Lanjutan tafsir.
Surah AL-MUZZAMMIL
(Yang Berselimut)
Surat 73: 20 ayat
Diturunkan di MAKKAH
Ayat 10-20
Dan bersabarlah engkau atas apa yang mereka katakan itu dan hijrahlah dari mereka dengan hijrah yang indah.
Dan biarkanlah Aku bertindak terhadap orang-orang yang mendustakan itu, yang mempunyai kemewahan, dan berilah mereka tangguh sejenak.
Sesungguhnya di sisi Kami ada belenggu-belenggu yang berat dan neraka yang bernyala-nyala.
Dan makanan yang mempunyai sekangan dan azab yang pedih.
Pada hari, yang akan bergoncang bumi dan gunung-gunung dan jadilah gunung-gunung itu tumpukan pasir yang berterbangan.
Sesungguhnya telah Kami utus kepada kamu seorang Rasul; yang akan jadi saksi terhadap kamu, sebagaimana telah Kami utus kepada Firaun seorang Rasul.
Maka mendurhakalah Firaun terhadap Rasul itu; maka Kami siksalah dia dengan siksaan yang ngeri.
Maka betapakah kamu akan dapat memelihara diri jika kamu kafir, pada hari yang menyebabkan anak-anak pun akan tumbuh uban.
Langit pun jadi pecah belah di hari itu; adalah janji Allah pasti berlaku.
Ini adalah suatu peringatan; maka barangsiapa yang mau, niscaya ditempuhnyalah jalan kepada Tuhannya.
Dan bersabarlah engkau atas apa yang mereka katakan itu. (pangkal ayat 10). Macam-macamlah kata-kata yang dilontarkan oleh kaum musyrikin itu terhadap Nabi s.a.w. untuk melepaskan rasa dendam dan benci. Dituduh gila, dituduh tukang sihir, dituduh tukang tenung dan sebagainya. Maka disuruh Tuhanlah Nabi bersabar, jangan naik darah, hendaklah berkepala dingin mendengarkan kata-kata demikian. Karena jika kesabaran hilang, pedoman jalan yang akan ditempuh atau rencana yang tengah diperbuat akan gagal semua tersebab hilang kesabaran. Sabar adalah satu syarat mutlak bagi seorang Nabi atau seorang pemimpin yang ingin berhasil dalam perjuangannya. Dan hijrahlah dari mereka dengan hijrah yang indah. (ujung ayat 10).
Hijrah yang dimaksud di sini belumlah hijrah negeri, khususnya belum hijrah ke Madinah. Hijrah di sini ialah dengan menjauhi mereka, jangan dirapatkan pergaulan dengan mereka. Jika mereka memaki-maki atau mencela, berkata yang tidak bertanggungjawab, sambutlah dengan sabar dan jangan dibalas dengan sikap kasar pula. Hijrah yang indah ialah membalas sikap mereka yang kasar itu dengan budi yang luhur, dengan akhlak yang tinggi. Tentang keluhuran budi itu telah ada pengakuan Allah atas RasulNya pada ayat 4 dari Surat 68, al-Qalam yang telah kita uraikan terlebih dahulu. Lantaran itu bagaimanapun sakitnya telinga mendengarkan caci-maki mereka, janganlah Nabi menghadapi mereka, jauhi saja mereka;
Dan biarlah Aku bertindak terhadap orang-orang yang mendustakan itu. (pangkal ayat 11). Janganlah engkau menuntut balas sendiri terhadap kekasaran sikap orang-orang yag mendustakan itu. Teruskan saja melakukan dawah yang ditugaskan Tuhan ke atas pundakmu. Tentang menghadapi orang-orang seperti itu dan menentukan hukumnya, serahkan sajalah kepada Allah; Yang mempunyai kemewahan. Biasanya mereka berani mendustakan Rasul Allah mentang-mentang mereka kaya, mentang-mentang mereka hidup mewah penuh nimat, sehingga mereka tidak mau mengingat bahwa nikmat yang mereka gelimangi itu mereka terima dari Allah; Dan berilah mereka tangguh sejenak. (ujung ayat 11). Artinya biarkanlah mereka bersenang-senang, bermewah-mewah sebentar waktu. Akan berapalah lamanya dunia ini akan mereka pakai. Kemewahan itu tidak akan lama. Ada-ada saja jalannya bagi Tuhan untuk mencabut kembali nikmat itu kelak. Karena Tuhan itu Maha Kuasa memutar-balikkan sesuatu. Sejauh-jauh perjalan hidup, akhirnya akan mati. Segagah-gagah badan waktu muda, kalau umur panjang tentu akan tua. Sesihat-sihat badan, satu waktu akan sakit. Atau harta itu sendiri licin tandas, sebagai mana tandasnya kebun yang terbakar karena yang empunyanya bakhil semua, sebagai dijelaskan Tuhan dalam Surat 68 al-Qalam juga.
Sesungguhnya di sisi Kami ada belenggu-belenggu yang berat. (pangkal ayat 12). Yang akan dibelenggukan kepada kaki, tangan dan leher mereka kelak, karena kekafiran yang tidak mau menerima Kebenaran itu; Dan neraka yang bernyala-nyala. (ujung ayat 12). Ke dalam neraka yang bernyala-nyala itulah mereka akan dihalaukan di kemudian hari sebagai makhluk yang hina karena penuh dengan kesalahan.
Dan makanan yang mempunyai sekangan. (pangkal ayat 13). Ada semacam makanan dalam neraka yang bernyala-nyalal itu nanti bila dimakan dia akan tersekang di kerongkongan; masuk kedalam perut tidak mau, dikeluarkan kembali pun tidak mau; Dan azab yang pedih. (ujung ayat 13). Artinya ada lagi beberapa siksaan lain yang akan mereka derita. Pada waktu itu, azab siksaan yang mereka terima adalah sepadan dengan kesombongan dan besar kepala mereka di kala kedatangan Nabi.
Pada hari, yang akan bergoncang bumi dan gunung-gunung. (pangkal ayat 14). Karena kiamat ketika itu telah datang; Dan jadilah gunung-gunung itu tumpukan pasir yang berterbangan. (ujung ayat 4).
Meskipun pemuka-pemuka Quraisy yang kena ancaman itu belum mendapati ketika bumi dan gunung-gunung akan bergoncang karena kiamat, namun nasib mereka yang menantang Nabi tidak jugalah baik. Mana yang tidak tunduk menemui kematian yang sengasara disertai malu keluarga yang tinggal karena kekalahan di Perang Badar. Dan ancaman bahwa kiamat akan datang adalah hal yang diyakini, sebab alam ini tidaklah kekal.
Kemudian itu datanglah peringatan Allah untuk mendekatkan soal ini ke dalam hati orang-orang yang kafir itu; Sesungguhnya telah Kami utus kepada kamu seorang Rasul. (pangkal ayat 15). Peringatan kepada kaum Quraisy itu, bahwa yang datang kepada mereka ini adalah Utusan Tuhan, Muhammad, dibangkitkan dalam kaum keluarga mereka sendiri, bukan orang lain yang datang dari negeri lain; Yang akan jadi saksi terhadap kamu. Artinya bahwa Rasul itu akan menjadi saksi di hadapan Tuhan siapa di antara kamu yang taat, patuh dan percaya akan panggilan Rasul itu dan siapa pula yang kafir, tidak mau percaya. Sebagaimana telah Kami utus kepada Firaun seorang Rasul. (ujung ayat 15). Dibandingkan oleh Allah kedatangan Muhammad yang sekarang kepada kaumnya, dengan kedatangan Musa kepada Firaun.
Maka mendurhakalah Firaun terhadap Rasul itu. (pangkal ayat 16). Ditolak, dibantahnya dan dia membanggakan diri kepada Musa, sampai Firaun itu mendakwakan bahwa dirinyalah yang Tuhan; Maka Kami siksalah dia dengan siksaan yang ngeri. (ujung ayat 16). Kami tenggelamkan Firaun itu ke dalam dasar laut dan mampus dia di sana bersama tentera yang mengikuti dia, dan diselamatkan Allah Musa, Rasul Allah bersama Rasul Allah Harun dan Bani Israil sampai ke seberang.
Dengan menyebutkan hal ini Allah memberikan peringatan bahwa kalau Firaun, Raja Besar bisa remuk redam kena azab siksaan yang ngeri karena menentang Tuan, niscaya mereka itu, kaum Quraisy yang masih kufur kalau masih tidak juga berobah mudah saja bagi Tuhan menghukumnya.
Maka betapakah kamu akan dapat memelihara diri jika kamu kafir. (pangkal ayat 17). Ke mana kamu akan lari? Sedangkan Firaun dengan tetneranya yang besar tidak dapat memelihara dirinya dari azab Allah Taalajika azab itu datang menimpa? Pada hari yang menyebabkan anak-anak pun akan tumbuh uban. (ujung ayat 17). Ngeri sangat hari itu kelak. Saking ngeriny, anak kecil yang belum dewasa pun bisa tumbuh ubah dibuatnya. Inilah satu ungkapan melukiskan kengerian yang amat dahsyat. Sedangkan seorang yang muda belia, belum patut tumbuh uban, jika diberi tanggungjawab yang berat, bisa segera tumbuh uban, karena berfikir.
Orang bertanya kepada Abdulmalik bin Marwan yang menjadi Khalifah pada usia masih muda, padahal belum cukup tiga tahun memerintah, kepalanya sudah beruban. Lalu ada orang bertanya; Mengapa selekas ini tumbuh uban, ya Amirul Muminin? Beliau menjawab; Naik ke atas mimbar berkhutbah tiap hari Jumat itu menyebabkan kepalaku penuh uban.
Langit pun jadi pecah belah hari itu. (pangkal ayat 18). Dapatlah kita fahamkan dengan langit pecah belah itu bahwa bintang-bintang tidak berjalan menurut ukuran insijam (harmonis)nya lagi. Daya tarik yang ada di antara satu bintang dengan bintang yang lain telah diputuskan, matahari telah terlepas hubungan dengan sekalian bintang yang jadi satelitnya; Adalah janji Allah pasti berlaku. (ujung ayat 18).
Artinya bahwa semuanya itu pasti terjadi, jangan dipandang enteng Kalam Allah ini.
Ini adalah suatu peringatan. (pangkal ayat 19). Ang datang dari Tuhan sendiri dan Rasul Allah adalah menyampaikan berita ini dengan jujur; Maka barangsiapa yang mau, niscaya ditempuhnyalah jalan kepada Tuhannya. (ujung ayat 19). Sebab di ayat 17 di atas sudah dijelaskan bahwa tidak seorang pun yang akan dapat berlepas diri atau memelihara diri, atau mengelak dari datangnya hari itu; sebagaimana juga maut, tidak seorang pun yang dapat mengelakkan diri dari cengekeramannya.
* * * * *
Sesungguhnya Tuhan engkau mengetahui bahwasanya engkau berdiri hampir dari dua pertiga malam dan seperdua malam dan sepertiganya dan satu segolongan dari orang-orang yang bersama engkau. Dan Allah menentukan ukuran malam dan siang; Tuhan telah tahu bahwa kamu sekali-kali tidak akan dapat memperhitungkannya. Maka diberiNya taubatlah atas kamu. Sebab itu bacalah mana yang mudah dari al-Quran. Tuhan telah tahu bahwa akan ada di antara kamu yang sakit. Dan yang lain-lain mengembara di muka bumi karena mengharapkan kurnia dari Allah, dan yang lain-lain berperang pada jalan Allah; maka bacalah mana yang mudah daripadanya dan dirikanlah sembahyang dan berikanlah zakat dan beri pinjamlah Allah, pinjaman yang baik. Dan apa jua pun yang kamu dahulukan untuk dirimu dari kebajikan, akan kamu perdapat dia di sisi Allah, dia adalah baik dan sebesar-besar ganjara. Dan mohonlah ampun kepada Allah; sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun, Maha Penyayang.
Yang Berat Diringankan
Perintah Allah pada permulaan Surat supaya Nabi Muhammad dan orang-orang ang beriman bangun sembahyang malam, menurut yang ditentukan Tuhan, telah mereka laksanakan dengan baik.
Sekarang pada penutup Sura, ayat 20 datannglah penjelasan lagi dan penghargaan Tuhan karena mereka telah melaksanakan perintah itu;
Sesungguhnya Tuhan engkau mengetahui bahwasanya engkau berdiri hampir dari dua pertiga malam dan seperdua malam dan sepertiganya. (pangkal ayat 20). Artinya segala perintah itu telah engkau jalankan sebagaimana yang ditentukan oleh Tuhan; yang dekat dengan dua pertiga sudah, yang seperdua malam pun sudah, demikian juga yang sepertiga. Semuanya sudah dilaksanakan dengan baik; Dan satu segolongan dari orang-orang yang bersama engkau. Artinya bahwa engkau telah memberikan teladan tentang bangun sembahyang malam itu kepada pengikut-pengikut setia engkau dan mereka pun telah berbuat demikian pula bersama engkau; Dan Allah menentukan ukuran malam dan siang. Di musim dingin lebih pendek siang, lebih panjang malam; di musim panas lebih panjang siang, lebih pendek malam. Di musim kembang terdapat persamaan siang dengan malam. Ibnu Katsir memberikan tafsir bahwa inilah hikmatnya maka sejak semula perintah ini didatangkan, Nabi boleh membuat dua pertiga malam atau lebih, atau kurang, atau seperdua, atau sepertiga. Karena perimbangan malam itu tidak sama. Yang perbedaan tidak seberapa ialah di negeri-negeri Khatulistiwa sebagai kepulauan kita di Indonesia ini. Tuhan telah tahu bahwa kamu sekali-kali tidak akan dapat memperhitungkannya, dengan teliti. Apatah lagi di zaman itu ilmu hisab dan ilmu falak belum semaju sebagai sekarang. Belum ada buat penelitian perjalanan musim dan pergantian hari sebagai yang ada di Greenwich sekarang ini. Walaupun tahu, tidak pula semua orang wajib mengetahuiya. Maka diberiNya taubatlah atas kamu. Artina bukanlah diberi taubat karena ada suatu perintah yang dilanggar, melainkan beban yang berat yang diringankan. Sebab itu bacalah mana yang mudah dari al-Quran. Artinya janganlah kamu persukar dirimu karena pembacaan itu. Karena tadinya sudah diperintahkan membaca al-Quran dengan perlahan-lahan, maka banyaklah di antara sahabat-sahabat Rasulullah itu yang tekun membaca lalu sembahyang, dan membaca lagi lalu sembahyang. Membaca di dalam sembahyang dan membaca di luar sembahyang; semuanya karena ingin melaksanakan apa yang diperintahkan Tuhan. Disuruh pilih di antara dua pertiga, boleh ditambah dan boleh dikurangi, seperdua pun boleh sepertiga pun boleh, naumn banyak yang berbuat lebih dekat kepada dua pertiga.
Ar-Razi menukilkan dalam tafsirnya perkataan Muqatil; Ada sahabat Rasulullah yang sembahyang seluruh malam, karena takut kalau-kalau kurang sempurna mengerjakan sembahyang yang wajib. Tuhan telah tahu bahwa akan ada di antara kamu yang sakit. Tentu saja orang yang sakit tidak diberati dengan perintah. Dan lagi kalau ada orang yang sembahyang saja tersu-terusan satu malam, niscaya dia akan kurang tidur. Kurang tidur pun bisa menimbulkan sakit. Maksud Tuhan memerintahkan beribadat, buknlah supaya orang jadi sakit, melainkan tetap sihat walafiat; Dan yang lain-lain mengembara di muka bumi karena mengharapkan kurnia dari Allah. Yang dimaksudkan ialah terutama sekali, berniaga, Atau bercucuk tanam, yang menghasilkan buah. Atau berternak yang menghasilkan binatang peliharaan. Semuanya itu diperintahkan belaka oleh Allah, sebagaimana tersebut di dalam Surat 67, al-Mulk ayat 15 yang telah kita ketahui di pangkal Juzu 29 ini. Mencari rezeki yang halal dan yang baik adalah suruhan pula dari Tuhan. Dengan suku ayat ini Ibnul Farash berkata bahwa ayat yang menerangkan tentang pengembaraan di muka bumi ini mencari kurnia dari Allah adalah satu galakan atau anjuran utama supaya berniaga. Dia diserangkaikan dengan Jihad fi Sabilillah, dengan sambungan ayat; Dan yang lain-lain berperang pada jalan Allah. Maka kalau kurang istirahat pada malam hari, niscaya lemah bertempur dengan mush pada siang harinya.
Ibnu Katsir menerangkan pula. Sudah sama diketahui bahwa Surat ini diturunkan di Makkah. Masyarakat Islam baru saja tumbuh. Perintah Jihad belum ada. Tetapi sudah mula dibayangkan bahwa ini akan terjadi. Inilah satu mujizat ari Nabi Muhammad s.a.w. Maka bacalah mana yang mudah daripadanya. Berdasarkan kepada Hadis yang pernah dirawikan oleh Ubbadah bin Shamit, bahwa Nabi pernah bersabda: Tidaklah ada sembahyang, bagi orang yang tidak membaca Fatihatil Kitab, yang dirawikan oleh Bukhari dan Muslim, maka Ulama-ulama menyatakan pendapat bahwa yang termuda dari al-Quran itu ialah al-Fatihah. Tetapi Ulama-ulama dalam Mazhab Hanafi ada yang berpendapat bahwa meskipun bukan Fatihah yang dibaca, asal saja ayat al-Quran, walau satu ayat, sembahyangnya sah juga.
Selanjutnya sabda Tuhan; Dan dirikanlah sembahyang dan berikanlah zakat. Perintah mengerjakan sembahyang di dalam ayat ini menyebabkan jadi jelas bahwa di samping sembahyang malam dengan perintah khas ini, Rasulullah s.a.w. sebelum Miraj telah mendapat juga perintah melakukan sembahyang yang lain, meskipun belum diatur lima waktu. Perintah memberikan zakat pun telah ada sejak dari Makkah, meskipun mengatur nishab zakat baru diatur setelah hijrah ke Madinah. Maka orang-orang yang beriman di masa Makkah dengan bimbingan Nabi sendiri telah sembahyang dan telah berzakat. Dan beri pinjamlah Allah, pinjaman yang baik. Yaitu mengeluarkan harta-benda untuk menegakkan kebajikan, untuk berjuang menegakkan jalan Allah, untuk menegakkan agama, dipilih dari harta yang halal, membantu yang patut dibantu, kikis dari diri penyakit bakhil yang sangat berbahaya itu. Tuhan di sini memilih kata-kata pinjam, artinya; Bayarkanlah terlebih dahulu rezeki yang diberikan Allah yang ada dalam tanganmu itu, Allah berjanji akan menggantinya kelak berlipat-gand. Orang yang pemurah tidaklah akan berkekurangan. Dan apa jua pun yang kamu dahulukan untuk dirimu dari kebajikan. Dalam susunan bahasa kita tiap hari; Apa pun kebajikan yang kamu dahulukan untuk kepentingan dan kebahagiaan dirimu; Akan kamu perdapat dia di sisi Allah. Artinya tidak ada satu kebajikan pun yang telah diamalkan, baik berderma, berwaqaf, bershadaqah, menolong dan berjuang menegakan kebenaran, berjihad, tidak ada yang luput dari catatan Allah. Dia adalah baik dan sebesar-besar ganjaran. Asal semuanya itu dikerjakan dengan ikhlas karena Allah, ganjrannya di sisi Tuhan pun sangat baik. Perhatikanlah isi dari sabda Tuhan itu; Apa pun yang kamu dahulukan dari kebajikan. Sebab segala amalan kebajikan yang kita lakukan sementara hidup ini samalah artinya dengan mengirimkannya lebih dahulu ke hadhrat Allah sebagai simpanan kekayaan yang kelak pasti kita dapati dalam perhitungan di akhirat. Mana yang telah kita belanjakan terlebih dahulu itulah yang terang buat kita. Yang lain belum tentu buat kita.
Tiga Hadis yang sama artinya, satu dirawikan oleh Bukhari, satu lagi oleh an-Nasai dan satu lagi dari Abu Yala, tetapi ketiga Hadis itu melalui al-Amasy dari Ibrahim dan Harits bin Suwaid, bahwa Rasulullah s.a.w. pernah bertanya, Siapakah di antara kamu yang lebih suka kepada hartanya sendiri daripada harta yang dipunyai oleh warisnya?
Sahabat-sahabat Rasulullah yang hadir mendengar pertanyaan itu menjawab; Tidak ada di antara kami seorang pun yang lebih menyukai harta kepunyaan warisnya dari mencintai hartanya sendiri! Rasulullah berkata lagi, Fikirkan benarlah apa yang kamu katakan itu! Mereka menjawab; Tidak ada pengetahuan kami yang lain, ya Rasulullah, melainkan begitulah yang kejadian, harta sendiri yang lebih disukai daripada harta kepunyaan waris. Lalu beliau berkata; Yang benar-benar harta kamu ialah yang lebih dahulu kamu nafkahkan, dan yang tinggal adalah harta kepunyaan waris kamu!
Sama jugalah makna dari sabda Rasulullah itu dengan perumpamaan yang biasa kita dengar; Jika burung terbang sepuluh ekor, kamu tembak, lalu jatuh empat; berapa yang tinggal? Orang yang tidak sempat berfikir dijawabnya saja; Enam yang tinggal. Tetapi orang yang berfikir lebih mendalam akan menjawab; Yang tinggal ialah yang empat ekor telah kena itu. Adapun yang enam telah terbang, belum tentu akan dapat lagi!
Maka pada suatu hari singgahlah penulis ini di kota Semarang menemui seorang dermawan yang patut dihargai di zaman sebagai sekarang. Dia wakafkan sebahagian besar dari kekayaannya untuk mendirikan sebuah rumah sakit dan diserahkannya mengurusnya kepada Perkumpulan Muhammadiyah. Dia telah berkata kepada anak-anaknya ketika akan memberikan wakaf itu: Harta benda yang untuk kamu, wahai anak-anakku sudah ada ketentuannya di dalam al-Quran. Jika ayah mati, maka di saat roh ayah bercerai dengan badan harta itu semuanya sudah kamu yang empunya. Di saat itu tidak ada sebuah pun yang akan ayah bawa ke akhirat, selain lapis kafan pembungkus diri ayah sampai hancur. Sebab itu sebelum ayah meninggal ini, biarkanlah ayah mengirim lebih dahulu harta yang akan ayah dapati di akhirat, dengan jalan mendirikan rumah sakit untuk menolong orang-orang miskin yang tidak kuat membayar mahal dan dipelihara oleh perkumpulan Islam yang dipercayai. Apa yang ayah amalkan dan kirimkan terlebih dahulu itulah yang jelas harta ayah.
Anak-anaknya pun menerima keinginan ayahnya itu dengan ikhlas. Dan mohonlah ampun kepada Allah. Karena sebagai manusia yang hidup, tidaklah akan sunyi kamu dari kealpaan dan kekhilafan. Yang penting adalah mengakui kekurangan diri di hadapan Kebesaran Allah; Sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun, Maha Penyayang. (ujung ayat 20).
Sebab bagaimanapun kebajikan yang kita perbuat, amalan yang kita kerjakan, menolong orang yang kesusahan, berjuang dan berjihad, akan ada sajalah kekurangan kita dan tidak akan ada yang sempurna. Sebab Yang Maha Sempurna itu hanyalah Allah Taala sendiri. Maka dengan mengingat akan dua nama Allah, pertama GHAFUR artinya Maha Pengampun dan kedua RAHIM, Maha Penyayang, masuklah kita daripada pintunya, moga-moga terkabul apa yang kita harapkan. Sebab bagaimanapun kekurangan, namun niat menuju Tuhan tidaklah pernah patah.
Beberapa keterangan berhubung degan Surat al-Muzzammmil;
Suatu riwayat dari Ibnu Abbas; Tuhan menyuruh NabiNya dan orang-orang yang beriman supaya bangun sembahyang malam, keculai sedikit, artinya sediakan sedikit malam buat tidur. Rupanya setelah dikerjakan oleh orang-orang Mumin, nampak telah memberati. Lalu datanglah perintah keringanan di akhir Surat. Maka segala puji bagi Allah.
Menurut riwayat dari Abu Abdurrahman; ketika telah turun Surat Ya Ayyuhal Muzzammil, maka satu tahun lamanya kaum beriman mengerjakan dengan tekun tiap malam, sampai kaki mereka jadi pegal lantaran lamanya sembahyang. Lalu turunlah akhir Surat. Dengan demikian terlepaslah mereka dari ibadat yang berat itu.
Riwayat dari Said bin Jubair, al-Hasan al-Bishri dan Ikrimah begitu juga.
Al-Hafiz Ibnu Hajar menulis dalam Syarah Bukhari; Setengah Ulama berpendapat bahwa pada mulanya sembahyang malamitu adalah wajib. Kemudian perintah itu dimansuhkan dengan bangun sembahyang malam sekadar kuat, kemudian yang itu pun dimansukhkan dengan perintah sembahyang lima waktu.
Tetapi al-Maruzi membantah keterangan itu.
Setengahnya lagi mengatakan sebelum Nabi Miraj belum ada sembahyang yang difardhukan. As-Sayuthi berpendapat bahwa ayat 20 itu memansukhkan kewajiban yang dipikulkan di pangkal Surat. Suatu golongan Ulama mangatakan bahwa sembahyang malam itu tetap wajib atas Nabi saja. Setengah Ulama lagi mengatakan bahwa atas ummat pun wajib juga, tetapi berapa bilangannya tidaklah ditentukan, hanya asal berapa kuat saja.
Di antara ahli tafsir mengeluarkan pendapat bahwa sejak semula Qiyamul Lail itu tetaplah nafilah atau mandub atau sunnah (dianjurkan), tidak ada nasikh dan mansukh dalam perkara ini. Ayatnya adalah ayat muhkam, artinya tetap berlaku. Tetapi meskipun dia perintah sunnat, namun setengah orang yang beriman mengerjakannya dengan tekun sampai tidak mengingat lagi akan kesihatan badan dan tidak mengingat lagi bahwa mereka pun wajib pula berusaha mencari rezeki yang halal. Dan kemudian hari akan datang waktunya mereka mesti pergi berperang pada jalan Allah. Maka diperingatkanlah di akhir Surat, ayat 20 supaya ibadat itu dilakukan ala kadarnya saja, jangan sampai memberati.
Ini pun dibuktikan pula dengan beberapa Hadis, bahwa ada orang yang merentangkan tali tempat bergantung ketika akan berdiri menyambung sembahyang di dalam mesjid, terutama setelah pindah ke Madinah. Sedangkan dalam mengerjakan sembahyang tarawih atau qiyamul lail yang bulan puasa, tersebut pula ada yang sampai sembahyang 41 rakaat dengan witir, sampai sembahyangnya itu ditutp saja dengan makan sahur atau dengan waktu Subuh. Maka diperingatkan oleh Tuhan agar diingat juga kewajiban-kewajiban lain yang akan kita hadapi dalam hidup ini.
Sekian tafsir dari Surat al-Muzzammil; Alhamdulillah!
Rujukan: Tafsir Al-Azhar, Juzu 29, tulisan HAMKA