Jumat, 10 Juni 2016

HUKUM JUALAN ONLINE SISTEM DROPSHIPPING

TANYA :
afwan ust, sy ingin bertanya bagaimana hukum arisan? & bagaimana hukum jual beli dgn dropsit?

JAWAB :
Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal

Sistem dropshipping banyak diterapkan saat ini
oleh para penggiat toko online. Mereka tidak
mesti memiliki barang. Cukup mereka
memasang iklan di website atau blog, lalu jika
ada pesanan, mereka tinggal menghubungi
pihak produsen atau grosir. Setelah itu pihak
produsen atau grosir selaku dropshipper yang
mengirimkan barang langsung kepada buyer
(pembeli). Bagaimana hukum jual beli dengan
sistem dropshipping semacam ini? Padahal
bentuknya adalah menjual barang yang tidak
dimiliki, dan ini dilarang dalam hadits. Adakah
solusi syar’inya?
Bentuk Dropshipping dan Siapakah
Dropshipper?
Dropshipping adalah teknik manajemen rantai
pasokan di mana reseller atau retailer
(pengecer) tidak memiliki stok barang. Pihak
produsen atau grosir selaku dropshipper yang
nantinya akan mengirim barang secara
langsung pada pelanggan. Keuntungan didapat
dari selisih harga antara harga grosir dan
eceran. Tetapi beberapa reseller ada yang
mendapatkan komisi yang disepakati dari
penjualan yang nanti dibayarkan langsung oleh
pihak grosir kepada reseller. Inilah bentuk bisnis
yang banyak diminati dalam bisnis online saat
ini.
Berikut ilustrasi mengenai sistem dropshipping:
Barang dipasarkan lewat toko online atau
dengan hanya memasang ‘display items’ atau
‘katalog. Lalu pihak buyer (pembeli) melakukan
transaksi lewat toko online kepada reseller
dropship. Setelah uang ditransfer, pihak
dropshipper (grosir) yang mengirim barang
kepada buyer. Artinya, pihak reseller
sebenarnya tidak memiliki barang saat itu,
barangnya ada di pihak supplier, yaitu produsen
atau grosir.
Menjual Barang yang Bukan Miliknya
Asalnya, yang dilakukan reseller adalah menjual
barang yang bukan miliknya. Mengenai jual beli
semacam ini termasuk dalam larangan dalam
jual beli. Karena di antara syarat jual beli , orang
yang melakukan akad adalah sebagai pemilik
barang atau alat tukar, atau bertindak sebagai
wakil. Jual beli barang yang bukan miliknya
telah termaktub dalam beberapa hadits larangan
jual beli sebagai berikut.
Hakim bin Hizam pernah bertanya pada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ,
ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻳَﺄْﺗِﻴﻨِﻲ ﺍﻟﺮَّﺟُﻞُ ﻓَﻴَﺴْﺄَﻟُﻨِﻲ ﺍﻟْﺒَﻴْﻊَ ﻟَﻴْﺲَ ﻋِﻨْﺪِﻱ
ﺃَﺑِﻴﻌُﻪُ ﻣِﻨْﻪُ ﺛُﻢَّ ﺃَﺑْﺘَﺎﻋُﻪُ ﻟَﻪُ ﻣِﻦْ ﺍﻟﺴُّﻮﻕِ ﻗَﺎﻝَ ﻟَﺎ ﺗَﺒِﻊْ ﻣَﺎ ﻟَﻴْﺲَ
ﻋِﻨْﺪَﻙَ
“ Wahai Rasulullah, ada seseorang yang
mendatangiku lalu ia meminta agar aku menjual
kepadanya barang yang belum aku miliki,
dengan terlebih dahulu aku membelinya untuk
mereka dari pasar?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam menjawab, “Janganlah engkau
menjual sesuatu yang tidak ada padamu .” (HR.
Abu Daud no. 3503, An Nasai no. 4613, Tirmidzi
no. 1232 dan Ibnu Majah no. 2187. Syaikh Al
Albani mengatakan hadits ini shahih ).
Di antara salah satu bentuk dari menjual belikan
barang yang belum menjadi milik kita ialah
menjual barang yang belum sepenuhnya
diserahterimakan kepada kita, walaupun barang
itu telah kita beli, dan mungkin saja pembayaran
telah lunas. Larangan ini berdasarkan hadits
Ibnu ‘Abbas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
ﻣَﻦِ ﺍﺑْﺘَﺎﻉَ ﻃَﻌَﺎﻣًﺎ ﻓَﻼَ ﻳَﺒِﻌْﻪُ ﺣَﺘَّﻰ ﻳَﺴْﺘَﻮْﻓِﻴَﻪُ
“ Barangsiapa yang membeli bahan makanan,
maka janganlah ia menjualnya kembali hingga ia
selesai menerimanya .” Ibnu ‘Abbas mengatakan,
ﻭَﺃَﺣْﺴِﺐُ ﻛُﻞَّ ﺷَﻰْﺀٍ ﻣِﺜْﻠَﻪُ
“ Aku berpendapat bahwa segala sesuatu
hukumnya sama dengan bahan makanan .” (HR.
Bukhari no. 2136 dan Muslim no. 1525).
Ibnu ‘Umar mengatakan,
ﻭَﻛُﻨَّﺎ ﻧَﺸْﺘَﺮِﻯ ﺍﻟﻄَّﻌَﺎﻡَ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺮُّﻛْﺒَﺎﻥِ ﺟِﺰَﺍﻓًﺎ ﻓَﻨَﻬَﺎﻧَﺎ ﺭَﺳُﻮﻝُ
ﺍﻟﻠَّﻪِ - ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ - ﺃَﻥْ ﻧَﺒِﻴﻌَﻪُ ﺣَﺘَّﻰ ﻧَﻨْﻘُﻠَﻪُ ﻣِﻦْ
ﻣَﻜَﺎﻧِﻪِ .
“ Kami biasa membeli bahan makanan dari orang
yang berkendaraan tanpa diketahui ukurannya.
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam melarang kami menjual barang tersebut
sampai barang tersebut dipindahkan dari
tempatnya ” (HR. Muslim no. 1527).
Dalam riwayat lain, Ibnu ‘Umar juga
mengatakan,
ﻛُﻨَّﺎ ﻓِﻰ ﺯَﻣَﺎﻥِ ﺭَﺳُﻮﻝِ ﺍﻟﻠَّﻪِ - ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ - ﻧَﺒْﺘَﺎﻉُ
ﺍﻟﻄَّﻌَﺎﻡَ ﻓَﻴَﺒْﻌَﺚُ ﻋَﻠَﻴْﻨَﺎ ﻣَﻦْ ﻳَﺄْﻣُﺮُﻧَﺎ ﺑِﺎﻧْﺘِﻘَﺎﻟِﻪِ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻤَﻜَﺎﻥِ
ﺍﻟَّﺬِﻯ ﺍﺑْﺘَﻌْﻨَﺎﻩُ ﻓِﻴﻪِ ﺇِﻟَﻰ ﻣَﻜَﺎﻥٍ ﺳِﻮَﺍﻩُ ﻗَﺒْﻞَ ﺃَﻥْ ﻧَﺒِﻴﻌَﻪُ .
“ Kami dahulu di zaman Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam membeli bahan makanan. Lalu
seseorang diutus pada kami. Dia disuruh untuk
memerintahkan kami agar memindahkan bahan
makanan yang sudah dibeli tadi ke tempat yang
lain, sebelum kami menjualnya kembali ” (HR.
Muslim no. 1527).
Bentuk serah terima di sini tergantung dari jenis
barang yang dijual. Untuk rumah, cukup dengan
nota pembelian atau balik nama; untuk motor
adalah dengan balik nama kepada pemilik yang
baru; barang lain mesti dengan dipindahkan dan
semisalnya. Lihat pembahasan syarat jual beli
tersebut di sini .
Namun ada solusi yang ditawarkan oleh syari’at
untuk mengatasi perihal di atas. Silakan
perhatikan fatwa dari Islamweb berikut ini.
Fatwa Islamweb (English Translation)
Pertanyaan :
Saya ingin bertanya mengenai sistem
dropshipping. Dalam masalah ini, saya
bertindak sebagai retailer (pengecer). Saya
mendapatkan produk dari dropshipper.
Kemudian, saya meminta pada pihak
dropshipper untuk mengirimkan gambar dan
saya akan mengiklankannya via eBay. Akan
tetapi, saya tidak memilki produk tersebut.
Produk tersebut masih berada di pihak supplier.
Apakah situasi semacam ini termasuk dalam
larangan hadits yang diceritakan oleh Hakim bin
Hizaam, ia berkata bahwa ia bertanya pada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam , “ Wahai
Rasulullah, ada seseorang yang mendatangiku
lalu ia meminta agar aku menjual kepadanya
barang yang belum aku miliki, dengan terlebih
dahulu aku membelinya untuk mereka dari
pasar?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
menjawab, “Janganlah engkau menjual sesuatu
yang tidak ada padamu .” (HR. Abu Daud no.
3503, Tirmidzi no. 1232, dan An Nasai no. 4613.
Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini shahih
dalam Shahih An Nasai). Perlu diketahui, bahwa
saya punya surat kesepakatan dengan pihak
supplier untuk mengiklankan dan menjualkan
produknya. Oleh karena itu, bisakah saya
dianggap sebagai agen dalam kondisi semacam
ini? Jika saya sebagai agen, apakah berarti
dibolehkan dalam sistem ini?
Jawaban :
Segala pujian yang sempurna bagi Allah, Rabb
semesta alam. Saya bersaksi bahwa tidak ada
yang patut disembah kecuali Allah, dan bahwa
Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya.
Apa yang kami pahami dari pertanyaan Anda
bahwa Anda tidak membeli barang baik dari
pihak grosir maupun dari pihak produsen. Anda
lebih berminat mengiklankan gambar
produknya, dan jika Anda menemukan
seseorang yang memiliki keinginan untuk
membeli barang tersebut, Anda akan
menjualnya kepadanya dengan harga ecerean.
Kemudian Anda membelinya dari pedagang
grosir dengan harga grosir. Keuntungan yang
diperoleh adalah dari selisih antara harga
eceran dan harga grosir. Padahal dalam syari’at
Islam seperti itu dilarang karena menjual apa
yang tidak Anda miliki di tangan Anda dan
membuat keuntungan dari apa yang belum
menjadi milik Anda (yaitu Anda tidak
menanggung risiko dan bertanggung jawab
pada barang tersebut).
Solusi syari’at untuk permasalahan di atas
adalah retailer (reseller) bertindak sebagai
broker (makelar atau calo) atas nama pemilik
barang dari produsen atau grosir. Dalam kondisi
ini diperbolehkan bagi Anda untuk meminta
komisi sebagai broker sesuai yang disepakati
dengan penjual (produsen atau grosir) atau
dengan pembeli atau dengan kedua-duanya.
Jika Anda membeli barang dari produsen atau
grosir untuk diri sendiri, dan kemudian ingin
menjualnya, Anda harus terlebih dahulu
memegangnya di tangan Anda. Perlu diketahui
bahwa kepemilikan apa pun berbeda sesuai
dengan kenaturalan barang tersebut.
Solusi lain, Anda juga bisa bertindak sebagai
agen sebagaimana yang Anda sebutkan
sehingga seakan-akan Anda memiliki barang
tersebut atas nama Anda. Jika sebagai agen,
Anda bisa menyimpan barang di tempat
terpisah di gudang pihak dropshipper (produsen
atau grosir) yang nanti bisa dipisahkan
(dibedakan) dengan barang-barang mereka.
Kemudian jika Anda menemukan seseorang
yang ingin membelinya, Anda bisa menjualnya
kepada dia dengan harga apa pun yang Anda
dan grosir sepakati. Anda bisa mengirimkan
barang tersebut kepada pembeli atau bisa pula
pihak dropshipper (produsen atau grosir) yang
melakukannya jika ia merasa tidak masalah dan
ia memang yang menyediakan layanan
pengiriman tersebut.
Fatwa Islamweb mengenai “ Rulling on
Dropshipping ”.
Solusi Syar’i untuk Sistem Dropshipping
Ada tiga solusi yang ditawarkan dalam fatwa di
atas bagi pihak pengecer:
1- Bertindak sebagai calo atau broker , dalam
kondisi ini bisa mengambil keuntungan dari
pihak pembeli atau produsen (grosir) atau
keduanya sekaligus sesuai kesepakatan. Lihat
bahasan mengenai komisi makelar (broker) .
2- Bertindak sebagai agen atau wakil , dalam
kondisi ini, barang masih boleh berada di
tempat produsen (grosir) dan mereka pun bisa
bertindak sebagai pengirim barang
(dropshipper) ke tangan konsumen atau buyer.
Jika sebagai agen berarti sudah disetujui oleh
pihak produsen atau grosir, ada hitam di atas
putih.
3- Jika menjual sendiri (misal atas nama toko
online), tidak atas nama produsen, maka
seharusnya barang sampai ke tangan, lalu boleh
dijual pada pihak lain.
Bentuk dari solusi ketiga ini bisa menempuh dua
cara:
a- Menggunakan sistem bai’ al murabahah lil
amir bisy syira’ (memerintah untuk membelikan
barang dengan keuntungan yang disepakati
bersama). Sistem ini bentuknya adalah buyer
(pembeli) melihat suatu barang yang ia tertarik
di katalog toko online. Lalu buyer
memerintahkan pada pihak toko online untuk
membelikan barang tersebut dengan
keuntungannya yang telah disepakati. Barang
tersebut dibelikan dari pihak produsen (grosir).
Namun catatan yang perlu diperhatikan, sistem
al aamir bisy syiro’ tidak bersifat mengikat.
Pihak buyer bisa saja membatalkan transaksi
sebelum barang dikirimkan. Kemudian dalam
sistem ini menunjukkan bahwa barang tersebut
sudah jadi milik penuh pihak toko online. Dalam
sistem ini sebagai dropshipper adalah pihak
toko online itu sendiri atau bisa jadi ia menyuruh
pada supplier, namun ia yang
bertanggungjawab penuh terhadap kerusakan
barang. Lihat bahasan mengenai bai’ al
murabahah lil amir bisy syira’ .
b- Menggunakan sistem bai’ salam (uang tunai
terlebih dahulu diserahkan tidak bisa dicicil, lalu
barang belakangan). Bentuknya adalah buyer
(pembeli) mengirimkan uang tunai kepada
pihak toko online seharga barang yang hendak
dia beli, kemudian pihak toko online mencarikan
barang pesanan pembeli. Lalu pihak toko online
membeli barang, dan selanjutnya barang dikirim
ke pembeli oleh tanpa disyaratkan pemilik toko
online tersebut yang mengirimnya, bisa saja
pihak produsen (grosir) yang mengirimnya
secara langsung pada buyer. Lihat bahasan
mengenai jual beli salam .
Sebelumnya tertulis demikian dalam tulisan
Rumaysho.com ini: Lalu pihak toko online
membeli barang, dan selanjutnya barang dikirim
ke pembeli oleh pihak toko online. Semua risiko
selama pengiriman barang ditanggung oleh
pihak toko online. Intinya di sini, toko online
sudah membeli barang tersebut dari supplier. Ini
keliru karena jual beli salam yang terpenting
adalah pihak toko online bersedia menyediakan
barang setelah uang tunai diberikan, tidak
dipersyaratkan siapakah yang mesti mengirim.
Jazakumullah khoiron kepada yang telah
mengingatkan atas kekeliruan ini. Lihat sekali
lagi keterangan lebih lanjut mengenai jual beli
salam.
Semoga Allah senantiasa menunjuki kita pada
penghidupan yang halal. Berilmulah sebelum
beramal dan terjun dalam jual beli.
Imam Syafi’i juga berkata, “Siapa yang ingin
dunia, wajib baginya memiliki ilmu. Siapa yang
ingin akherat, wajib baginya pula memiliki
ilmu.” (Dinukil dari Mughnil Muhtaj)
Umar bin ‘Abdul ‘Aziz berkata, “Barangsiapa
beribadah pada Allah tanpa ilmu, maka
kerusakan yang ia perbuat lebih banyak
daripada mendatangkan maslahat.” (Dinukil dari
Majmu’ Al Fatawa Ibnu Taimiyah, 2: 382)
Kami sangat mengharapkan masukan dan saran
jika ada yang menemukan kekeliruan dalam
tulisan di atas. Wallahu waliyyut taufiq was
sadaad, hanya Allah yang memberikan taufik dan
petunjuk.
Referensi :
1- http://www.islamweb.net/emainpage/
index.php?
page=showfatwa&Option=FatwaId&Id=161689
2- http://en.wikipedia.org/wiki/
Drop_shipping
3- http://www.blog.epathchina.com/tag/
dropship-distributor/
4- http://topdropshipping.blogspot.com/
5- http://www.gorilladropship.net/the-basics-
of-drop-shipping/
6- http://pengusahamuslim.com/
dropshipping-usaha-tanpa-modal-dan-alternatif-
transaksinya-yang-sesuai-syariat
7- http://islamqa.org/hanafi/askimam/5834
@ Sakan 27, Jami’ah Malik Su’ud, Riyadh-KSA,
29 Muharram 1434 H

www.rumaysho.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar