang
semisal atau sejenisnya, maka dia
telah berbuat dosa ditinjua dari
beberapa hal berikut; Pertama:
Fatwanya itu menyalahi fatwa-fatwa
yang benar yang berdasarkan dalil-
dalil syarì. Kedua: Fatwa itu sebagai
pemicu munculnya tukang sihir baru
dengan dalil menolong orang lain.
Ketiga: Fatwa itu akan menghapus
hukum syarì yang memerintahkan
untuk membunuh tukang sihir.
Keempat: Sesungguhnya Allah telah
menjadikan obat bagi yang terkena
sihir dengan menggunakan an-
nusyrah yang disyari’atkan. Kelima:
tidak boleh berobat dengan benda-
benda yang haram sebagaimana
sabda Nabi saw; “berobatlah kamu
semua, dan janganlah berobat
dengan benda-benda yang haram”.
Ibn Masùd berkata; “sesungguhnya
Allah tidak menjadikan kesembuhan
jika kaliand menggunakan dengan
sesuatu yang diharamkan, dan sihir
merupakan kekufuran yang
mengeluarkan seserorang dari
agamanya dan termasuk perbuatan
dosa besar.”
Cara An-Nusyrah Yang Dianjurkan
Pertama: Menggunakan ayat-ayat
ruqyah (jampi) yang termaktub
dalam al-quran dan as-sunnah.
Kedua: Mengamalkan ayat-ayat
pelindung setiap pagi dan sore,
seperti surat al-Falaq dan an-Nas,
juga hadis Nabi saw; “a’ūdzu bi
kalimātillah al-tāmmati min syarri
ma khalaq” dan contoh yang lainnya.
Ketiga: Menggunakan beberapa
bahan obat yang dianjurkan seperti
daun sidir, minyak wangi, minyak
zaitun, air zam-zam, madu dan
sebagainya yang mengandung
khasiat tertentu seperti termaktub
dalam hadis. Dan tentunya Bahan-
bahan tersebut dibarengi dengan
bacaan al-Quran dan ruqyah untuk
diberikan kepada pesakit yang
disihir untuk diminum, untuk air
mandi, untuk mengusap dan
sebagainya.
Akan tetapi perlu diingat, bahwa
pesakit harus berprasangka baik
kepada Allah swt dan yakin bahwa
obat obatan dan usah-usaha ruqyah
yang dilakukan itu akan mujarab
atas izinNya semata, karena
kesembuhan adalah dari Allah dan
Dialah yang memberi madharat dan
manfaat. Dan juga harus bersabar
selama menjalankan upaya dan
pengobatan syar’I di atas, karena
terkadang pengobatan tersebut
memakan waktu yang lama.
Sebenarnya kesuksesan dan hasil
terapi ruqyah itu sangat bergantung
pada keyakinan pesakit, rasa
tawakkal dan azam yang tinggi untuk
sembuh. Semoga Allah
menyembuhkan mereka yang
tertimpa musibah ini, semoga Allah
swt menghapuskan kejahatan-
kejahatan tukang sihir serta
membongkar kejahatan-kejahatan
mereka, dan semoga kita terhindar
dari segala bentuk jerat dan
belenggu sihir.
“Kita berlindung dengan kalimah-
kalimah Allah Yang Maha Sempurna
dari setiap kejahatan yang
diciptakan”. Wallāhul Musta‛ān..

Reference:
1. Muhammad Shālih Al Utsaimin, Al
Qaul Al Mufīd Alā Kitāb At Tauhīd
(Riyādh: Dār Ibn Al jauzī, 1419) Cet
III.
2. Muhamad Bin Abdul Azīz As
Sulaimān Al qaráwi, Al Jadīd Fī Syarh
Kitāb At Tauhīd (Jeddah: Maktabah
As Sawādī Li at Tauzì, 1415) Cet I
3. Abdurrahman Bin Hasan Bin
Muhamad Bin Abdul Wahāb, Fathul
Majīd Li Syarh Kitāb At Tauhīd
(Bairut: Dār Ālam Al fawāìd, 1420)
Cet VI
4. Sulaimān Bin Abdilah Bin
Muhamad Bin Abdul Wahāb, Taisīr
Al Azīz Al Hamīd Fī Syarh Kitāb At
Tauhīd (Bairut: Maktab Al Islāmi,
1405) Cet VI
5. Muhamad Al Amīn Bin Muhamad
Al Mukhtār Al Jakani As Syanqithi,
Adwāùl Bayān Fī Idāh Al Qurān Bi Al
Qurān (Bairut: Ālim Al Kutub, t.thn)
6. Abdurrahman Bin Nashīr As Sádi,
Taisīr Al Karīm Ar Rahmān Fī Tafsiri
Kalām Al Manān (Bairut: Muassasah
Ar risālah, 1423) Cet I
7. Abu Abdilah Muhamad Bin
Ahmad Al Ansharī Al Qurthubi, Al
Jāmì Li Ahkām Al Qurān (t.tp: t.tt)
8. Ahmad Bin Ali Bin Hajar Al
Asqalani, Fath Al Bāry Bi Syarh
Shahīh Al Bukhary (Bairut: Dar Al
Fikr, 1421)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar