Minggu, 14 Februari 2016

Tathayyur (merasa sial)

Tathayyur ( MERASA SIAL !  )
Sebuah Fenomena Kesyirikan  khas Muslim Indonesia


Sudah menjadi fenomena yang sangat mengejawantah / mengakar / membudaya bahkan sulit dihilangkan di kalangan Umat Muslim khusus yang ada di Indonesia ini perihal Merasa sial terhadap datangnya atau terjadinya sesuatu  . Inilah satu bukti bahwa sudah lama Umat ini telah meninggalkan sunnah , teramat jauh ummat merasa terasing dengan ajaran Islam yang Murni . Mereka lebih mengedepankan  prasangka  dan  taqlid buta (mengikut tanpa tadabbur dengan syariat yg benar) pada wejangan nenek moyangnya  padahal prasangka itu datangnya dari syetan dan Iblis . Memang sungguh menyedihkan tapi inilaha Pe-er bagi kita sekalian untuk mengembalikan aqidah Ummat yang terbengkalai dengan berbagai khurafat , kesyrikan , kebidahan , dan kemungkaran yang jelas-jelas bertentangan dengan Al-Quran dan Hadits . Dan padahal juga betapa dashyatnya ancaman bagi mereka yang dalam Itiqadnya ( keyakinannnya ) mengakui adanya fenomena merasa sial itu .

Berikut penjelasan ala kadarnya mengenai Tathayur atau Merasa sial terhadap datangnya atau terjadinya sesuatu . Semoga Allah menampakan yang benar itu benar dan menenggelamkan yang salah dan bathil itu tetap bathil dan hina dimata-Nya .

Makna Tathayyur

Makna tatahayyur berasal dari ath-thiyarah, yaitu berarti merasa sial karena suatu hal. Pada mulanya, dahulu orang Arab merasa bernasib sial karena burung-burung tertentu, seperti: gagak dan burung hantu, serta berbagai hewan lainnya. Kemudian hal istilah ini dimutlakkan penggunaannya pada semua perasaan sial, apapun bentuk dan penyebabnya.

Hukum Tathayyur dalam Tinjauan Syariat

Di dalam sebuah hadits, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : “Tidak ada penyakit menular, dan tidak ada kesialan karena burung serta burung hantu dan bulan shafar, tidak pula karena jin. (Hadits Sahih Riwayat . Al-Bukhari dan Muslim , Lihat Fathul Bari)

Dalam hadits tersebut, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menolak adanya penyakit menular dan thiyarah, serta menafikan (meniadakan adanya kesialan akibat burung malam, yakni burung hantu. Karena dahulu mereka menganggap sial yang disebabkan hal-hal tersebut.

Bentuk Thiyarah ini merupakan bentuk kesirikan, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, “Barangsiapa yang membatalkan keperluannya karena thiyarah, maka sesungguhnya ia telah syirik. (Hadits Shahih Riwayat Imam Ahmad 2/220 dan Imam Ath-Tabrani 5/105).

Juga hadits marfu dari Ibnu Masud ra “Thiyarah adalah syirik, Thiyarah ialah syirik !!! ” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani)

Tathayyur dikategorikan syirik karena dalam perasaan sial dengan melihat burung atau manusia, ataupun karena bergantinya bulan dan semisalnya ataupun Karena terjadinya sesuatu , terdapat keyakinan, bahwa semua itu mempunyai pengaruh buruk tanpa adanya kehendak Allah Subhanallahu wa Ta'ala, serta terdapat keyakinan bahwa semua terdapat kekhususan dengan kemalangan tersebut.

Berbagai Bentuk Tathayyur di Masyarakat pada Zaman Kini

Bentuk Tathayyur masa kini merupakan kelanjutan dan kelanjutan tathayyur masa lampau. Bentuk tathayyur masa lampau yang masih terbawa sampai sekarang, adalah merasa sial karena adanya burung gagak atau burung hantu. Ada rasa pesimis, bahwa jika ada burung hantu di dekat rumah, maka akan menandakan bahwa penghuni rumah tersebut akan mengalami musibah (kematian).

Termasuk bentuk tathayyur, adalah merasa sial karena adanya bulan tertentu, misalnya bulan Shafar. Banyak orang yang menghindari bulan ini untuk pernikahan. Demikian juga ada sebagian orang yang merasa sial dengan bulan Syawwal atau bulan Dzulqadah. Atau juga bulan Muharram (bulan terbunuhnya Husain radhiyallahuanhu), sehingga mereka tidak mau melangsungkan pernikahan di bulan ini.

Termasuk kategori Tathayyur yang lain, yaitu merasa sial karena orang tertentu, dan menganggap bahwa orang tersebut sebagai pembawa sial !! .

Termasuk tathayyur pula, yaitu merasa sial karena angka tertentu, seperti angka tiga belas, atau angka empat. Oleh karenanya, sebagian orang tidak mau bepergian di tanggal 13, tidak mau membeli rumah nomor 13, tidak mau memberi nomor lantai ke-13 pada gedung bertingkat (biasanya diberi nomor 12a atau 12b). Yang demikian ini (keyakinan sialnya angka 13), merupakan keyakinan kaum nasrani yang bathil. Sedangkan sialnya angka 4, merupakan keyakinan suku Tionghoa.

Masih banyak lagi tathayyur yang lain, yang initinya adalah merasa akan kesialan, atau merasa akan terjadi seusatu yang buruk pada dirinya karena suatu benda ataupun perbuatan. Yang mana semua ini bersifat ghaib. Padahal manusia tidaklah mengetahui sesuatu yang ghaib, demikian pula Nabi yang mulia Shallallahu 'alaihi wa sallam juga tidak mengetahui sesuatu yang ghaib, kecuali dijelaskan oleh Allah Subhanallahu wa Ta'ala melalui wahyu.

Penanggulangan Serta Solusi dari Kerusakan Tathayyur

Pertama
Pemahaman yang benar terhadap syariat serta keimanan yang kokoh, bahwa hanya Allah Subhanallahu wa Ta'ala yang memiliki kekuasaan, segala sesuatu ada di tangan-Nya. Dan harus meyakini, bahwa tidak ada suatu benda pun yang mempunyai pengaruh, kecuali atas ijin Allah Subhanallahu wa Ta'ala. Allah tidak menjadikan kekhususan pada nama dan angka tertentu untuk memberikan pengaruh yang jelek, yang menyebabkan nama dan angka tersebut harus dijauhi.

Kedua
Pengetahuan dan mengetahui Ilmu terhadap larangan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam akan thiyarah dan penolakan beliau terhadapnya. Begitu pula perlu mengetahui penolakan dan sikap keras beliau terhadap perkara ini. (lihat hadits-hadits di atas).

Begitu pula pengetahuan dan ilmu seseorang tentang banyaknya pahala yang akan diperoleh dengan sebab tidak melakukan tathayyur. Sebagaimana sabda beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam tentang 70 ribu orang yang bakal masuk surga tanpa hisab :

“Mereka adalah orang-orang yang tidak minta diruqyah, tidak minta divas dengan besi, tidak merasa sial karena burung, dan mereka yang bertawakal kepada Allah. (HR Muslim dan lainnya)

Apabila manusia memahami serta mengenal bahaya masalah (tathayyur) ini serta pahala yang diperolehnya apabila menjauhi tathayyur, pasti ia akan menjauhinya.

Ketiga
Bertawakallah dengan baik kepada Allah Subhanallahu wa Ta'ala. Sesungguhnya tawakal ini akan menghapus tathayur dan tasyaum .

Keempat
Hendaklah berkata

“Ya Allah, tidak ada kebaikan melainkan kebaikanmu, dan tidak ada melainkan milikmu, dan tidak ada sesembahan selain engkau. (Hadis Shahih dikeluarkan Ahmad (2/220) dan Thabrany(5/105))

Kelima
Hendaklah manusia melakukan sesuatu yang diinginkan dengan landasan percaya kepada Allah Subhanallahu wa Ta'ala dan tawakal kepada Allah Subhanallahu wa Ta'ala serta  berdasarkan keyakinan bahwa di situ tidak akan terjadi kesialan atau yang lainnya.

Disadur dari: Majalah As-Sunnah, Edisi 08/VII/1424H/2003M, halaman 35-38 .

Merupakan artikel yang diterjemahkan oleh Abu Azzam dari tulisan Syaikh Muhammad bin Abdurrahman Al-Khumais dalam majalah Al-Ashalah, edisi 8 tahun ke-2, Jumadil Akhir 1414H.

Edited tambahan oleh Abu Zaki .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar