Jumat, 02 Oktober 2015

Hukum menqbur bunga di atas kuburan

Hukum Menabur Bunga
di atas Kuburan

Oleh Dr Ahmad Zain An Najah

Kita sering melihat masyarakat
menabur bunga di atas kuburan saat
menguburkan mayit. Mereka
menganggap hal itu sebagai bentuk
penghormatan kepada si mayit.
Bagaimana Islam memandang
perbuatan tersebut? Apakah hal
termasuk bid’ah, sekadar adat
istiadat yang tidak ada hubungannya
dengan ibadah, atau sesuatu yang
dianjurkan di dalam ajaran Islam?
Hadist Terkait
Sebagian kalangan mengaitkan
penaburan bunga di atas kuburan
dengan hadits Ibnu Abbas bahwa
beliau berkata, “Suatu ketika Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam
melewati dua kuburan, beliau
bersabda,
ﺇِﻧَّﻬُﻤَﺎ ﻟَﻴُﻌَﺬَّﺑَﺎﻥِ ﻭَﻣَﺎ ﻳُﻌَﺬَّﺑَﺎﻥِ
ﻓِﻲ ﻛَﺒِﻴﺮٍ ﺃَﻣَّﺎ ﺃَﺣَﺪُﻫُﻤَﺎ
ﻓَﻜَﺎﻥَ ﻟَﺎ ﻳَﺴْﺘَﺘِﺮُ ﻣِﻦْ ﺍﻟْﺒَﻮْﻝِ
ﻭَﺃَﻣَّﺎ ﺍﻟْﺂﺧَﺮُ ﻓَﻜَﺎﻥَ ﻳَﻤْﺸِﻲ
ﺑِﺎﻟﻨَّﻤِﻴﻤَﺔِ
“Sesungguhnya kedua penghuni
kuburan ini sedang diadzab, mereka
berdua diadzab karena dosa besar.
Adapun salah satunya dahulu kalau
buang air kecil tidak ditutup (atau
tidak bersuci). Adapun yang lainnya,
dahulu sering berjalan sambil
menyebar fitnah.”
Kemudian beliau mengambil pelepah
kurma yang masih basah, dan
dibelah menjadi dua, masing-masing
ditanam pada kedua kuburan
tersebut, para sahabat pun
bertanya, ”Wahai Rasulullah kenapa
anda melakukan ini?” Beliau
menjawab,
ﻟَﻌَﻠَّﻪُ ﻳُﺨَﻔِّﻒُ ﻋَﻨْﻬُﻤَﺎ ﻣَﺎ ﻟَﻢْ
ﻳَﻴْﺒَﺴَﺎ
“Mudah-mudahan ini bisa
meringankan adzab keduanya selama
belum kering.” (HR. al-Bukhari: 215)
Perbedaan para Ulama
Para ulama berbeda pendapat di
dalam menanggapi hadist di atas,
Pertama : Hadits di atas bersifat
mutlak dan umum, sehingga
dibolehkan bagi siapa saja untuk
meletakkan pelepah kurma ataupun
bunga-bunga dan semua tumbuh-
tumbuhan yang masih basah di atas
kuburan. Bahkan sebagian dari
mereka mengatakan hal itu
dianjurkan. Ini pendapat sebagian
ulama Syafi’iyah.
Imam ar-Ramli menulis di dalam
Nihayah al-Muhtaj: VIII/374,
“Dianjurkan meletakkan pelepah
kurma yang masih hijau di atas
kubur, karena mengikuti Rasulullah.
Begitu pula bunga yang harum dan
lainnya, yang terdiri dari tumbuh-
tumbuhan yang basah”
Ibnu Hajar menjelaskan dalam Fathu
al-Bari: III/223, “ Buraidah berwasiat
agar di kuburnya diletakkan dua
pelepah kurma. Ia wafat di dekat
Khurasan.”
Kedua : Hadist di atas hanya berlaku
bagi Rasulullah dan merupakan
kekhususan beliau. llah meringankan
adzab kedua orang tersebut karena
berkah dan syafaat Rasulullah , jadi
bukan karena pelepah kurma yang
basah. Oleh karena itu, beliau tidak
melakukan hal yang serupa pada
kuburan-kuburan yang lain.
Al-Khattabi menerangkan dalam
Ma’alim as-Sunan: I/27, ketika
mengomentari hadits di atas,
“Adapun menanam pelepah kurma
atau mematahkan menjadi dua dan
sabdanya ( mudah-mudahan ini bisa
meringankan keduanya selama
pelepah ini belum kering ), maka ini
bagian dari mengambil berkah dari
apa yang ditinggalkan oleh Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa
sallam dan begitu juga dari doanya
agar diringankan adzab keduanya.
Seakan-akan beliau menjadikan
masa kelembaban kedua pelepah
kurma tersebut sebagai batas bagi
keringanan adzab. Itu bukan karena
pelepah kurma yang basah
mempunyai kelebihan dibanding
pelepah yang kering. Adapun orang-
orang awam di banyak negara Islam
yang menanam pelepah kurma di
kuburan, saya kira mereka
berpendapat seperti itu, tetapi apa
yang mereka kerjakan sebenarnya
tidak mempunyai dasar.”
Sayid Sabiq mencatatkan dalam Fiqh
Sunnah: I/556, “Apa yang dikatakan
al-Khattabi benar adanya, dan inilah
yang dipahami oleh sahabat-sahabat
Rasulullah, karena tidak pernah ada
riwayat dari seorang sahabat pun,
bahwa mereka meletakkan pelepah
kurma dan bunga-bungaan di atas
kuburan, kecuali dari Buraidah al-
Aslami radhiyallahu ‘anhu, yang
mewasiatkan agar ditanam dua
pelapah kurma di atas kuburannya.
Dan sangat jauh, kalau meletakkan
pelepah kurma ini menjadi hal yang
disyariatkan, sedang seluruh sahabat
tidak mengetahuinya kecuali
Buraidah.”
Pendapat ini dikuatkan dengan
hadist Jabir bin Abdillah
radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
ﺇِﻧِّﻰ ﻣَﺮَﺭْﺕُ ﺑِﻘَﺒْﺮَﻳْﻦِ ﻳُﻌَﺬَّﺑَﺎﻥِ
ﻓَﺄَﺣْﺒَﺒْﺖُ ﺑِﺸَﻔَﺎﻋَﺘِﻰ ﺃَﻥْ ﻳُﺮَﻓَّﻪَ
ﻋَﻨْﻬُﻤَﺎ ﻣَﺎ ﺩَﺍﻡَ ﺍﻟْﻐُﺼْﻨَﺎﻥِ
ﺭَﻃْﺒَﻴْﻦِ
“Saya melewati dua buah kuburan
yang penghuninya tengah diadzab.
Saya berharap adzab keduanya dapat
diringankan dengan syafa’atku
selama kedua belahan pelepah
tersebut masih basah.” (HR. Muslim:
7705).
Hadist di atas menunjukkan bahwa
penyebab diringankan adzab dari
kedua orang tersebut adalah syafa’at
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi
wa sallam bukan karena pelepah
kurma, dan kelembaban pelepah
kurma hanya dijadikan patokan
tenggang waktu untuk keringanan
dari adzab kubur.
Ibnu Hajar menjelaskan dalam Fathu
al-Bari: III/223, “Berkata Ibnu
Rasyid, ‘Apa yang dilakukan oleh al-
Bukhari menunjukkan bahwa hal
tersebut hanya khusus bagi kedua
penghuni kubur tersebut. Oleh
karena itu, al-Bukhari mengomentari
perbuatan Buraidah tersebut dengan
membawakan perkataan Ibnu Umar
(Sesungguhnya seseorang hanya
akan dinaungi oleh hasil amalnya)’.”
Kesimpulan :
Dari keterangan di atas, bisa
disimpulkan bahwa pendapat yang
lebih kuat dalilnya adalah pendapat
bahwa hadits tentang pelepah
kurma hanya berlaku bagi Rasulullah
dan merupakan kekhususan beliau.
Allah meringankan adzab kedua
orang tersebut karena berkah dan
syafaat Rasulullah , bukan karena
pelepah kurma yang basah.
Adapun yang diriwayatkan dari
Buraidah al-Aslami barangkali itu
pendapat beliau yang tidak
didukung oleh sahabat-sahabat lain.
Apalagi yang beliau wasiatkan
hanyalah penanaman pelepah
kurma, bukan menaburkan bunga
seperti yang terjadi hari. Dengan
demikian, lebih baik meninggalkan
hal-hal yang masih samar, apalagi
dengan berkembangnya zaman,
akhirnya menjadi kebiasaan yang
menyatu dengan kebiasaan orang-
orang kafir.
Harta yang dibelanjakan untuk
membeli bunga-bungaan sebaiknya
disedekahkan kepada fakir miskin
dan orang-orang yang
membutuhkan. Wallahu A’lam

Dr. Ahmad Zain An-Najah, MA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar