Kamis, 09 Juni 2016

FIQIH RAMADHAN BAG.1

BimbinganIslam.com

👤 Ustadz Zaid Susanto, Lc
—---------------------------—

FIQIH RAMADHĀN (BAG. 1)

بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

Kaum muslimin muslimat rahimanī wa rahimakumullāh,

Alhamdulillāh
Pembahasan kita pada hari ini adalah pembahasan tentang fiqih Ramadhān.

Saya akan membahas tentang fiqih, dan ini saya bahas atau saya ambil dari bukunya Syaikh Muhammad Shālih bin Al 'Utsaimin rahimahullāh, "Majālis Syahri Ramadhān".

(Tujuannya:)
√ Yang pertama, biar kita semakin rindu.
√ Yang kedua, namanya orang Islam, harus mendasari amalannya dengan ilmu, tidak bisa seorang itu beramal tanpa ilmu.

Pembahasan pertama tentang fiqih, saya tidak akan membahas tentang kapan mulainya Ramadhān dan bagaimana memulai Ramadhān. Karena sudah jelas mulai Ramadhān adalah tanggal 1 Ramadhān.

Terlepas dari perbedaan yang ada di umat Islam Indonesia. Yang jelas mulainya tanggal 1 Ramadhān. _Dan paling amannya adalah mengikuti pemerintah._

Kemudian yang akan saya sampaikan yang pertama adalah kata Syaikh Muhammad Shālih bin Al 'Utsaimin dalam "Al Majālisu As Sādis", halaqah atau  pertemuan keenam beliau mengatakan:

فِيْ أَقْسَامِ النَّاسِ فِيْ الصِّيَامِ

Macam-macamnya manusia dibulan Ramadhān (di hadapan ibadah puasa).

Beliau mengatakan bahwa manusia itu terbagi menjadi 10 macam:

*(1) Kelompok Pertama*

اَلمُسْلِمُ البَالِغُ العَاقِلُ المُقِيمُ القَادِرُ السَّالِمُ مِن المَوَانِع

Yang pertama adalah Orang yang muslim, baligh, berakal, tidak safar, mampu melaksanakan puasa, terhindar dari segala macam halangan untuk menjalankan puasa.

⇛Kelompok orang yang pertama adalah orang yang terkumpul di dalamnya 6 (enam) sifat.

Yaitu:

⑴ Muslim
⑵ Bāligh
⑶ 'Āqil
⑷ Muqīm (tidak safar)
⑸ Qādir (mampu)
⑹ Sālim minal mawāniq (terhindar dari perkara-perkara yang menghalangi untuk melakukan puasa).

Orang yang tipe pertama ini apabila terkumpul di dirinya 6 (enam) sifat ini, maka kata Syaikh Muhammad Shālih bin Al 'Utsaimin :

يَجِبُ عَلَيهِ صَومُ رَمَضَان أَدَاءً

"Wajib mengerjakan puasa Ramadhān diwaktunya."

Dalilnya juga firman Allāh Ta'āla:

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ

(QS Al Baqarah: 185)

Demikian juga firman Allāh Ta'āla:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

(QS Al Baqarah: 183)
🔹 Muslim

Berarti, siapa saja yang merasa dirinya muslim, dia wajib untuk berpuasa.

√ Muslim Bāligh

~~> Bagaimana kalau halnya orang itu kāfir, Ustadz?

Dia kāfir, bāligh (bāligh tapi kāfir), berakal, dia juga muqim (tidak safar). Kemudian dia juga mampu. Kemudian dia tidak ada halangan untuk menjalankan puasa

⇛Apakah orang kāfir wajib puasa, ataukah tidak?

Tidak, karena kāfir.

Jadi, kata-kata wajib itu ada dua:

⑴ Kewajiban atau dia terkena beban, hakekatnya dia terkena beban.
⑵ Kewajiban untuk melaksanakan.

Da tidak wajib melaksanakan karena syarat untuk melaksanakan puasa adalah muslim.

Tapi yang pertanyaan selanjutnya, apakah dia terkena beban?

Jawabannya: Iya, dia terkena beban, beban syaria'at.

Dia wajib masuk Islam, kemudian dia wajib terkena beban-beban syari'at islam.  Tapi kalau dia melaksanakan (puasa) maka tidak akan diterima oleh Allāh Subhanahu Wa Ta'ala.

Jadi bagaimana?

⇛Orang kāfir itu  tetap terkena beban syari'at. Tapi kalau melaksanakan tidak diterima.

Jadi kewajiban yang mengarah kepadanya ada dua yaitu "wujubu taqlif" dan "wujubul adā".

⇛ Kalau wujubul adã tidak kena beban.
⇛ Kalau wujubu taqlif, dibebani.

Oleh sebab itu, setiap orang kāfir nanti akan di hisab oleh Allāh karena dia terbebani puasa.

Makanya Allāh Subhanahu Wa Ta'ala berfirman, menceritakan tentang perbincangan penduduk Surga dan penduduk Neraka.

Di katakan oleh penduduk-penduduk surga:

مَا سَلَكَكُمْ فِي سَقَرَ

"Apakah yang menyebabkan kalian terjerumus ke dalam neraka Saqar?"

(QS Al Mudatsir: 42)

Kata orang-orang kāfir (penduduk neraka):

قَالُوا لَمْ نَكُ مِنَ الْمُصَلِّين

"Dulu kami adalah orang-orang yang tidak mengerjakan shalāt."

(QS Al Mudatsir: 43)

Jadi mereka tetap akan di adzab oleh Allāh karena mereka meninggalkan shalāt. Tapi kalau mengerjakan shalāt tidak diterima, kalau meninggalkan dosa lagi.

Bagaimana jalan keluarnya?

Jalan keluarnya masuk Islam, kemudian shalāt.

Maka silahkan, kalau memang ada keluarga yang belum shalāt, belum puasa, nasehati.

Kemudian disini dikatakan: Bāligh.

🔹 Bāligh

Apa ciri-ciri bāligh?

[insyā Allāh, bersambung ke bagian 2
—---------------------------------

FIQIH RAMADHĀN (BAG. 2)

بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

Kaum muslimin dan muslimat, saya akan membahas tentang fiqih dan ini saya ambil dari bukunya Syaikh Muhammad bin Shālih Al Utsaimin rahimahullāh "Majālis Syahri Ramadhān".

Beliau mengatakan,

فِيْ أَقْسَامِ النَّاسِ فِيْ الصِّيَامِ

Macam-macam manusia dibulan Ramadhān (di hadapan ibadah puasa).

Beliau mengatakan bahwa manusia itu terbagi menjadi 10 macam :

*(2) Kelompok yang kedua*

Ash Shaghiru (anak kecil).

Kata Syaikh:

فَلَا يَجَبُ عَلَيْهِ الصِّيَامُ حَتَّى يَبْلُغَ

"Tidak wajib puasa sampai baligh."

Ibu-ibu, Bapak-bapak harus tahu tanda-tanda balighnya anak-anak. Terkadang seorang anak sudah baligh tapi tidak tahu kalau dirinya telah baligh, ini yang jadi masalah.

Anak kecil tidak wajib berpuasa sampai dia baligh, akan tetapi, apakah anak kecil dibiarkan begitu saja tidak berpuasa?

Jawabanya: Tidak, "يُعَلَّمُ", tapi diajari berpuasa.

Memang secara beban (taklif) belum terkena kepada dia.

Rasūlullāh shallallāhu 'alaihi wasallam mengatakan:

رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلاَثٍ عَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ وَعَنِ الصَّغِيرِ حَتَّى يَكْبُرَ وَعَنِ الْمَجْنُونِ حَتَّى يَعْقِلَ أَوْ يَفِيقَ

"Pena taklif itu tidak dibebankan kepada 3 orang:

1. Orang yang ketiduran sampai bangun.
2. Dari anak kecil sampai dia baligh.
3. Orang yang gila sampai dia sadar."

(HR an Nasā'i nomor 3378, versi Maktabatu al Ma'arif Riyadh nomor 3432)

Tapi, apakah dibiarkan saja, pertanyaannya? Tidak, harus diajari.

Kata Syaikh:

كَانُوْا يُصَوِّمُوْنَ أَوْلَادَهُمْ

"Mereka itu (para shahabat) mengajari anak-anak mereka berpuasa."

Sebagaimana mereka mengajari anak untuk shalat. Bahkan "memaksa" dalam mengajari anak mereka berpuasa. Umur 7 tahun diajak shalat, diajari shalat supaya nanti waktu gede tidak kaget.

Walaupun masih kecil-kecil tapi mereka diajak berpuasa. Kalau datang lapar mereka, sibuk membikinkan mainan .

Bapak-bapak, Ibu-ibu harus kreatif bagi yang punya anak kecil atau punya cucu. Nanti Bapak-bapak mengajak main supaya tidak ingat dengan rasa laparnya.

~~> Ustadz, apakah kalau mengajari dan memaksa mereka itu tidak zhalim?

==> Tidak, justru jika membiarkan anak tidak diajari itulah yang zhalim, karena ini adalah hak anak yaitu untuk mendapatkan pelajaran.
Ingat kisah seorang bapak yang datang kepada 'Umar bin Kaththab. Kisahnya, bapak itu lapor tentang kebandelan sang anak. Kemudian kata Amirul Mukminin:

"Coba datangkan kesini anaknya."

Kemudian setelah dilaporkan oleh bapaknya dan mau dinasehati oleh 'Umar, anak itu bilang dulu:

"Boleh tidak saya bertanya dulu kepada Anda?"

Kata Amirul Mukminin: "Silahkan."

Kata Sang Anak: "Apakah hak anak dari bapaknya, wahai Amirul Mukminin?"

(Lihat, hak anak berarti kewajiban orang tua.)

Kata Amirul Mukminin:

"Yang pertama: Bapak memilihkan ibu yang baik bagi anak-anaknya."

Jangan hanya dilihat cantiknya saja, jangan dilihat kayanya saja, jangan dilihat ini keturunan ningrat tapi lihatlah agamanya, bagaimana hubungan dia dengan Allāh, bagaimana hubungan dia dengan orang tuanya, bagaimana hubungan dia dengan temannya.

Bagi yang sudah terlambat ada jalan keluarnya, apa itu? Doa, minta supaya Allāh merubah istrinya menjadi istri yang shalihah, atau dengan cara lain.

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

"Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami, isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa."

(QS Al Furqon: 74)

Kata anak:

"Bapak saya memilihkan ibu bagi saya seorang pelacur."

(Profesinya betul-betul pelacur, dinikahi sama bapaknya. Jadi tiap hari anaknya nonton ibunya melacur, na'udzu billāhi min dzalik.)

"Terus, apa yang kedua, wahai Amirul Mukminin?"

"Kasih nama yang baik."

"Amirul mukminin, bapak saya ngasih nama saya Ju'al."

(Ma'af, artinya kumbang tai. Hati-hati kalau ngasih nama anak.)

"Kemudian, yang ketiga apa, wahai Amirul Mukminin?"

"Beri pendidikan kepada anaknya, itu kewajiban orang tua."

Kata anak tadi:

"Wahai Amirul Mukminin, bapakku tidak pernah mengajari Al Qur'an satu huruf pun (kebaikan) kepadaku."

Kalau kita tidak mengajari anak kita berpuasa itu berarti kita zhalim.

~~> Ustadz, anak saya baru 1 tahun masak diajari puasa?

==> Ya jangan secepat itu, nanti ada usia yang memang mapan untuk diajari puasa. Mungkin 7 tahun, mungkin di bawah itu, tapi biasakan mereka untuk berpuasa.

Kalau dulu, kita sering diajari berpuasa sama orang tua kita "puasa mbeduk" (puasa dengan berbuka waktu zhuhur), itu tidak apa-apa, sekuatnya
Atau mungkin sahurnya maju, kalau jam 7 masih boleh makan. Jadi dia tahu tentang masalah puasa sedikit-sedikit,

Wallāhu A'lam.
Bagaimana anak kecil itu wajib berpuasa? Kalau dia sudah baligh.

Tanda-tanda baligh itu ada 3, disebutkan oleh Syaikh Muhammad bin Utsaimin:

١. إنزال المني باحتلام أو غيره

1. Keluarnya air mani baik dengan ihtilam (mimpi basah) ataupun yang lainnya (yang jelas-jelas menunjukkan bahwa dia sudah bisa keluar mani).

٢. نبات شعر العانة

2. Tumbuhnya bulu kemaluan.

٣. بلوغ تمام خمس عشرة سنة

3. Mencapai usia 15 tahun.

Ini 3 ciri baik laki-laki ataupun perempuan.

—--٤. الحيض

—--4. Khusus bagi anak perempuan, dia mengalami haidh.

~~> Ustadz, apakah ini semu harus terkumpul sebagai syarat-syarat menjadi baligh?

==> Tidak, kata para ulama salah satu saja dari syarat ini sudah ada maka dia sudah baligh.

Masalah, bagaimana kalau anak kecil ketika dipertengahan hari dia mengalami baligh, dan ini kenyataan?

Bagaimana hukumnya jika seorang anak ketika di tengah-tengah shalat kemudian baligh? Apakah dia wajib mengulangi shalatnya (dari awal) atau tidak?

Yang dibayangkan adalah umur dia saat itu telah 15 tahun.

Demikian juga seorang anak lagi main-main di tengah-tengah hari dia baligh, apakah dia wajib berpuasa atau tidak?

Maka dikatakan oleh sebagian ulama, dia wajib untuk menahan diri dari makan dan minum pada sisa harinya. Tapi dia tidak wajib mengqadha puasa hari itu, artinya sisa harinya tetap jangan makan jangan minum karena sekarang kewajibannya telah datang.

Wallāhu A'lam.

[insyā Allāh, bersambung ke bagian 3]
—---------------------------------

FIQIH RAMADHĀN (BAG. 3)

بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

Kaum muslimin dan muslimat, rahimanī wa rahimakumullāh,

Saya akan membahas tentang fiqih dan ini saya ambil dari bukunya Syaikh Muhammad bin Shālih Al Utsaimin rahimahullāh "Majālis Syahri Ramadhān".

beliau mengatakan,

فِيْ أَقْسَامِ النَّاسِ فِيْ الصِّيَامِ

Macam-macamnya manusia dibulan Ramadhān (di hadapan ibadah puasa).

Beliau mengatakan bahwa manusia itu terbagi menjadi 10 macam :

*(3) Kelompok yang ketiga*

Al Majnūn yaitu orang yang gila, yaitu orang yang hilang akalnya.

Apakah orang ini wajib puasa ataukah tidak?

Tidak wajib puasa, kenapa?

Karena "rufi' al qalam", pena taklif diangkat dari orang-orang yang semacam ini.

Bagaimana kalau dia itu gilanya kadang-kadang?

Maka, saat dia gila tidak wajib puasa, saat tidak gila maka dia wajib puasa.

Apakah harus mengqadha hari-hari gilanya?

Jawabnya: Tidak, karena saat itu dia tidak kena beban, tidak kena kewajiban. Makanya ya sudah, dia puasa sesuai dengan jumlah hari sehatnya.

==> Sehari gila sehari tidak, maka sehari puasa sehari tidak, naudzubillāhimminal junūn (kita berlindung kepada Allāh dari gila).

Gila (hilang akal) sebabnya bisa stress, bisa karena jin (kemasukan jin), Wallahu Ta'āla A'lam bishshawāb.

Nah, sekarang bagaimana halnya kalau ada orang gila, tiba-tiba sadar di tengah hari  pas bulan Ramadhān?

Maka kata para ulama, dia wajib untuk menahan dirinya dari makan dan minum sampai selesai.

Apakah dia wajib mengqadha separo harinya yang tadi dia tidak puasa?

Jawabannya: Tidak, Wallahu Ta'āla A'lam bishshawāb.
*(4) Kelompok yang keempat*

الهرم الذي بلغ الهذيان وسقط تمييزه فلا يجب عليه

Al Harim yaitu orang yang sudah tua renta sehingga dia terkadang ngelantur dan tidak bisa membedakan, tamyīznya hilang dicabut oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Kalau anda atau siapa saja yang punya orang tua semacam ini _sabar_.

Dulu anda ketika kecil ngelanturnya berapa tahun? Cuma karena kulit ketang kecil pecah saja nangis. Jika dibayangkan, untuk seperti itu saja ditangisi. Begitu pula jika orang tua sudah hilang tamyīznya, sama, maka kita harus sabar.

Susahnya anda dalam merawat orang tua itu tidak lama, mungkin saja anda yang akan mati lebih dulu. Makanya kita harus yakin, in syā Allāh, susah yang saya alami ketika merawat orang tua itu tidak lama. Apalagi jika dibandingkan dengan nikmatnya nanti hidup di akhirat.

Itu (orang tua adalah) pintu surga. Siapa saja yang masih punya orang tua, sebelum datang waktu penyesalan, maka gunakan kesempatan.

Jenis/kelompok keempat ini adalah orang tua yang sudah pikun yang ngelantur, tidak bisa membedakan, maka apakah dia wajib puasa atau tidak?

Kata Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, *"Dia (orang pikun) tidak wajib puasa dan tidak wajib membayar fidhyah."*

Sebagian orang masih membayar fidhyah. Seharusnya bagi orang tua yang seperti ini (sudah pikun), tidak wajib membayar fidhyah.

~~> Lho ustadz, "melas ora difidhyahi" (kasihan tidak dibayarkan fidhyahnya).

==> Masalahnya bukan "melas" (kasihan) atau tidak, masalahnya kita malah mewajibkan sesuatu yang tidak wajib. Jika memang sudah pikun, melantur, tidak bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, maka sudah gugur kewajibannya.
*(5) Kelompok yang kelima*

Yaitu orang yang tidak mampu puasa secara terus menerus, tetapi masih mempunyai ingatan yang kuat.  Dimana udzurnya itu tidak mungkin hilang.

Misalnya:

√ Orang yang sudah sangat tua, tetapi māsyā Allāh, ingatannya sangat kuat, masih ingat shalāt, ingin shalāt dan bisa shalāt, tidak pikun, tetapi dia betul-betul tua renta dan tidak mampu untuk puasa.

√ Atau orang yang sakit yang tidak bisa diharapkan kesembuhannya lagi, misal kanker stadium 4.

Maka apa kata Syaikh?

فلا يجب عليه الصيام

"Orang yang semacam ini tidak wajib puasa."

Wajib qadha atau tidak?

Maka tidak wajib qadha, karena memang asalnya tidak mampu walaupun ingatannya masih sangat bagus dan shalāt masih bisa.

Demikian juga ketika sakit, kanker usus misalnya, setiap makanan yang masuk keluar lagi, naudzubillāhi min dzalik.

Orang yang meninggal karena sakit di perutnya, syahid.

Semoga Allāh Subhānahu wa Ta'āla menuliskan bagi kita syahada, Allāhumma āmīn.

~~> Bagaimana bisa, sekarang tidak ada perang?

==> Kalau Allāh sudah berkehendak, maka tidak ada satupun yang bisa menolaknya.

'Umar bin Al Khathab, hidup di kota Madinah, aman dan tentram, "turu neng ngisor wit" (tidur di bawah pohon), khalifah (pemimpin paling puncak umat Islam saat itu) ini tidak takut sama sekali, tidak takut dibunuh, "nggletak" (tidur) di bawah pohon.

Karena apa? Amannya luar biasa.

Beliau berdoa:

Allāhummarzuqni syahadatan di madīnatī rasūlika shallallāhu 'alayhi wa sallam.

"Yā Allāh, berilah aku mati syahid di kota Nabi-Mu ini."

Sahabatnya berkata, "Wahai 'Umar, apa ya bisa?"

Tetapi ternyata 'Umar bin Khathab meninggal ditusuk oleh abu Lu' Lu' Al Majus, yang sekarang diagung-agungkan oleh orang syiah. Pembunuhnya 'Umar diagung-agungkan, dianggap sebagai pahlawan sejati. Allāhu Musta'an.

Barangsiapa yang minta syahādah (mati syahid) dengan sungguh-sungguh kepada Allāh, maka Allâh akan sampaikan dia ke derajat orang shuhadā (orang yang mati syahid) meskipun matinya di atas ranjangnya. Subhānallāh.

Maka, Bapak-bapak, Ibu-ibu, mintalah kepada Allāh, mumpung masih sempat minta. Yang kita minta jangan sesuatu yang pendek, mintalah yang jauh, "Allahummā innī as'aluka firdausal a'lā" minal jannah".

~~> Ustadz, firdaus a'la itu kan tempatnya para nabi, para shahabat, apakah kita mampu?

==> Apakah anda meragukan kemampuan dan kakuasaan Allāh?

Tentunya tidak, siapa tahu kita menjadi tetangganya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam. Allahumma āmīn.

Silahkan Bapak-bapak, Ibu-ibu yang masih punya orang tua "diopeni" (dirawat) betul.

Bagaimana dia?

Tidak wajib berpuasa tetapi wajib membayar fidhyah.

Berapa?

Fidhyahnya itu, jika dihitung beras atau makanan pokok, maka 1/4 shaq (1shaq = 2,5-3 kg) beras.

~~> Ustadz, jika kita ingin ngasih makan boleh atau tidak?

==> Na'am (iya), kata ith'am di dalam Qur'ān, itu berlaku dengan cara apapun (tidak harus dengan beras mentah), yang sudah bisa disebut dengan memberi makan.

Jadi jika orang tua kita hutang puasanya dua hari, maka kita beri makan orang miskin sehari satu kali selama dua hari atau sekaligus dua orang miskin sehari satu kali. Ini sudah dinamakan dengan ith'am.

~~> Caranya bagaimana?

==> Gampang, (misal) bungkuskan nasi + lauknya (gurame atau telur) + tempe + kerupuk, ini diberikan (kepada orang miskin) sudah cukup, ringan, Alhamdulillāh.

"Addīnu yusrun", agama itu mudah.

Ini tentang kelompok kelima.

[insyā Allāh, bersambung ke bagian 4]
—---------------------------------

FIQIH RAMADHĀN (BAG 4)

بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

Kaum muslimin dan muslimat, rahimanī wa rahimakumullāh, saya akan membahas tentang fiqih dan ini saya ambil dari bukunya Syaikh Muhammad bin Shālih Al Utsaimin rahimahullāh "Majālis Syahri Ramadhān".

Beliau mengatakan,

فِيْ أَقْسَامِ النَّاسِ فِيْ الصِّيَامِ

Macam-macamnya manusia dibulan Ramadhān (di hadapan ibadah puasa).

Beliau mengatakan bahwa manusia itu terbagi menjadi 10 macam :

⑹ Kelompok yang keenam

Al Musāfir yaitu orang yang tidak menjadikan safarnya sebuah usaha untuk menghalalkan berbuka.

Jadi benar-benar safar, minimal safar yang mubah yakni jarak yang memang sudah dibolehkan untuk melakukan qashar.

Sebagian ulamā berbeda pendapat masalah jarak safar, ada yang mengatakan dengan jarak tertentu, 80an atau 70 sekian km (jumhūr). Kemudian ada yang mengatakan dikembalikan kepada 'urf (hitungan kebiasaan orang).

Cirinya safar, kata sebagian ulamā biasanya persiapannya matang, kemudian kalau ditanya: Mau kemana? Mau safar (itu bahasa Arabnya) mau pergi jauh.

⚠️Tapi syaratnya orang ini tidak menjadikan safarnya sebuah usaha untuk menghalalkan berbuka.

⇛Contohnya orang yang melarikan diri dari puasa (misalnya) sengaja safar ke luar kota dalam rangka melarikan diri agar tidak berpuasa (pent.), maka ini tidak boleh, dosa. Orang seperti ini tetap mempunyai kewajiban untuk berpuasa dan dosa karena dia berusaha melarikan diri dari syari'at.

فإذا لم يقصد التحيل فهو مخير بين الصيام والفطر

Orang yang melakukan safar sungguh-sungguh diberi pilihan:

√ Boleh berpuasa
√ Boleh berbuka

Sama saja apakah safarnya itu lama ataukah tidak.

Bagaimana kalau yang punya kebiasaan safar itu adalah seorang supir angkutan (misalnya)? Setiap hari dia safar Jogya-Purwokerto (sudah jarak kurang lebih jaraknya 181 Km) setiap hari seperti itu, bagaimana?

⇛Kalau memang sangat sulit dia melakukan puasa maka dia boleh untuk berbuka membatalkan puasanya dan dia nanti puasa di waktu yang memang mudah bagi dia.

⇛Tapi utamanya dia tetap berusaha sekiranya dia mampu tetap berpuasa.

Hati orang-orang beriman dibulan Ramadhān itu bersih. Disuruh puasa, mereka puasa semuanya.  Puasa nilainya dihati orang beriman itu luar biasa, 'ala kulli hal.

Oleh sebab itu, nanti, puasa itu betul-betul dimuliakan oleh Allāh, tidak seperti yang lainnya.

Kenapa?

Nilai keikhlasannya bisa jauh lebih tinggi.

Bagaimana mereka?

Maka orang-orang yang safar itu diberi pilihan, kalau memang safarnya menyulitkan dia maka dia boleh berbuka, tapi kalau safarnya itu mudah bagi dia maka sebaiknya dia tetap berpuasa.

Kenapa?

Kata Syaikh Muhammad Shālih bin Utsaimin: Karena beda, mengerjakan puasa ketika sendirian nanti (membayar puasa) dengan puasa bareng-bareng. Kekuatannya itu beda apabila nanti kita berpuasa di tempat atau waktu yang lain.

Tapi kalau memang safar itu menyebabkan kesulitan bagi kita maka Allāh Subhānahu wa Ta'āla menginginkan kemudahan bagi anda.

  يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ

"Allāh menginginkan kemudahan bagimu, dan tidak menginginkan kesulitan."

(QS Al Baqarah: 185)
⑺ Kelompok yang ketujuh

Orang sakit yang diharapkan sembuhnya.

Ini ada 3 kelompok:

① Orang yang puasanya tidak berat bagi dia (ringan) dan tidak membahayakan sakitnya.

⇛Orang seperti ini wajib berpuasa, kenapa?

Karena ini bukan udzur untuk tidak berpuasa.

Jadi kalau sakit ringan kalau puasa pun tidak pengaruh misalnya sakit gigi, pilek.

② Orang-orang yang sakit, dan sakitnya mempersulit untuk berpuasa tapi tidak memperberat sakitnya.

⇛Maka yang seperti ini Makruh hukumnya untuk berpuasa, karena mempersulit dia.

Berarti sebaiknya berbuka Karena Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda dalam suatu hadīts:

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ أَنْ تُؤْتِى رُخْصَهُ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ تُؤْتِى مَعْصِيَتَهُ

"Sesungguhnya Allāh suka untuk diambil rukhsahnya (keringanan) yang diberikan oleh Allāh kepada umatnya"

(Hadīts Riwayat Ahmad 2/108, Ibnu Hibban 2742 dari Ibnu Umar dengan sanadnya yang Shahīh)

Kalau sulit maka jangan puasa, Allāh suka sebagaimana Allāh suka kemaksiatannya tidak dikerjakan.

Sebagaimana Allāh suka hambanya tidak mengerjakan maksiat.

③ Orang yang sakit, yang apabila puasa sakitnya tambah parah, dan tentunya sulit bagi dia untuk puasa.

⇛Maka apa hukumnya?

Harām untuk puasa dan wajib untuk berbuka.

Apa kata Allāh Subhānahu wa Ta'āla?

وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا

"Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allāh adalah Maha Penyayang kepadamu."

(QS An Nisā': 29)

[insyā Allāh, bersambung ke bagian 5]
_________
—---------------------------------

FIQIH RAMADHĀN (BAG. 5)

بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

Kaum muslimin dan muslimat, rahimanī wa rahimakumullāh,

Saya akan membahas tentang fiqih dan ini saya ambil dari bukunya Syaikh Muhammad bin Shālih Al Utsaimin rahimahullāh "Majālis Syahri Ramadhān".

Beliau mengatakan:

فِيْ أَقْسَامِ النَّاسِ فِيْ الصِّيَامِ

Macam-macamnya manusia dibulan Ramadhān (di hadapan ibadah puasa).

Beliau mengatakan bahwa manusia itu terbagi menjadi 10 macam :

(8) Kelompok yang kedelapan

Wanita yang haidh.

Sebagaimana dikatakan oleh Syeikh Muhammad bin Shālih Al Utsaimin dan tentunya para ulama, wajib atau tidak puasa?

Tidak wajib puasa dan tidak sah untuk melakukan puasa.

Bagaimana apabila ada wanita sedang berpuasa kemudian haidh menjelang magrib?

Maka puasanya batal,  walaupun kurang sedikit. Kalau memang benar-benar haidh maka puasanya batal.

Demikian juga sebaliknya, seorang wanita yang sedang haidh, siang hari kemudian suci. Bagaimana?

Sebagian ulama mengatakan, haruskah tidak boleh makan tidak boleh minum?

Akan tapi yang benar, tidak apa-apa makan dan minum, karena memang dari awal tidak wajib puasa.

Tapi dia tetap wajib qādhā untuk hari itu.

Bagaimana apabila ada seorang wanita suci dari haidh persis sebelum fajar, apakah dia wajib puasa ataukah tidak?

Wajib puasa meskipun belum mandi besar.

Wallãhu Ta'ala A'lam.

(9) Kelompok yang kesembilan

Wanita yang menyusui atau hamil.

Kata Syaikh:

.وخافت على نفسها أو على الولد

"Dia khawatir kesehatan diri atau anaknya?"

Biasanya, kalau ibu sedang menyusui kemudian berpuasa, bayinya biasanya ikut lemes. Begitu berbuka biasanya bayinya ikut riang.

Terkadang, ibunya khawatir. Khawatir tidak bisa ada batasannya.

Maka yang seperti itu :

فإنها تفطر

"Dia boleh untuk berbuka."

Masalahnya, dia nanti mengqādhā atau fidyah atau qādhā dan fidyah jadi satu?

Ada khilaf dikalangan para ulama.

Syeikh Muhammad bin Shālih Al Utsaimin (mengatakan qadha tanpa fidhyah, tambahan tim Transkrip BiAS dari kitab beliau), mungkin nanti ada pendapat yang lainnya atau masyayikh yang lain, Syaikh Nashiruddin Al Albani, cukup fidyah saja.

Na'am, Wallãhu Ta'ala A'lam bish Shawwab.

(10) Kelompok yang kesepuluh

Orang yang membutuhkan untuk berbuka.

Misalnya:

لدفع ضرورة غيره

"Untuk menolong orang lain."

Ibaratnya, kalau kita tidak berbuka maka tidak bisa nolong orang lain.

Misal, kita lihat orang tenggelam. Kita tidak bisa berenang kalau kita tidak berbuka, padahal kita tau berenang dan harus menolong orang itu. Kita bisa berenang tanpa berbuka sebetulnya, tapi jaraknya tidak terjangkau (terbatas), badan kita lemes.

Kita berbuka dengan yang ada disekitar kita, minum air atau apa, kemudian kita berenang untuk menolong.

Ini wajib hukumnya. Dan dia wajib untuk mengqādhānya.

Wallãhu Ta'ala A'lam.

Kemudian, misalnya juga ada orang yang butuh untuk berbuka dalam memperkuat jihad fii sabilillah. Lagi perang yang seperti ini maka wajib untuk berbuka untuk memperkuat jihad.

Demikian, untuk pertemuan selanjutnya akan kita bahas tentang adab yang berkaitan dengan orang yang berpuasa atau pembatal-pembatal puasa, in syā Allāh.

[insyā Allāh, bersambung ke bagian 6]
___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar