Selasa, 22 September 2015

Bohong yang dibolehkan dalam islam

Bohong yang
Dibolehkan Dalam Islam

Pertanyaan:
Bolehkah berbohong dalam Islam?

Jawaban:
Dusta atau bohong adalah
perbuatan haram. Tidak ada
keringanan untuk berdusta dalam
Islam, kecuali karena darurat atau
kebutuhan yang mendesak. Itu pun
dengan batas yang sangat sempit.
Seperti tidak dijumpai lagi cara
yang lain untuk mewujudkan tujuan
yang baik itu, selain harus bohong.
Ada satu cara yang mirip dengan
dusta tapi bukan dusta. Dalam
kondisi ‘kepepet’ , seseorang bisa
menggunakan cara ini untuk
mewujudkan keinginannya tanpa
harus terjerumus ke jurang
kedustaan. Cara itu, bernama
ma’aridh atau tauriyah. Bentuknya,
seseorang menggunakan kata yang
ambigu, dengan harapan agar
dipahami lain oleh lawan bicara.
Sebagai contoh, disebutkan dalam
hadis riwayat Bukhari, dari Abu
Hurairah radhiallahu ‘anhu :
Suatu ketika Nabi Ibrahim pernah
bersama istrinya Sarah. Mereka
berdua melewati daerah yang
dipimpin oleh penguasa yang
zhalim. Ketika rakyatnya melihat
istri Ibrahim, mereka lapor kepada
raja, di sana ada lelaki bersama
seorang wanita yang sangat cantik –
sementara penguasa ini punya
kebiasaan, merampas istri orang
dan membunuh suaminya–
Penguasa itu mengutus orang untuk
menanyakannya. “Siapa wanita ini?”
tanya prajurit. “Dia saudariku.”
Jawab Ibrahim. Setelah menjawab
ini, Ibrahim mendatangi istrinya
dan mengatakan,
ﻳﺎ ﺳﺎﺭﺓ ﻟﻴﺲ ﻋﻠﻰ ﻭﺟﻪ
ﺍﻷﺭﺽ ﻣﺆﻣﻦ ﻏﻴﺮﻱ
ﻭﻏﻴﺮﻙ، ﻭﺇﻥ ﻫﺬﺍ
ﺳﺄﻟﻨﻲ ﻓﺄﺧﺒﺮﺗﻪ ﺃﻧﻚ
ﺃﺧﺘﻲ ﻓﻼ ﺗﻜﺬﺑﻴﻨﻲ
“Wahai Sarah, tidak ada di muka
bumi ini orang yang beriman selain
aku dan dirimu. Orang tadi
bertanya kepadaku, aku sampaikan
bahwa kamu adalah saudariku.
Karena itu, jangan engkau anggap
aku berbohong… dst.”
Nabi Ibrahim ‘alahis salam dalam
hal ini menggunakan kalimat
ambigu. Kata “saudara” bisa
bermakna saudara seagama atau
saudara kandung. Yang diiginkan
Ibrahim adalah saudara seiman/
seagama, sementara perkataan
beliau ini dipahami oleh prajurit,
saudara kandung.
Inilah bohong yang dibolehkan,
yakni bohong untuk mewujudkan
kemaslahatan atau menghindari
bahaya yang lebih besar.
Diriwayatkan dari Ummu Kultsum
binti Uqbah, beliau mendengar
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
ﻟﻴﺲ ﺍﻟﻜﺬﺍﺏ ﺍﻟﺬﻱ
ﻳﺼﻠﺢ ﺑﻴﻦ ﺍﻟﻨﺎﺱ
ﻓﻴﻨﻤﻲ ﺧﻴﺮﺍ ﺃﻭ ﻳﻘﻮﻝ
ﺧﻴﺮﺍ
“ Bukan seorang pendusta, orang
yang berbohong untuk
mendamaikan antar-sesama
manusia. Dia menunbuhkan
kebaikan atau mengatakan
kebaikan .” (HR. Bukhari dan
Muslim)
Yang dimaksud menumbuhkan
kebaikan:
Ketika ada dua kubu, A dan B yang
berseteru, datang C. Dia sampaikan
bahwa kepada A tentang B, yang
membuat A ridha dan mau
memaafkan kesalahan B, dan
sebaliknya. Meskipun bisa jadi, C
tidak pernah mendengarnya. Semua
itu dalam rangka perdamaian.
Demikian keterangan di Syarh
Sunnah Al-Baghawi .
Dalam riwayat yang lain:
ﻭﻟﻢ ﺃﺳﻤﻌﻪ ﻳﺮﺧﺺ ﻓﻲ
ﺷﻲﺀ ﻣﻤﺎ ﻳﻘﻮﻝ ﺍﻟﻨﺎﺱ
ﺇﻻ ﻓﻲ :ﺙﻼﺛ ﺗﻌﻨﻲ
ﺍﻟﺤﺮﺏ، ﻭﺍﻹﺻﻼﺡ ﺑﻴﻦ
ﺍﻟﻨﺎﺱ، ﻭﺣﺪﻳﺚ ﺍﻟﺮﺟﻞ
ﺍﻣﺮﺃﺗﻪ، ﻭﺣﺪﻳﺚ ﺍﻟﻤﺮﺃﺓ
.ﺎﻬﺟﻭﺯ
“ Belum pernah aku dengar, kalimat
(bohong) yang diberi keringanan
untuk diucapkan manusia selain
dalam 3 hal: Ketika perang, dalam
rangka mendamaikan antar-sesama,
dan suami berbohong kepada
istrinya atau istri berbohong pada
suaminya (jika untuk
kebaikan) .” (HR. Muslim)
Yang dimaksud berbohong antar-
suami istri adalah berbohong dalam
rangka menampakkan rasa cinta,
menggombal, dengan tujuan untuk
melestarikan kasih sayang dan
ketenangan keluarga. Seperti
memuji istrinya hingga tersanjung,
atau menampakkan kesenangan
bersamanya sampai pasangannya
tersipu malu, dst.
Satu yang perlu diberi garis tebal,
bukan termasuk bohong yang
dibolehkan dalam hadis ini,
berbohong untuk mengambil hak
pasangannya atau lari dari
tanggung jawab. Demikian
keterangan An-Nawawi dalam Syarh
Shahih Muslim.
Al-Hafidz ibnu hajar mengatakan,
ﻭَﺍﺗَّﻔَﻘُﻮﺍ ﻋَﻠَﻰ ﺃَﻥَّ ﺍﻟْﻤُﺮَﺍﺩ
ﺑِﺎﻟْﻜَﺬِﺏِ ﻓِﻲ ﺣَﻖّ ﺍﻟْﻤَﺮْﺃَﺓ
ﻭَﺍﻟﺮَّﺟُﻞ ﺇِﻧَّﻤَﺎ ﻫُﻮَ ﻓِﻴﻤَﺎ ﻟَﺎ
ﻳُﺴْﻘِﻂ ﺣَﻘًّﺎ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺃَﻭْ
ﻋَﻠَﻴْﻬَﺎ ﺃَﻭْ ﺃَﺧْﺬ ﻣَﺎ ﻟَﻴْﺲَ
ﻟَﻪُ ﺃَﻭْ ﻟَﻬَﺎ
“ Ulama sepakat bahwa yang
dimaksud bohong antar-suami istri
adalah bohong yang tidak
menggugurkan kewajiban atau
mengambil sesuatu yang bukan
haknya .” (Fathul Bari, 5:300)
Sementara bohong ketika perang
bentuknya dengan pura-pura
menampakkan kekuatan atau
menipu musuh dengan strategi
perang dst. Dan tidak termasuk
bagian ini adalah mengkhianati
perjanjian.

Disadur dari:
http://www.Islamweb.net/fatwa no
63123
http://Islamqa.info/ar/ref/136367

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur
Baits (Dewan Pembina Konsultasi
Syariah )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar